Mohon tunggu...
Repinarsi Repinarsi
Repinarsi Repinarsi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis adalah seorang Guru yang bertugas di UPTD SMP Negeri 1 Pudingbesar dan mendapat amanah sebagai Wakil Kepala Sekolah BIdang Kurikulum serta Ketua MGMP IPA Kabupaten Bangka. Ibu rumah tangga yang hobi membaca, memasak, dan menulis juga terlibat aktif sebagai pengurus PGRI Kecamatan Pudingbesar dan Ketua Pokja I PKK Kecamatan PUdingbesar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengambil Keputusan untuk Membangun Masa Depan

24 Oktober 2022   23:32 Diperbarui: 24 Oktober 2022   23:42 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan koneksi antarmateri modul 3.1 saya awali dengan sebuah kutipan luar biasa dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel yang mengatakan bahwa pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis (Kemndikbud, 2022).  Saya memulai perjalanan sebagai Calon Guru Penggerak dengan sebuah tekad untuk belajar menjadi guru yang lebih baik dan membangun budi pekerti murid selaku pewaris tanah air yang indah ini.  

Bangsa Indonesia harus dijaga dan dikawal oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan karakter luhur melalui cara mereka masing-masing  Hal inilah yang kemudian saya sadari mengapa di awal mempelajari modul-modul Pendidikan Guru Penggerak, filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara di tempatkan di garis start.  

Selayaknya seorang pelari, agar mampu berlari maksimal maka posisi dan persiapan di garis awal akan sangat menentukan, demikian juga dengan calon guru penggerak.  

Sebelum melangkah lebih jauh apalagi sampai kepada proses pengambilan keputusan, seorang pendidik harus memiliki pondasi paradigma dan filosofi yang kuat agar tumbuh menjadi pribadi guru sejati.  

Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sesungguhnya adalah suatu proses menuntun kodrat yang ada di dalam diri murid baik lahir maupun batin agar mereka mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya.  Proses menuntun ini adalah sebuah seni yang tidak cukup dikuasai dengan menghafal teori-teori saja, tetapi juga perlu dilatih melalui praktik berulang yang konsisten serta refleksi yang jujur dan terbuka.  

Kita mendidik manusia, makhluk hidup yang diberikan akal pikiran dan hati nurani oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan dinamikanya yang kompleks, maka disitulah keterampilan seni mendidik ini akan menemukan pola yang tepat sesuai bahan dasarnya.  Murid terlahir sebagai kertas tertulis (baik dan buruk) dan menjadi tugas gurulah untuk menebalkan tulisan kebaikan di dalamnya melalui Pratap Triloka, yaitu " Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani". 

Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin tidak terlepas dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka.  Implementasi ini diwujudkan dalam keteladanan, membangun kekuatan, dan memotivasi peserta didik melaui pengambilan keputusan yang didasarkan pada kepentingan murid, nilai-nilai kebajikan universal, dan tanggung jawab. 

Sebagai seorang pendidik yang memiliki nilai berpihak pada murid, kolaboratif, inovatif, mandiri, dan reflektif maka pengambilan keputusan saat menghadapi permasalahan yang terjadi baik terkait bujukan moral maupun dilema etika harus mengutamakan kepentingan murid secara holistik integratif melalui kerja sama berbagai pihak yang terkait, refleksi yang mendalam, dan ide-ide baru untuk memunculkan opsi trilemma.  

Pendidik juga perlu memahami prinsip pengambilan keputusan agar bisa menganalisis setiap kelebihan dan kekurangan dari keputusan yang diambil, baik prinsip berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), maupun berbasis rasa peduli (Care-based Thinking).

Sembilan langkah pengambilan keputusan adalah serangkaian proses coaching yang sejalan dengan alur TIRTA (Tentukan tujuan, Identifikasi masalah, Rencana Aksi, dan Tanggung jawab) dan melibatkan kompetensi Sosial Emosional seorang pemimpin.  Apa yang sebenarnya menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh seorang pemimpin?  

Disukai atasan, disukai semua pegawai di sekolah, ataukah keselamatan dan kebahagiaan murid-muridnya?  Penguatan tujuan ini sangat penting karena akan memengaruhi langkah selanjutnya, mulai dari mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan (kesadaran diri), menentukan siapa yang terlibat (keterampilan berelasi), mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi (manajemen diri), pengujian benar atau salah (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab), pengujian benar lawan benar (kesadaran diri dan kesadaran sosial), melakukan prinsip resolusi (keterampialn berelasi), investigasi opsi trilemma (manajemen diri), pengambilan keputusan (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab), dan refleksi (kesadaran diri).  

Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi sosial emosional dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.    

Meskipun Sembilan langkah ini adalah suatu prosedur yang fleksibel tetapi guru perlu banyak melatih diri agar terampil dalam seni pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan yang paling penting adalah berpihak pada murid. 

Guru selaku pemimpin pembelajaran perlu memahami perbedaan bujukan moral dengan dilema etika dan empat paradigma dilema etika.  Bagaimana seorang pemimpin bisa memahaminya?  Keterampilan ini hanya bisa dilakukan jika memiliki kompetensi sosial emosional terutama kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.  

Mana nilai yang benar dan salah? Apakah dua hal tersebut sama-sama benar?  Manakah yang lebih penting dari kedua nilai benar ini?  Pemimpin tentu tidak bisa mengambil keputusan sendiri, ada banyak pihak yang mungkin akan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memerlukan keterampilan berelasi dengan orang lain.  

Demikian juga dengan menentukan paradigma dilema etika yang dihadapi, apakah termasuk paradigma indivu lawan kelompok (individual versus Community), keadilan versus rasa kasihan (justice versus mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth versus loyalty) ataukah jangka pendek lawan jangka panjang (short-term versus long-term).  

Mana yang akan diutamakan?  Apa pertimbangannya?  Nah, disinilah pentingnya seorang pemimpin menginternalisasi nilai-nilai diri dan perannya sebagai pemimpin pembelajaran yang memiliki visi, kompetensi sosial emosional, dan memberdayakan sumber daya di sekolah agar tercapai tujuan pendidikan untuk membentuk murid yang berbudi pekerti.

Permasalahan bujukan moral maupun dilema etika seringkali terjadi di lingkungan sekolah.  Seorang pemimpin dituntut untuk mampu mengambil keputusan secara ideal melalui 9 langkah pengambilan keputusan meskipun dalam kondisi riil terkadang seorang pemimpin harus mengambil keputusan yang tepat dan cepat.  

Kemahiran membuat keputusan yang cepat dan tepat hanya bisa diperoleh melalui proses kesadaran diri yang konsisten dan ajeg. Keputusan terhadap bujukan moral dan dilema etika harus berlandaskan pada segitiga pengambilan keputusan yaitu berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan bertanggung jawab agar ekosistem sekolah tumbuh dengan harmonis dan menyenangkan, setidaknya ketika keputusan dibuat tidak menimbulkan konflik ekstrim yang mengganggu well-being sekolah.  

Oleh karena itu penting bagi seluruh warga sekolah untuk menyepakati bersama nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini dan akhirnya tumbuh menjadi budaya positif sekolah.  Pemimpin yang memiliki kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan keterampilan berelasi mampu merangkul semua warga sekolah untuk berperan aktif dalam menciptakan budaya postif sehingga ketika sebuah keputusan diambil bisa dipertanggungjawabkan sesuai kesepakatan awal tentang nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. 

Tantangan-tantangan pasti selalu ada dalam tiap keputusan yang diambil, baik dari luar maupun dari dalam diri seorang pemimpin.  Tantangan dari dalam diri misalnya kepercayaan diri yang kurang, takut menghadapi kontra dari keputusan yang diambil, atau khawatir akan menjadi keputusan yang salah.  Permasalahan yang datang dari dalam ini bisa diatasi asalkan seorang pemimpin memiliki keteguhan hati, yakin akan pertolongan Tuhan, dan siap menghadapi pro maupun kontra dari sekitar.  

Tantangan dari luar bisa saja muncul dari paradigma yang berbeda antara satu dan lainnya.  Oleh karena itu seperti disampaikan sebelumnya paradigma pendidikan perlu diluruskan dan visi sekolahpun harus dipahami oleh seluruh warga sekolah.  Jika semua warga telah meyakini nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati bersama, proses pengambilan keputusan diharapkan akan lebih mudah tercapai dengan baik. 

