Sabtu adalah hari yang saya nanti-nantikan setelah menyelesaikan modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional. Â Mengapa saya begitu antusias menunggu hari ini? Â Penyebabnya tidak lain karena saya akan mencoba mempraktikkan pembelajaran sosial emosional melalui pengajaran eksplisit yang bertujuan untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksikan kompetensi social emosional dengan cara yang sesuai dan selaras dengan perkembangan budaya yang dimiliki (Kemendikbud, 2022). Â
Setelah pengajaran eksplisit saya juga akan mencoba mengimplementasikan KSE berupa integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik serta menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah.Â
Kegiatan yang saya rancang hari ini ada dua jenis, yaitu pengajaran eksplisit adalah tentang mindfulnees, khususnya untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada tiga orang yang paling penting bagi kehidupan murid dan pengajaran eksplisit khusus untuk murid berkebutuhan khusus yang saya berikan kebebasan untuk memilih jenis mindfulness yang ingin dia lakukan. Â
Di awal saya menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu untuk menumbuhkan kompetensi social emosional siswa pada kompetensi kesadaran diri dan kesadaran social. Â
Hal-hal yang perlu ditumbuhkan adalah megidentifikasi emosi-emosi dalam diri, dapat menghubungkan perasaan dan nilai-nilai, memahami dan mengekspresikan rasa syukur, dan menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain.
Setelah menyampaikan tujuan, berikutnya saya meminta murid-murid untuk menyiapkan selembar kertas, berpikir dan merenung sejenak kurnag lebih 3 (tiga) menit untuk memikirkan siapa tiga orang yang paling berjasa dalam hidup mereka beserta alasan, dan menuliskannya di kertas yang telah mereka sediakan. Â
Saya melihat murid-murid awalnya tersenyum-senyum sambil berpikir, tiga menit kemudian mereka tampak serius dengan pekerjaannya bahkan ada yang bertanya apakah boleh menulisnya di tempat lain? Â
Saya mempersilahkan murid-murid mencari lokasi ternyaman bagi mereka untuk menuliskan ungkapan terima kasih kepada orang yang dituju. Â Lima menit berlalu, ternyata pekerjaan belum selesai, murid meinta tambahan waktu 5 menit lagi karena ini adalah hal pertama kali bagi mereka. Â
Setelah waktu penawaran kedua selesai, setiap murid membawa kertas yang telah mereka tulis kembali ke kelas. Â Saya mengajak murid untuk mencoba mengungkapkan tulisan mereka secara lisan supaya murid terbiasa mengucapkan terima kasih kepada siapapun. Â Kami melakukan pengundian dan terpilihlah nama Muhammad Sultan dan Kartika Putri.Â
Banyak hal yang menarik dan tidak terduga saya peroleh dari hasil renungan dan tulisan mereka. Â Muhammad Sultan anak yang biasanya terlihat cuek dalam paparannya selain mengucapkan terima kasih kepada orangtua, guru, dan teman-temannya yang menurut dia kadang menyebalkan tetapi bisa membuat tertawa juga menyelipkan permintaan maaf kepada guru-guru atas semua sikapnya yang mungkin membuat bapak/ibu guru kurang merasa nyaman. Â Semua kelas merasa senang dan tersenyum dengan paparan Muhammad Sultan. Â
Pemapar kedua adalah Kartika. Â Saya tahu kartika adalah gadis kecil yatim piatu yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya sejak kecil dan saat ini hanya hidup berdua dengan kakak perempuannya. Â Beberapa menit kemudian kelas mulai senyap dan tampaklah mata-mata yang berkaca-kaca saat Kartika dengan suara yang mulai tersendat dan isak tangis yang mulai terdengar sepenuh hati mengucapkan terima kasih kepada kedua orangntuanya yang sangat dia rindukan.Â
 "Maa...Paa, saya kangen..." saat itulah terdengar isak tangis di kelas IXD. Suasana kelas seketika penuh haru dan larut dengan perasaan Kartika.  Sayapun tak kuasa menahan tangis dan memeluk Kartika untuk memberikan kekuatan dan menyampaikan bahwa Kartika tidak sendirian, ada guru-guru sebagai orangtuanya di kelas, ada teman-teman yang juga siap menjadi temoat berbagi, dan masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk menyampaikan terima kasih kepada Papa dan Mamanya yang belum sempat terucapkan saat keduanya masih hidup.Â
 Saat itulah saya menyampaikan kepada murid-murid kelas IXD bahwa kita selayaknya mengucapkan terima kasih secara lisan kepada kedua orangtua selagi keduanya masih  hidup sebagai insan yang berakhlak mulia.Â
 Terima kasih bisa juga ditunjukkan dalam bentuk perbuatan misalnya menjadi anak yang berbakti, belajar dengan baik, berprestasi sesuai dengan minat dan bakat masing-masing, Kesyukuran juga harus kita sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan kedua orangtua yang lengkap karena tidak semua orang beruntung mendapatkan nikmat yang serupa. Â
Kesyukuran kepada Allah SWT bisa kita wujudkan dengan menjadi pribadi yang senantiasa berbuat baik dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Â S
etelah beberapa menit dan lebih tenang Kartika melanjutkan ucapan terima kasih kepada guru-guru dan kakaknya yang telah membesarkan dia sampai hari ini. Â Kelas masih dipenuhi dengan wajah-wajah yang memerah bahkan para murid laki-laki juga ada yang meneteskan air mata.Â
Saya melanjutkan pengenalan emosi dengan bertanya kepada murid, emosi-emosi apa yang mereka rasakan selama sesi mengucapkan terima kasih dan mendengarkan pemaparan teman-temannya? Â Jawabanpun muncul beragam, ada emosi sedih, bahagia, termenung, senang, takut, khawatir, cinta, kasih sayang, penyesalan, dan kagum. Â
Sebelum kegiatan ini mereka merasa biasa-biasa saja dengan apa yang telah dilakukan oleh orangtua kepada mereka, tetapi setelah sesi mindfulness mereka merasakan kasih sayang, cinta, kagum, bahagia, dan menyesal karena belum sempat mengucapkan terima kasih dan kurang berbakti kepada orangtua. Â Di akhir sesi kami merefleksikan semua emosi bahwa kita akan bahagia jika kita bisa membahagiakan orang yang penting bagi kita.
Perasaan yang saya rasakan saat kegiatan mindfulness adalah perasaan takjub, optimis, dan bahagia karena murid-murid telah berusaha untuk memahami pentingnya berterima kasih dan mengenali emosi-emosi yang ada melalui pengajaran eksplisit  Ternyata dengan menguatkan kesadaran diri, murid semakin semangat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dan menumbuhkan perhatian serta lebih mengenal emosi dirinya.  Mana emosi yang akan membuat mereka bahagia dan mana yang akan membuat mereka merasa kurang baik.Â
Pelajaran yang saya dapatkan dalam pembelajaran ini sangat banyak, mulai dari sesi eksplorasi konsep, analisis kasus, diskusi bersama fasiliator dan rekan CGP di ruang kolaborasi, penguatan pemahaman konsep Pembelajaran Sosial Emosional bersama instruktur, dan saya juga membuat RPP implementasi KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik. Â
Para murid sampai hari ini selalu menagih mindfulness dan ice breaking sebelum pembelajaran. Â Murid akan lebih semangat dan fokus mengikuti pembelajaran jik aguru dan murid itu sendiri mampu mengenali emosinya sendiri dan memperbaiki emosi negaitf menjadi emosi yang positif. Â
Hal baru yang saya pelajari dari modul 2.2 tentang pembelajaran social emosional banyak sekali, misalnya pembelajaran sosial emosional bisa dilakukan melalui pengajaran eksplisit (khusus), terintegrasi dalam praktek mengajar (RPP yang memuat KSE) dan kurikulum akademik, dan iklim budaya positif. Â
Bahwa well-being hanya bisa diwujudkan jika seluruh warga sekolah memiliki kompetensi social emosional yang baik, termasuk para gurunya, karena guru yang mampu mengelola emosi, matang keperibadiannya akan mampu menangani permasalahan tanpa menimbulkan masalah yang baru, berpihak pada murid, bijak menyikapi kontradiksi yang muncul dari lingkungannya dan resiliensi yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H