Mohon tunggu...
Rephy Ekawatie
Rephy Ekawatie Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil/Penulis

Contact: rephy.ekawatie@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Willpower Bukan Power Rangers

13 Juni 2024   08:13 Diperbarui: 13 Juni 2024   08:13 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: kumparan;https://www.avalonmalibu.com/;movieden (ilustrasi tulisan)

Mmm…kawan pembaca yang lahir di era 90-an pasti familiar dengan para superhero yang naik daun  pada masa itu (ulet, kali….ya!.). Salah satunya adalah super team yang namanya Power Rangers. Lima sekawan yang mengusung warna merah, kuning, biru, hitam, dan pink pas pada saat itu, udah jadi bintang tipi yang paling top banget buat anak-anak pada masanya. Gimana ga, mereka adalah ikon manusia super yang punya kekuatan aje gile. Para manusia super imajiner itu pada masanya, bikin bocah-bocah pada ketagihan buat nonton aksi heroiknya….lagi, lagi, dan lagi (kayak bahasa iklan aja).  

Nah, ga sejalan dengan sebelumnya, yuk kita ganti bahasan.

Dewasa ini dalam ragam pembahasan topik pengembangan diri, telinga kita sering kali dijejali dengan istilah willpower. Sangkin naik daunnya istilah willpower ini (ulet lagi...ulet lagi), otak awam kita seringkali menangkap istilah tersebut dan menyandingkannya dengan istilah yang mungkin melekat erat dalam benak masa kecil kita (kalo ini, murni dalam sudut pandang masa kecil saya yang menulis. Syukur-syukur kalo benak pembaca ada yang mirip percis, hehe), si Power Rangers. Absurb banget, ya…willpower ke power rangers. Tapi, yang kita bahas panjang lebar kali ini bukan tokoh Power Rangersnya, ... tapi, lebih kepada willpower itu sendiri.

Willpower, apaan tuh…

APA alias American Psychological Association mendefinisikan willpower sebagai kemampuan menunda kepuasan jangka pendek, mengesampingkan dorongan/perasaan yang tidak diinginkan, kemampuan menggunakan sistem perilaku kognitif yang tenang, pengaturan diri secara sadar dan penuh upaya. Wiilpower itu sendiri merupakan sumberdaya yang sifatnya dapat habis…kaya bensin, bisa menguap kalo ga direfil. Kaya air galon isi ulang, kalo habis…ya, harus diisi ulang.

Ya, sederhananya…willpower itu merupakan semacam kekuatan mental yang mengarahkan kita dalam berfikir, mengendalikan emosi, mengatur keinginan tiba-tiba, dan mengontrol performa seberapa lama kita bisa tetap fokus dan seberapa kuat kita bisa tetap tekun serta hal semacam itu.

Kawan pembaca yang budiman dan baik hatinya, ibarat otot … willpower ini bisa kelelahan karena pemakaian terus menerus. Sejak bangun tidur, kita sering melakukan banyak keputusan yang sedikit banyak mempengaruhi jalan hidup kita. Banyak hal yang mempengaruhi willpower kita, sehingga kita menjadi letih untuk berfikir dan memutuskan. Hal ini tentu akan berdampak nyata terhadap pilihan dan jalan hidup yang kita ambil sebagai buah dari keputusan yang kita buat.

Apa saja sih yang menjadi penggangu willpower?.

Menjawab pertanyaan tersebut, Bapak Antariksa dalam bukunya how build strong self discipline menguraikan hal-hal yang mengganggu alias membuat willpower kita menjadi melemah. Kelima hal yang mengganggu willpower tersebut, antara lain:

Smartphone Addiction

Sejak kelahiran smartphone, nyadar apa nggak, kebiasaan kita menjadi berubah. Perilaku kita berubah, dan budaya kita juga berangsur-angsur berubah dan kini menjadi massive. Akumulasi waktu, akibat perubahan berangsur-angsur yang sumbernya dari kehadiran sebuah benda bernama smartphone, membuat kita yang saat ini berada di zaman ini, kadang berfikir dan menyandingkan dengan masa lalu…wow, ini sungguh sangat berbeda (sayapun tersadar, penting untuk sekali-kali melihat ke belakang dan belajar dari sejarah).

Saat ini menjadi umum serta membudaya, kebiasaan menunduk…menatap layar kecil di tangan, serta tidak perduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Dan…semua orang pada masa ini memakluminya sebagai sebuat kebiasaan yang membudaya. “Udah biasa aja, itu. Memang dampaknya diluar kebiasaan sebelumnya…tapi gimana lagi, jaman sudah berubah. Kita ga bisa menolak perubahan, jadi…terima aja!”. Mungkin itu merupakan gambaran kalimat yang membantah rasionalitas kita, saat berargumen dengan diri kita sendiri. Gambaran monolog, saat benak kita mengkritik budaya tersebut sebagai suatu hal yang kita rasa keliru.

Yap, penyangkalan itu tidak dapat menghapus dampak nyata yang dibawa oleh kehadiran smartphone. Kehadiran smartphone membawa budaya instant gratification alias kenikmatan seketika yang didapatkan secara mudah. Instant gratification inilah yang menjadi penyebab utama perusak willpower kita. Gimana enggak, kita menjadi selalu tergoda untuk scroll-scroll dan usap-usap layar smartphone karena dengan seketika nafsu penasaran jadi terpuaskan. Kenikmatan langsung bisa didapatkan dan menjadi ketagihan. Budaya smartphone yang selalu memberikan instant gratification akhirnya membuat sel syaraf otak kita terlatih dan terbiasa dengan kebiasaan ini.

Akibatnya, kita kemudian secara refleks mengharapkan hal yang sama dalam area kehidupan yang lain. Trus, jangan heran jika pada saat ini muncul sejumlah orang yang selalu ingin hasil yang cepat dan instant. Mereka tidak sabar dengan proses yang panjang dan melelahkan, ga focus, cepat bosan menghadapi realitas nyata, ga tekun, ga gigih, dan maunya short cut melulu. Ya, itu tadi. Otak mereka selama ini dilatih terus menerus untuk merasakan kenikmatan instant tiap kali belai-belai layar smartphone. Kebiasaan ini membuat willpower menjadi menguap cepat. Kek otot, kalo willpower dijejali dengan Instant gratification dan ga dilatih terus dengan delayed gratification, ya…ototnya jadi kendor. Ga bertenaga lagi.    

Brain Fatigue

     Nah, Brain Fatigue ini merupakan kejadian dimana otak kita mengalami kelelahan karena terlalu banyak hal yang difikirkan dan diputuskan. Otak kita mengalami kelelahan karena setiap hari terlalu banyak hal yang harus difikirkan dan putuskan. Hal ini menyebabkan keletihan mental fikiran kita secara mendalam. Ragam kategori masalah, mulai dari aspek yang sepele sampai dengan yang berat, menjadi beban dalam fikiran yang membuat otak kita menjadi lelah. Beban tersebut mulai dari memikirkan hal yang sepele dan remeh temeh, pekerjaan, kondisi keuangan yang terbatas, hubungan pribadi, sampai dengan kemacetan di jalan. Hal-hal tersebut membebani fikiran yang membuat otak kita menjadi kelelahan.

     Keterpaduan aneka beban fikiran tersebut secara terus menerus menciptakan brain fatigue. Otak menjadi lelah dan mental fikiran mengalami keletihan akut. Keletihan akut ini disebut sebagai mental exhaustion. Pada saat mental dan otak kita mengalami kelelahan, willpower kita menjadi kendor. Kekuatan willpower menjadi terkuras, karena mental fikiran kita yang kelelahan alias brain fatigue.

Negative Information

     Negative information atau Berita Negatif merupakan hal yang membuat willpower dalam diri kita menguap. Sehari-hari kita menjumpai berita melalui ragam kanal yang mudah sekali diakses. Media online, media social, elektronik hingga media cetak. Aneka informasi yang kita terima tidak jarang bernuansa negative. Elemen yang isinya memunculkan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, kebencian, hingga kegalauan. Ironisnya, konten yang menjadi viral seringkali konten yang memuat informasi terkait kerusuhan sosial, bunuh diri, korupsi, konflik politik, perang, pembunuhan, hingga kebiasaan pelanggaran aturan dan bullying. Informasi yang berisi berita negative menjadi viral dan dianggap menarik oleh sebagian besar orang dikarenakan secara insting manusia lebih sensitive terhadap berita negative daripada berita positif.  Istilahnya, bad is stronger than good yang mempertegas jika informasi yang negative lebih melekat kuat dibenak fikiran manusia dibandingkan informasi yang baik.

     Dampak negative information terhadap willpower membuat kita menjadi lebih pesimis dalam memandang masa depan. Keyakinan optimis terhadap realitas masa depan menjadi suram. Negative information menyebabkan presepsi kita terbentuk oleh informasi negative tersebut, sehingga kita tidak menyadari realitas sebenarnya, dimana kondisi nyata tidak seburuk informasi negative yang kita terima. Hal tersebut membuat willpower menguap. Salah satu kunci membangun ketangguhan willpower adalah sikap yakin dan harapan positif terhadap masa depan. Optimis dalam level proposional merupakan hal mendasar untuk memelihara willpower kita.  

Lingkungan Sosial di Kantor yang tidak kondusif

     Kita acap kali menemui lingkungan kantor yang relative buruk di kantor yang kita jalani. Hubungan kerja yang kurang optimal dengan rekan kerja di devisi kita, atasan, rekan kerja di bidang lain, penyedia jasa, pelanggan, atau dengan bawahan kita. Kultur kerja yang kurang berkinerja tinggi, rekan atau bawahan yang tidak capable, hubungan kerja yang kurang asyik, atau manajemen pekerjaan yang lamban dan bertele-tele. Lingkungan social dan hubungan kerja yang tidak mendukung penyelesaian tugas menjadi pemicu kita menjadi lebih mudah emosi. Suasana kerja yang demikian membuat mental kita mengalami kelelahan psikis. Tekanan kerja kadang kala terjadi bukan karena beratnya tugas teknis pekerjaan, akan tetapi karena harus berhadapan dengan ragam manusia yang perilakunya kadang kala diluar nurul. Pada kondisi seperti itu kita dituntut untuk meredam rasa…pengen nimpuk…yang ga jarang terbesit di dalam hati. Kita dipaksa sabar dan tetap menjadi tulang belakang, menghadapi lingkungan kerja dengan manajemen yang buruk. Kondisi tersebut jauh dari judul lagunya mas Andra dan The backbone…Sempurna!.     

     Kondisi dan situasi yang berulang sebagaimana telah dibahas sebelumnya, membuat energy willpower menjadi terkuras. Otot willpower menjadi melemah, dan tidak bertenaga sehingga kita kesulitan untuk membangun focus. Kesulitan membangun focus mempengaruhi konsentrasi kita dan membuat kita gagal menjadi orang yang produktif. Perilaku dan budaya kantor yang negative dapat menular dalam diri dan mempengaruhi perilaku keseharian kita.  

Lingkungan Fisik Kantor yang tidak Inspiring

     Pernah dengar istilah…psikologi design?. Yap, psikologi design merupakan konsep dalam arsitektur yang dibangun atas dasar pemahaman, jika lingkungan atau desain interior tempat kita bekerja memiliki dampak terhadap rasa betah dan rasa bahagia, disamping rasa-rasa positif yang lain, kaya rasa yang pernah ada antara aku dan dia yang membuat diriku berbunga-bunga (apalah ini…!). Hal ini memiliki dampak pada produktifitas dalam bekerja. Beberapa studi ilmiah menemukan jika kita bekerja pada desain open space (ruang kerja terbuka) dimana dulu pernah menjadi trend yang hits, membuat kita menjadi kurang produktif karena terlalu banyak gangguan.

Demikian juga, jika kita bekerja dalam ruangan yang penuh dengan kubikel, partisi pengap, dan disekeliling hanya ada dinding yang monoton atau tembok yang beku, maka otak akan kehilangan kreativitasnya. Sebaliknya, jika kita bekerja dalam ruangan yang bernuansa hijau, ditambah dengan aneka tanaman segar…maka, suasana ruangan seperti itu akan mempengaruhi kreatifitas penghuninya. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang bagus, dan sistem ventilasi yang kurang rapi menyebabkan minimnya udara segar didalam ruang kerja. Hal ini membuat orang yang berada didalamnya mudah terkena penyakit atau dikenal dengan istilah sick building syndrome.

     Lingkungan fisik kantor yang tidak menginsirasi karena desain yang tidak mendukung produktivitas membuat tubuh biologis kita perlahan menurun. Akumulasi dalam jangka panjang, berdampak negative terhadap kesehatan kita. Pada kondisi tidak fit, willpower kita menjadi menurun…menguap, terbang bersama angin…(tolong katakan padanya, aa..aa…bahwa aku pengen nimpuk dia…aa…aa).

Referensi:

     American Psychological Association (APA), “why you need to know about willpower: the psychological science of self-control”, link akses: https://www.apa.org/topics/personality/willpower , waktu akses 10.15 PM, 9 Juni 2024.

     Manajemen Plus, “willpower bagian (1)”, link akses: https://manajemenplus.wordpress.com/2015/08/03/willpower-bagian-1-pengertian-willpower/, waktu akses 08.12 PM, 8 Juni 2024.

     Antariksa, Y., “How to Build Strong Self Discipline”, Penerbit: Nusantara Gemilang, 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun