Bisakah belajar sambil bercinta secara sama-sama produktif? Dapatkah membaca sambil menulis secara sama-sama efektif? Apakah dua kegiatan atau dua keberadaan yang berlainan dapat menyatu secara (re)produktif?
Begitulah kemarin aku bertanya-tanya dalam hati. Itu ketika aku berusaha merancang kerangka naskah buku pertamaku, "Gauli Buku". Tema yang kurencanakan sudah jelas, yaitu bagaimana membaca buku secara romantis dan bagaimana menuliskan hasil pembacaan tersebut. Namun, yang belum jelas, untuk apa dua tema yang berlainan ini, yaitu membaca dan menulis, kusatukan dalam satu buku? Apa kesamaan antara membaca dan menulis?
Di tengah kebingunganku ini, untunglah seorang Kompasianer senior--Pak Astokodatu namanya--menyarankan satu jawaban: BELAJAR.
"Hah?! Bagaimana bisa begitu?" pikirku. "Para penulis itu 'kan sudah ahli. Mana mungkin mereka menulis untuk belajar?"
Sebenarnya, aku ingin menanyakan penjelasannya lebih lanjut. Tapi aku merasa sungkan kalau terlalu banyak bertanya kepada beliau. Maka jadilah aku berpaling kembali ke buku-buku idamanku saat ini. (Lihat bagian bawah di artikel terdahulu, "Bercinta dengan Buku, Berbuah Ide Baru".)
Ternyata, di beberapa buku idamanku itu aku jumpai, jawaban beliau tadi jitu sekali. Rupanya, membaca adalah belajar; menulis adalah belajar. Maka marilah kita membaca untuk belajar; menulis pun untuk belajar. (Penegasannya baru saja kujumpai di buku Mortimer J. Adler, How to Read a Book, bab "Reading is Learning," dan buku Howard Wills, Writing Is Learning.)
Jawaban tersebut mendorongku untuk membuahkan ide baru. Karena belajar sambil bercinta itu lebih menggairahkan diriku, lebih merangsangku untuk melahirkan ide-ide baru, maka aku jadi ingin tahu: Apakah belajar dan bercinta dapat menyatu pula secara sama-sama produktif?
[caption id="" align="alignright" width="300" caption="sumber: www.kuliahcinta.com"][/caption]Ya, dapat! Dua keberadaan apa pun yang berlainan bisa menyatu dan produktif, asalkan berhubungan positif dan bertujuan sama. Inilah inspirasi yang dapat kita terima dari menggauli sebuah buku psikologi positif hubungan cinta. (Sue Roffey (ed.), Positive Relationships (London & New York: Springer, 2012), hlm. 76-78 dan 84-86.)
Nah! Apakah belajar dan bercinta dapat berhubungan positif dan bertujuan sama? Yes! Loving is reproducing; learning is reproducing. Bercinta adalah mereproduksi; belajar adalah mereproduksi. Maka bercintalah untuk mereproduksi; belajarlah untuk mereproduksi.
Aha! Eureka! Dari situ, kini lahir ide baru. Maksudku, akan kususun naskah buku-buku "2 in 1" (yang secara romantis menyatukan dua tema yang berbeda). Secara demikian, naskah buku pertamaku kini berubah menjadi: "Belajar Sambil Bercinta: panduan berhubungan intim dan sekaligus panduan berpikir kreatif (melalui baca-tulis) untuk remaja dan orang dewasa".
Omong-omong, apa kau keberatan kalau aku mereproduksi buku panduan berhubungan intim untuk remaja? I see. Aku harap kau berkenan memaklumiku. Walau sering bergaya bahasa "romantis" (sok akrab) di hadapanmu, aku lebih suka mereproduksi buku-buku idaman yang berkualitas akademis. Secara akademis, Ilmu Hubungan Intim yang merupakan studi antarbidang (seksologi, biologi, psikologi, komunikasi, dsb.) dapat kita terapkan untuk semua orang, bahkan juga untuk anak-anak.
Untuk Ilmu Hubungan Intim itu, buku idamanku sekarang ada dua. Untuk landasan teoretis, aku mau menggauli buku Pamela Regan, Close Relationships (New York: Routledge, 2011). Adapun untuk panduan praktis, aku hendak berhubungan intim dengan buku David Knox & Caroline Schacht, Choices in Relationships (Belmont, CA: Wadsworth, 2010).
Kebetulan, buku Choices in Relationships mengandung pasal-pasal unik (unique features) yang merangsang kreativitasku selaku pembaca reproduksionis. Pasal-pasal yang merangsang kita itu mengenai "Personal Choices" (Pilihan Pribadi), "What If?" (Bagaimana Kalau Kau...), dan "Social Policies" (Kebijakan Sosial).
Kebetulan pula, karena terkandung pada semua bab, maka susunan bab beserta pasal-pasal unik tersebut dapat aku sadur untuk kujadikan kerangka naskah buku pertamaku, "Belajar Sambil Bercinta". Kupikir, daripada menyusun sendiri kerangka tersebut dari nol, menyadur itu bisa lebih efisien. Hemat waktu, hemat tenaga, hemat pikiran. (Asyiik... Beginilah, antara lain, enaknya jadi seorang reproduksionis.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H