Mohon tunggu...
Muhamad Hamka
Muhamad Hamka Mohon Tunggu... -

"Yang tertulis akan abadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat "Pledoi" SBY

21 Juni 2012   13:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:42 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang membandingkan korupsi Partai Demokrat lebih kecil dibandingkan korupsi partai politik (parpol) lain, menegaskan bahwa SBY tak serius memberantas korupsi.

Sebagaimana yang diberitakan oleh portal berita vivanews.com (13/6/2012), SBY dihadapan kader Demokrat dalam acara Silahturahmi Forum Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat, membeberkan data, fakta dan angka yang diperoleh dari berbagai sumber yang menyimpulkan masih banyak partai politik yang kasus korupsinya jauh diatas Partai Demokrat. Misalanya, menurut SBY, untuk kasus korupsi dijajaran DPRD provinsi periode 2004-2012, oknum kader Demokrat yang melakukan korupsi hanya menduduki peringkat kelima, yakni 3,9 persen.

“Tapi diatas Partai Demokrat, ada empat partai lain yang persentasenya itu mencapai 34,6 persen, 24,6 persen, 9,2 persen dan 5,2 persen, ujaranya di Hotel Sultan, Jakarta Rabu malam, 13 Juni 2012. Sementara itu, untuk kasus korupsi Kabupaten dan Kota periode 2004-2012, oknum Partai Demokrat yang terlibat dalam kasus korupsi sejumlah 11,5 persen. “Diatas itu masih ada dua parpol masing-masing 27 persen dan 14,4 persen,” ungkapnya. Sedangkan untuk korupsi ditingkat menteri, anggota DPR, gubernur, bupati dan walikota, menurut SBY, oknum Partai Demokrat menduduki peringkat 8,6 persen. “Diatasnya masih ada dua parpol dengan angka 33,7 persen dan 16,6 persen,” tuturnya.

Pernyataan SBY diatas sama sekali tak mencerminkan keseriusan Presiden SBY yang seyogianya memosisikan diri sebagai panglima perang dalam pemberantasan korupsi. Tapi menunjukan kualitas kepemimpinan dan kenegarawanan Presiden SBY yang terjebak pada parsialitas, sesuatu yang sebetulnya dihindari oleh seorang pemimpin. Pernyataan SBY tak lebih sebagai pledoi atau pembelaan diri atas pelbagai kasus korupsi yang menyeret kader Demokrat.

Pernyataan seperti ini seyogianya tak boleh dilontarkan oleh SBY. Karena pernyataan ini sangat mungkin akan melunturkan semangat para penegak hukum dalam menumpas korupsi. Hal ini didasarkan oleh beberapa argumentasi. Pertama, pernyataan dan argumentasi Presiden SBY punya kecendrungan melegitimasi kejahatan korupsi. Sebab, ketika SBY mengatakan korupsi oknum kader Demokrat lebih kecil dibandingkan dengan beberapa partai politik lain, maka pada saat itu SBY sedang menunjukan pada publik Indonesia bahwa korupsi itu bukan kejahatan luar biasa yang dapat memporak-porandakan negeri ini. Korupsi boleh, asal jumlahnya tidak besar, kira-kira begitu logikanya.

Mestinya SBY mengatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa yang tak boleh dilakukan berapa pun jumlahnya dan merupakan musuh bersama yang tak punya tempat sejengkal pun di Republik ini. Hal ini penting, karena pernyataan seorang Presiden memiliki implikasi dan efek psikologis yang cukup besar bagi sebuah bangsa. Pernyataan SBY ini kalau dianalogikan sama halnya dengan orang tua yang membela anaknya yang mencuri. “Anak saya memang mencuri tapi bila dibandingkan dengan anak tetangga, jumlah curiannya lebih kecil dari anak tetangga.” Jadi, pernyataan SBY ini seolah melegitimasi bahwa korupsi itu boleh, asalkan tidak sebanyak partai lain. Interpretasi seperti ini boleh jadi akan muncul pada benak para koruptor dan calon koruptor.

Analogi orang tua diatas sama persis dengan pernyataan SBY. Seyogianya tak boleh ada pernyataan toleransi buat korupsi, apalagi oleh seorang Presiden yang notabene panglima dalam pemberantasan korupsi. Korupsi tak boleh direduksi pada wilayah kuantitatif. Karena ketika kita mereduksi korupsi pada besar-kecilnya, maka sesungguhnya kita sedang bermain-main dengan korupsi. Substansinya, korupsi berapa pun jumlahnya tetap merupakan kejahatan luar biasa yang dapat menggerus martabat bangsa dan menjadi tanggung-jawab semua elemen bangsa, terutama pemimpin untuk menumpasnya.

Kedua, pernyataan dan argumentasi SBY diatas tak lebih sebagai pernyataan dan strategi politik. Strategi politik dalam rangka mengalihkan sorotan publik dari pelbagai kasus korupsi yang melilit Partai Demokrat. Seperti diketahui beberapa oknum elite Partai Demokrat diduga terlibat dalam kasus korupsi kakap. Seharusnya sebagai Presiden, SBY tak boleh terjebak pada urusan-urusan internal partai lain.

Pernyataan SBY ini pun tak memiliki basis argumentasi yang kokoh. Bisa saja partai lain yang dituding SBY tersebut membangun argumentasi balik, bahwa Partai Demokrat tidak sebesar partai mereka korupsinya karena belum berpengalaman. Kalau Partai Demokrat sudah berpengalaman seperti mereka, maka dapat dipastikan korupsinya tentu lebih besar. Sehingga sangat jelas pernyataan SBY tak memiliki hubungan dengan gelora pemberantasan korupsi, tapi tidak lebih sebagai upaya memperbaiki popularitas Demokrat dengan melemparkan persoalan pada partai lain. Cara-cara yang lazim yang biasa dimainkan dalam politik pencitraan.

Dari uraian pendek ini, penulis tak melihat pernyataan SBY ini sebagai genderang perang melawan korupsi yang seyogianya harus digelorakan oleh seorang Presiden. Pernyataan SBY justru kontradiksi dengan semangat pemberantasan korupsi. Bahkan pernyataan tersebut tak lebih sebagai pidato pledoi atau pembelaan diri dari seorang politikus (Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat). Bukan pernyataan seorang kepala Negara yang harus dan mestinya memosisikan kehendak public (res-publica) di atas kehendak privat (res-privata).

Modus Baru
Pernyataan Presiden Yudoyono sekali lagi merupakan babak baru atau modus baru SBY mengalihkan perhatian publik atas pelbagai kasus korupsi yang melilit partainya (Demokrat). Untuk itu publik Indonesia tak boleh terjebak oleh pernyataan yang tak punya esensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun