Setelah ice breaking dan guru-guru terlihat lebih siap, saya memberikan permainan tutup buka yang saya peroleh dari modul 1.4 untuk menguatkan bapak/ibu guru bahwa sesungguhnya kontrol untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu ada di dalam diri kita sendiri. Â
Hal ini agar para pendidik tidak terjebak dalam ilusi seperti yang disampaikan oleh Dr. William Glasser. Â Ilusi bahwa kita bisa mengontrol orang lain atau ilusi bahwa orang dewasa bisa memaksa untuk melakukan sesuatu. Â Setelah menguatkan bahwa paradigm teori stimulus respon telah berubah menu teori kontrol. Â Kontrol diri inilah yang akan menjadi dasar lahirnya disiplin positif.
Saya juga berbagi pemahaman bahwa disiplin sesungguhnya adalah proses belajar (Diana Gossen, 2001) dan menurut Ki Hajar Dewantara untuk merdeka maka manusia perlu disiplin yang kuat.  Kegiatan dilanjutkan dengan interaksi bersama bapak/ibu guru untuk menuliskan  nilai kebajikan yang paling penting menurut mereka dari lembar nilai-nilai kebajikan yang saya bagikan.  Â
Nilai kebajikan ini kemudian menjadi bahan refleksi untuk melihat kembali motivasi dalam bertindak yang terdiri dari 3 motivasi, yaitu menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, mendapatkan pujian/penghargaan, dan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai nilai kebajikan dalam diri. Â Â
Semangat guru mengikuti kegiatan ini juga terlihat dari antusias mereka memberikan tanggapan dan ternyata tidak ada guru yang setuju dengan hukuman. Â Untuk merefleksi pemahaman guru tentang hukuman dan konsekuensi saya mengajak guru-guru untuk mengerjakan kuis di Kahoot! Yang soalnya saya ambil dari modul 1.4. Â
Semangat para guru untuk mengikuti diseminasi terjaga sampai sesi berakhir di teori segitiga restitusi. Â Para guru juga menuliskan dunia berkualitas mereka yang bisa dijadikan sebagai bahan referensi oleh Kepala Sekolah untuk melihat dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada bapak/ibu guru di sekolah. Â
Refleksi guru juga menunjukkan bahwa mereka menganggap hukuman adlah hal yang baik karena belum mengetahui dan belum paham bahwa ada metode lain yang dapat menjadi alternative untuk menyelesaikan permasalahan terkait disiplin murid.
Sesi terakhir dari kegiatan  adalah sesi berbagi.  Saya mencoba membagikan beberapa praktik baik yang telah saya lakukan dengan menempatkan diri sebagai manajer melalui metode segitiga restitusi, termasuk salah satunya adalah kasus murid berkebutuhan khusus, Amel Sintiya Bela. Â
Dalam video itu saya juga menyertakan testimony dan refleksi dari metode resitusi tersebut. Namun, karena kualitas audio dari speaker yang saya gunakan kurang bagus, sehingga penyampaian seri berbagi ini terasa kurang maksimal. Â
Saya mengucapkan terima kasih kepada cameramen, satpam sekolah Marbawi yang telah meluangkan waktunya untuk merekam proses diseminasi ini. Â Harapan saya ke depannya, saya dan guru-guru di sekolah menjadi termotivasi untuk menjadi pemelajar sepanjang hayat dan mengubah paradigma mereka tentang disiplin positif sehingga kami bisa mewujudkan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan untuk murid. Â
Setelah sesi berakhir, sayapun terkejut ada beberapa guru yang kemudian mengajak berdiskusi terkait metode restitusi ini, ada yang ingin belajar cara membuat presentasi dari canva seperti yang saya sajikan, dan ada yang mengajak untuk memecahkan masalah terkait beberapa orang murid yang cukup membuat pusing Guru Bimbingan Konselingnya.Â