Pengambilan keputusan oleh guru selaku pemimpin pembelajaran akan berpengaruh besar dalam pengajarannya di kelas.  Bagaimana pengaruhnya?  Kelas adalah lingkungan belajar yang terdiri dari beragam murid dengan kodrat lahir dan batin.  

Pada saat memutuskan untuk menggunakan model pembelajaran, strategi, media, konten, dan penilaian yang akan dilakukan akan sangat menentukan masa depan murid-murid di kelas.  Kebutuhan belajar murid yang berbeda harus dipenuhi secara individual dengan cermat dan ini membutuhkan sebuah pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.  

Pendidikan adalah proses menuntun, seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, murid ibarat sebuah tanaman, maka guru selaku petani harus memahami jenis tanaman yang ditumbuhkannya, berapa kebutuhan pupuknya, sebanyak apa air yang harus disiram, dan tanah seperti apa yang cocok, karena perlakuan yang tidak tepat akan menyebabkan tanaman tumbuh kurang optimal atau bahkan tidak bertumbuh.  

Demikian halnya dengan pendidikan bagi murid, jika pengambilan keputusan pengajaran oleh seorang pemimpin pembelajaran kurang tepat maka tujuan keselamatan dan kebahagiaan bagi murid sulit untuk tercapai. 

Kesimpulan akhir saya terhadap modul ini adalah bahwa untuk membuat keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan, bertanggung jawab, dan berpihak pada murid, seorang pemimpin pembelajaran harus memahami filosofi pendidikan itu sendiri, meyakini nilai dan peran dirinya, memiliki visi masa depan tentang murid-muridnya, meyakini nilai-nilai kebajikan universal bersama, memiliki kompetensi sosial emosional yang baik, dan memberdayakan warga sekolah.  

Pengambilan keputusan harus mampu melihat 4 paradigma yang ada dalam suatu permasalahan yaitu individu lawan kelompok, keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang.  

Prinsip-prinsip pengambilan keputusan perlu dipahami sehingga bisa menilai kelebihan dan kekurangan sebauh keputusan baik pada prinsip ends-based thinking, rule-based thinking, atau care-based thinking.  Seiring dengan perjalanan waktu seorang pemimpin akan terampil dengan sendirinya melakukan 9 langkah pengambilan keputusan.  

Mendidik adalah seni menuntun budi pekerti maka semakin sering diasah akan semakin professional. Hal yang paling menarik menurut saya adalah apa yang disampaikan oleh Bapak Aditya Dharma di ruang elaborasi tentang cerita setelah keputusan dibuat.  

Beliau mengemukakan bahwa sebuah keputusan akan selalu menuai pro dan kontra, karena kita tidak bisa menyenangkan semua orang maka kita harus siap dan konsisten terhadap keputusan yang telah kita buat, artinya seorang pemimpin harus bisa menunjukkan sikap yang tegas setelah kajian mendalam terhadap suatu masalah  telah dilakukan sebelum keputusan dibuat.

Sebelum mempelajari modul ini tentu saya pernah menghadapi kasus dilema etika dan harus membuat keputusan.  Hanya saja saat itu keputusan yang saya ambil lebih banyak mempertimbangkan kepentingan kelompok daripada individu dan tidak melalui uji apapun.  Hal ini sangat berbeda dengan apa yang saya pelajari di modul ini.  Konsep pengambilan keputusan di modul ini benar-benar mengubah paradigma saya.  

Sebuah dilema etika tidak hanya mempertimbangkan kepentingan indovidu lawan kelompok, tetapi ada 3 paradima lainnya yang juga memerlukan kajian mendalam melalui 9 langkah keputusan.  

Hal yang paling mendasar bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran, keputusan harus mengutamakan kepentingan murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dpat dipertanggungjawabkan.  Modul ini sangat berarti bagi saya karena membuka wawasan dan menjadi pijakan saat saya dihadapkan pada dua kebenaran agar tidak salah menentukan masa depan murid.  Salah atau benar keputusan yang saya ambil sebagai seorang pendidik akan menentukan keselamatan dan kebahagiaan murid.

Referensi :  Kemendikbud. 2022. Modul Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 5. Jakarta: Kemendikbud RI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun