Mohon tunggu...
Repita Hadi
Repita Hadi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hanya manusia biasa yang berlumur dosa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pesugihan Tuyul di Jaman Serba Susah

23 Agustus 2011   22:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:31 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bang Mamad, penjual baso keliling andalan warga kampung sedang menikmati bubur ayam hasil tukar guling dengan Bang Toyib rekan sesama penjaja penganan. Maklum, istrinya tercintanya hari ini tidak bisa memasak untuk bekal berbuka puasa Ramadhannya karena sedang sibuk menicure di ember plastik. Bukan karena mempercantik kukunya, tapi karena belepotan adonan tepung.

Beruntung Mini istrinya mau berjualan pisang goreng. Boleh di bilang ia wanita yang rajin walau pun sedang mengandung anak ke tujuh. Kerasnya hidup dan himpitan ekonomi di jaman serba susah memaksanya bercampur tangan urusan keluarga, terlebih harga bahan pokok yang melambung menjelang lebaran.

Maman, Minan, Mi’un dan Midun, keempat anak lelaki mereka sedang ngabuburit menanti adzan maghrib berkumandang. Sambil berjalan menyusuri gang mereka berdiskusi.

“Idul Fitri nanti aku akan beli ponsel seperti punya Acoy yang pakai nomor Simpati produknya Telkomsel.” Celetuk Maman sambil membayangkan ponsel baru Acoy anak juragan ayam tetangganya.

“Yach, ngigau. Emang punya duit apa?” tawa Minan menggemparkan kampung.

“Hahaha ... orang miskin mana bisa pakai ponsel bagus?” sela Mi’un di iringi tawa.

“Jangan salah loh ... besuk acara bagi-bagi zakat di mulai. Kalau satu rumah dapat dua puluh lima ribu, lima RT cukuplah buat beli ponsel bekas.”

“Paling-paling jatah kita di minta Emak, Man.”

“Setuju, Man. Biar miskin yang penting tidak ketinggalan jaman, buat Emak separo saja! Emakkan wanita terbaik di dunia.” Support Midun.

Di balai-balai bambu depan rumah terlihat Emak sedang menghitung lembaran uang.

“Banyak banget Mak duitnya?” Minah melotot tak percaya.

“Iya, inikan THR-nya Misri sama abang-abangmu dari tetangga kemarin ... tinggal kamu yang belum dapat rezeki nih.”

“Dih ... emang kita pekerja, apa?”

“Ye ... kaliankan tuyul-tuyul emak, pesugihan yang halal. Aset dunia akhirat dan harta keluarga. Ini juga buat beli beras sama bayar sekolah kalian.”

“Kirain buat beli baju baru bakal lebaran Minah, Mak!”

“Lebaran tidak harus dengan baju baru, yang penting iman selalu baru, Nduk!”

“Emak sih nggak ikutan KB.”

“Hus, ngerti apa kamu. Siapa bilang banyak anak bikin miskin? Buktinya Emak sama Bapakmu bisa besarin kalian. Lha wong anak itu punya rezeki masing-masing kok.”

‘Walau pun kolot tapi ada benarnya juga ya Emak?’

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun