Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music

Mendadak Dangdut Dengar "Teriakan Rara"

4 Desember 2018   19:46 Diperbarui: 5 Desember 2018   15:30 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dangdut? Aduh... Ga gue banget ya. Mungkin begitu respon sekian banyak orang jika ditanya preferensi mereka pada jenis musik asli Indonesia ini. Dari banyaknya ketidaksukaan, bisa jadi lagu dan artis yang menyanyikan salah satu penyebabnya. 

Bagi saya pribadi, lagu-lagu dangdut lekat dengan lirik dan ekspresi kesedihan yang menyayat hati. Saya sama sekali tidak merasa terhibur apalagi ikut-ikutan menangis. 

Namun, beberapa hari yang lalu, saya melihat video yang sedang trending di YouTube. Ada video Rara "Badai Fitnah". Saya ingat gadis itu. Ya walaupun berasal dari provinsi yang sama, saya sama sekali tidak mengikuti perkembangannya. 

Terakhir yang saya baca di koran lokal, Rara dihadiahi beasiswa oleh mantan gubernur periode lalu atas pencapaiannya di ajang kompetisi dangdut di salah satu stasiun televisi swasta. Selebihnya, blank.

Ketika saya menonton videonya, oh ini yang disebut banyak orang suka teriak-teriak ketika bernyanyi. Saya pikir apa dia tidak sedang tersasar di genre musik dangdut?

Di tengah lagu, ada suara underground, kemudian bersahut-sahutan pula dengan suara gitar. Tariannya pun bukan goyangan genit khas dangdut. 

Suaranya meninggi kemudian tiba-tiba berbisik. Nyaris tak ada senyum di wajahnya. Entah tegang atau penyesuaian dengan lagu atau juga pembawaan dari sononya begitu. 

Di video yang lain (masih di performa yang sama), saya baru tahu jika dia sedang sakit. Saya ikut terbawa perasaan ketika dia menangis dan dipeluk Soimah. Baru saya tahu juga, Rara sudah yatim. Setelah menanggung begitu banyak beban, lelah, menangis bisa jadi obat penenang, bukan? 

Sampai di situ, saya masih mengira sakitnya sakit biasa. Orang sekarang kan sakit dikit udah cengeng aja kemudian updet status medsos.

Di malam kedua, dia bernyanyi sambil duduk. Saya tidak begitu mengerti bait yang dia latunkan pada bagian pembukaan. Seperti bait yang dilantunkan sebelum tari Saman dimulai. Begitu dalam, begitu tenang disenandungkannya. Saya sangat menikmatinya. Selebihnya, seperti lagu dangdut kebanyakan. 

Setelah menyanyi pada malam kedua ini, baru dia mengatakan penyakitnya. Dan, harus segera dioperasi. Wow, amazing... 

Sulit dibayangkan bagaimana dia menahan sakit ketika harus menarik nafas, mengeluarkan suara dengan nada tinggi. Berkali-kali. Tapi, suaranya tidak berubah apalagi  ngos-ngosan. Bagaimana dia tetap bergerak lincah mengikuti irama, kompak dengan penari latarnya di malam sebelumnya.

Bahkan jika dia pingsan sekalipun, orang-orang akan maklum. Nyatanya, sederet alasan itu tidak menjadikannya alasan untuk dimaklumi, untuk dikasihani apalagi untuk tampil seadanya.

Rara baru akan menginjak usia tujuh belas tahun. Wajahnya jutek, tidak banyak senyum dan bicara. Di usia semuda itu, begitu banyak perundungan yang dia terima. Dari suaranya yang tidak merdu, tidak punya cengkok dangdut, tidak tulus dalam bernyanyi hingga kaku dalam menari.

Modalnya hanya teriak-teriak sampai membuat sakit telinga. Dengan suaranya itu, sepertinya sulit juga membawakan lagu dengan kecentilan. Attitude-nya kurang. Dikatai sombong. Dirundung karena fisiknya dan sederet perundungan lainnya. 

Apa dia menyerah? 

Coba lihat lagi. Dia tetap berdiri tegap di panggung itu. Apa yang terus dilakukannya adalah menyanyikan lagu-lagu dangdut dengan caranya sendiri. Menyasar anak-anak muda seusianya, juga orang-orang yang mungkin skeptis dengan dangdut. Dengan begitu pula, dia begitu ditunggu-tunggu, diapresiasi oleh para pencintanya.

Jika suaranya buruk dan sekedar berteriak, sudah bisa dipastikan dia tidak akan bertahan selama itu. Bahkan nilai yang dia dapat menjadi tertinggi dari peserta yang lain (untuk hasil sementara ini). Oh ya, mungkin penilaian juri salah. Mereka tidak mengerti dangdut. 

Jika dia mau, dia pun bisa menarik perhatian dengan eksis menggugah foto-foto narsis di dunia maya. Tampilan fisiknya pun mendukung. Tapi, foto yang tersebar lebih banyak foto saat dia tampil menyanyi.

Dia mungkin pernah membuat kesalahan, tapi apa kita tidak? Dia masih terlalu muda untuk terus dihakimi. Dia masih bisa diperbaiki.

Apa yang saya lihat darinya kemudian bukan lagi sekedar bakat bernyanyi atau bermain musik. Rara adalah idola bagi banyak anak muda khususnya gadis belia di luar sana. 

Dia juga adalah contoh bagi remaja seusianya, untuk tidak mudah menyerah bahkan dalam kondisi terbatas, terpuruk dan terburuk sekalipun.

Bagaimana dia menghadapi semuanya dengan berani. Dengan langkahnya yang pasti. Percaya diri. Suaranya lantang, menggelegar. Tidak khawatir membuat kesalahan.

Dia menyanyi dengan bebas berekspresi. Tidak kehilangan dirinya sendiri untuk memenuhi ekspektasi orang lain bahkan juri sekalipun. Saya menemukan ekspresi yang berbeda ketika dia bernyanyi lagu Melayu.

Menang atau tidak dalam kompetisi ini, rara sudah mengusahakan kemampuan terbaiknya. Jalan masih panjang. Rara pun masih perlu berkembang, belajar dan melanjutkan pendidikan formal.

Jika nanti hidup tidak baik-baik saja, setidaknya Rara maupun jutaan gadis muda di luar sana, berpendidikan. 

Teriring pula doa dan dukungan dari sekian banyak penggemarnya. Pada akhirnya, hanya kepada-Nya lah semua tempat kembali dan berserah diri. Salam.

https://youtu.be/lFOTIia7SAA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun