Mohon tunggu...
Republik Republik
Republik Republik Mohon Tunggu... Guru - Republik

Literasi, budaya dan peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meritokrasi & Hilangnya Esensi Pemilu Serentak 2024

10 Januari 2024   19:42 Diperbarui: 10 Januari 2024   19:56 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Ahmad Hudori_aktivis muda_ pengamat muda demokrasi birokrasi_ketua GAMMA.

Masalah pemilu serentak menjadi persoalan tatkala perbincangan publik, lebih seksi, lebih bising terhadap pembicaraan menyoal calon Presiden

Sehingga persoalan legislatif, caleg atau partai politik hilang bak ditelan bumi hampir kebanyakan elemen baik pengamat, politikus, sampai pada mahasiswa tidak mendiskusikan soal legislatif, caleg, atau partai politik. Pertanyaan paling serius  apakah kondisi tersebut menguntungkan atau merugikan?

Secara objektif keberlangsungan demokrasi  demikian mampu diamini sebagai kondisi yang merugikan. Faktanya semua masyarakat dalam hal ini negara demokrasi tidak hanya ingin terkonsentrasi pada Pilpres perlu terdapat upaya agar masyarakat pun ikut berkonsentrasi pada caleg dan partai politik sehinggga dengan adanya momentum pemilu serentak 2024 membuat konsentrasi publik bukan hanya terhadap Capres.


Konteks pelaksanaan pemilu serentak menjadi praming dalam upaya menekan partisipasi politik karena dapat memilih lima kertas suara dalam satu bilik. Hal ini tentu menjadi unsur yang penting tatkala tetap dibutuhkan kehati-hatian masyarakat terkait pengawasan terhadap Caleg, DPD, dan partai politik. Banyak dari masyarakat tidak mengerti atau memahami visi misi, program, kompetensi, kapasitas, dan personaliti caleg.

Banyak platform dari kelompok digital cenderung membahas Pilpres karena pembahasan seputar caleg tidak efektif dan partai politik dianggap tidak menarik.

Akhirnya isu-isu caleg, isu partai politik apalagi isu ingin mengetahui program serta ingin mengetahui ideologi, visi misi, historical, dan kaderisasi dari bawah, serta  bagaimana partai mempunyai kemampuan mengambil keputusan politik, mengambil kebijaksanaan politik untuk menetapkan hal-hal yang bersifat agenda besar tidak sampai pada publik.

Salah satu pemahaman yang gagal terkait isu partai politik yakni menyoal bagaimana kaderisasi nya sehingga banyak menyengat publik terkait partai politik menjadi pertanyaan besar karena banyak diketahui jika partai politik sendiri tidak mengikat pada sistem kaderisasi sehingga banyak dari kader partai politik atau yang bukan kader partai bisa menjadi mudah menjadi ketua umum partai.

Kasus kasus demikian banyak mencengangkan publik demikian istilah tersebut adalah melawan kaderisasi dari bawah atau meritokrasi. Efek demikian disinyalir karena hilang nya budaya meritokrasi atau partai politik lebih melihat orang-orang populer, orang kaya yang pada akhir nya kader-kader yang berprestasi, yang berdarah-darah yang tidak memiliki elektoral tidak memiliki logistik tidak dipakai.

Demikian sebenernya menjadi tamparan terhadap wajah masyarakat, dimana kita melihat begitu pragmatis begitu transaksional nya partai politik. Kita ingin bahwa partai politik memiliki idelogi yang jelas, memiliki platform yang jelas, programatik yang konsisten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun