Mohon tunggu...
Muhamad Hamka
Muhamad Hamka Mohon Tunggu... -

"Yang tertulis akan abadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kegaduhan Politik Trio Menteri DDD

23 November 2012   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:46 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jilid dua kekuasaan SBY justru tidak memperlihatkan keseriusan sebagai seorang pemimpin besar yang merakyat. Padahal lebih dari 60 persen rakyat Indonesia mempercayakan nasibnya pada Susilo Bambang Yudoyono.

Namun kenyataannya justru berbanding terbalik. Di mana Pak Beye lebih mendengar suara sarat kepentingan parsial partai politik (parpol) ketimbang jeritan imparsial jutaan rakyat yang sudah memberikan nasibnya pada SBY dalam pemilu 2009 silam.

Salah satu indikasi dari ketidakseriusan SBY adalah masih bergelayut dalam irama politik pencitraan dan pengalihan isu. SBY masih mepercayakan politik pencitraan sebagai sarana menjaga stabilitas kekuasaanya. Sesuatu yang sebetulnya sangat paradoks mengingat ia didukung parlemen yang stabil dan jutaan rakyat.

Tapi sepertinya, politik pencitraan sudah menjadi langgam dalam aktus kekuasaan SBY. Sehingga tidak heran kalau SBY menyiapkan para pembantu (Menteri) yang dikenal luas memiliki integritas untuk menjaga reputasi pencitraan dengan menciptakan kegaduhan-kegaduhan politik untuk menyedot perhatian publik dari pelbagai persoalan serius bangsa yang berpotensi menggoyang stabilitas kekuasaan Pak Beye.

Para pembantu SBY yang saya sebut diatas yakni; Pertama, Deny Indrayana. Ia merupakan Wakil MENKUMHAM. Sebelum menjadi Wakil Menteri, Deny merupakan sosok akademisi yang tegas dan kompoten dalam soal pemberantasan korupsi. Hal ini tidak berlebihan mengingat Deny yang dosen Hukum UGM ini adalah mantan Kordinator PUKAT (Pusat Kajian Anti Korupsi) UGM. Sebuah lembaga penelitian yang konsern dan memiliki integritas yang bagus dalam pemberantasan korupsi.

Itu dulu, karena sekarang Deny sudah menjadi elite di pemerintahan SBY yang tugasnya membangun kebijakan dan statmen controversial untuk menciptakan kegaduhan politik dalam rangka menjaga stabilitas politik pencitraan.

Kedua, Dipo Alam. Ia merupakan Menteri Sekretaris Kabinet. Dipo semasa mahasiswa merupakan aktivis yang disegani dan kritis terhadap penguasa. Sehingga tak heran kalau ia dipercayakan oleh rekan-rekanya untuk mengemban amanah sebagai ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) UI sebuah jabatan strategis pada masa itu karena belum diberlakukan depolitisasi kampus.

Jiwa kirtis dan tegas Dipo masih terbawa hingga hari ini. Namun sayangnya ketegasan dan kekritisan Dipo digunakan untuk menjaga irama pencitraan penguasa, sesuatu yang paradoks dengan idealisme sewaktu menjadi aktivis mahasiswa. Dipo Alam termasuk salah satu pembantu SBY yang cukup berhasil menjungkirbalikkan rasionalitas publik dengan kegaduhan politiknya.

Ketiga, Dahlan Iskan. Saya sadari banyak kompasianer yang mengidolakan Menteri BUMN ini dengan gebrakan-gebrakannya. Namun kalau kita selusuri dengan arif dan jernih, Dahlan sesungguhnya dimanfaatkan oleh penguasa untuk menjaga stabilitas kekuasaan. Dari gebrakan Dahlan yang banyak menimbulkan polemik, penguasa memproleh manfaat, karena Dahlan dikenal luas sebagai seorang pengusaha media dan mantan jurnalis yang punya integritas tinggi.

Dimana publik yang larut dalam heroisme tidak melihat sosok Dahlan yang didesain menjadi pembantu presiden untuk menciptakan kegaduhan-kegaduhan politik. Sehingga terbukti banyak “kegaduhan” yang diciptakan oleh Dahlan Iskan yang berhasil menyedot perhatian publik dari persoalan-persoaln besar bangsa yang seyogianya membutuhkan sikap cepat dan tegas SBY untuk menyelesaikannya.

Tapi kita masih menaruh harapan kiranya SBY bisa memaksimalkan sisa kepemimpinannya untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia dengan cara-cara yang elegan dan bermartabat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun