Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Analisis Antropologi Ekonomi Pangan : Substantivisme dan Dekadensi Kejatuhan Start-up (Perusahaan Rintisan) Sektor Pangan

26 Desember 2024   12:52 Diperbarui: 26 Desember 2024   12:52 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : dokumentasi pribadi (ilustrasi C-Level) 

Start-up itu overrated/berlebihan dalam hal ini Lyons menjelaskan bahwa layanan dan produk Start-up itu hanya heboh ketika dipresentasikan di depan investor/audiens namun realitanya layanannya cenderung mahal lama-lama dan produknya tidak lebih baik daripada produk industri karena tidak menyelesaikan masalah sama sekali malah menambah biaya tambahan seperti biaya administrasi dan biaya layanan teknologi lainnya, hal ini terjadi karena kebiasaan Start-up itu didanai dari pihak eksternal jadi seringkali tidak meminimalisir risiko keuangan dan banyak yang menghamuburkan dana diawal (ini digunakan untuk membanting harga industri agar terkesan lebih murah, istilah di Indonesia sering disebut "bakar-bakar duit", istilah globalnya adalah Burn Rate), dan tidak disangka pula bahwa Start-up pun gila kuasa terlebih dilakukan oleh jajaran Direksi atau C-Level (dalam struktur organisasi sudah biasa penyebutan C-Level ini seperti ini : CEO, COO, CFO, CTO, CIO, CMO, CHRO, CPO, CSO, dan CCO. 

Sumber gambar : dokumentasi pribadi (ilustrasi C-Level) 
Sumber gambar : dokumentasi pribadi (ilustrasi C-Level) 

Mengapa Start-Up Menjamur ? 

Keberadaan Start-up tentu tidak tiba-tiba seperti barang-barang hits, awalnya Start-up itu tercipta justru dari keresahan perusahaan yang kebanyakan pada saat itu industri juga menjadi fokus utama yang perlu diubah, dimana para pekerja banyak kelelahan karena jam kerja yang padat, layanan suatu instansi pun lambat misalnya bank konvensional yang cara-cara melayani nasabahnya itu tradisional dan manual (harus antri) dan menghabiskan waktu tunggu berjam-jam hingga berhari-hari hanya untuk suatu transaksi, sehingga Start-up punya ide ke arah efisiensi dan efektif dengan fintech/financial technology dimana nasabah tidak perlu ke bank tapi cukup terhubung dengan internet dan beberapa registrasi akun serta verifikasinya transaksi sudah bisa dilakukan, tentu dengan plus minusnya (biasanya pada biaya tambahan/biaya layanan). 

Start-up mulai menjamur diawali kemunculan layanan dan produk yang terhubung dengan digitalisasi (penggunaan teknologi serta terhubung internet) misalnya muncul di beberapa sektor seperti : media sosial yang sudah berubah menjadi pasar media sosial/social commerce ,layanan transportasi, toko daring (e-commerce), teknologi finansial, bioskop daring tanpa batas waktu nonton dengan berbagai karya-karya cineas yang mudah diakses dengan biaya langganannya, box musik tak terbatas tanpa iklan dengan kualitas suara yang memuaskan pendengarnya, layanan antar makanan dan barang (kurir), dan banyak sektor yang tidak umum seperti layanan software pengembang, pemasaran digital lintas benua, produk teknologi premium dll. 

Kemunculan Start-up Pertanian dan Pangan Hanyalah Latah Sosial 

Hingga Start-up di sektor pertanian dan pangan pun bermunculan dengan keunikannya ditambah informasi cerita-cerita para pendirinya yang meromantisasi kisah-kisah from zero to hero (dari ga punya apa-apa hingga sekaya ini loh), tercitrakan bisa berpenghasilan milyaran bahkan triliunan dan diliput majalah bisnis "Sukses sebelum 30 tahunan/Sukses di usia 30 tahun", intinya para pengusaha ini diberitakan sukses di usia muda dengan keajaibannya dari sepak terjang di dunia usaha yang baru dirintisnya. 

Ya secara logika berpikir saja pengusaha yang sudah malang melintang belasan dan puluhan tahun dengan jatuh bangunnya pasti mengerutkan dahi sejenak seperti banyak merespon negatif : 

"Usaha udang baru 3 tahun sudah dapat omset milyaran tuh punya berapa hektar dan berapa ribu karyawan ?" 

"Jualan buah-buahan pake label organik bisa mahal ratusan ribu tuh ada yang beli tiap hari tiap waktu ? kalau busuk gimana ? ini di pasar lokal ga segini harganya, mahal diongkos ini " 

"Sayur-sayur organik, ayam organik, sapi organik, ikan organik, tetep aja pemilik warteg dan rumah makan nyari murah biar untung lebih, belinya langsung ke petani, peternak, paling bener ke pasar sama distributor siap antar lebih murah, dapet bonus sekarung buat langganan" 

"Dapet pendanaan 1 Milyar tuh dikasih lepas atau pinjaman lunak yang ada bunganya ? hati-hati tuh jebakan finansial !  ga masuk diakal soalnya dikasih uang 1 Milyar gitu aja kecuali menang lotre hadiah dari bank juga paling cuma motor bebek yang beneran terundi, bayarnya gimana ini ? sedangkan barangnya belum tentu laku karena saingannya sama industri besar dan supplier grup bisnis, anak muda ga mumet apa ya sama tagihan nantinya ?" 

Itulah beberapa respon acak dari beberapa pengusaha di sektor pangan ketika mengetahui keberhasilan Start-up dengan pemberitaan keberhasilannya yang memang tidak masuk akal pada saat itu, ternyata di tahun 2023 dan 2024 pemberitaan Start-up terlebih di sektor layanan transportsi, jasa keuangan, pertanian dan pangan banyak yang bangkrut dan bermasalah, memang ketika zaman pandemi adalah zaman dimana Start-up diminati karena kemudahan serta harga yang ditawarkan tidak logis alias "kemurahan bahkan ada yang nol rupiah, apa ga rugi ?". Ternyata mereka sedang melakukan "bakar-bakar duit" alias Burn Rate dimana dananya ya memang dana investor, yang akhirnya dana tersebut berakhir pada utang-piutang yang harus dibayarkan, alih-alih strategi bisnis agar diminati konsumen ternyata menjadi senjata makan tuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun