Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mampukah Agrivoltaics (Suryatani) Menjadi Solusi Alternatif Pertanian Regeneratif Masa Kini dan Nanti?

5 Januari 2024   08:16 Diperbarui: 6 Januari 2024   00:29 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.baywa-re.de/en/solar/system-applications/agri-pv#our-expertise

Hasil Menyimak COP 28 Paviliun Sistem Pangan Tentang Agrivoltaics : 

sumber video : Youtube Center for Study Indonesian Food Anthropology


Agrivoltaics atau suryatani adalah integrasi panel surya dengan pertanian pada lahan yang sama utuk dapat meningkatkan efisiensi lahan dan energi. Fungsi dari penggunaan panel surya disimpan di atas tanah pertanian, tujuannya agar sistem ini memberikan naungan untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan efisiensi energi. 

Agrivoltaics memungkinkan pemanfaatan lahan yang efektif karena secara langsung dapat menjawab tantangan pada  keterbatasan lahan serta menciptakan solusi berkelanjutan dengan menggabungkan pertanian dan energi terbarukan. Pendekatan ini semakin populer karena kontribusinya terhadap keberlanjutan dan efisiensi sumber daya di sektor pertanian dan energi sedang banyak dilakukan di beberapa negara karena mudahnya bercocok tanam dari minimnya lahan. 

Agrivoltaics tidaklah populer, awalnya dikenal sebagai Agrivol yang mendefinisikan solusi holistik dalam sistem pangan yang diambil dari perspektif para teknokrat. Konsep ini tidak hanya berbasis budaya atau kesehatan, tetapi juga melibatkan teknologi. Agrivoltaics telah menjadi sorotan dalam kelas global digital yang dikembangkan dari istilah "Agrivoltage" dengan tujuan maknanya yaitu sebagai solusi berkelanjutan pada titik Nexus Pangan (Nexus pangan melibatkan tiga energi utama yaitu : pangan, air, dan energi). 

Perbincangan pada segmen COP 28 Paviliun Sistem Pangan menyamakan persepsi Nexus Pangan sebagai konsep yang menyoroti hubungan kompleks antara keamanan pangan, energi, dan air. Perubahan di satu sektor dapat memengaruhi sektor lain dan menuntut pendekatan holistik dan seimbang untuk mencapai keberlanjutan. Nexus Pangan memahami bahwa isu-isu ini saling terkait dan memerlukan solusi lintas sektor. Pentingnya Nexus Pangan terletak pada pemahaman bahwa keberlanjutan dalam pangan, energi, dan air harus dikelola secara bersamaan. 

Fokus Agrivoltaics pada manfaatnya, ada beberapa contoh kasus yang diambil dari permasalahan sistem pangan di negara-negara  Afrika yang berawal dari proses memperhatikan petani kecil dan pemuda di sektor pangan. Meskipun masih dianggap konsep baru, perkembangannya telah terlihat juga di Eropa, khususnya di Prancis, Jerman, dan Italia. Diskusi panel menyoroti potensi Agrivoltaics sebagai solusi untuk tantangan global, meskipun kendala kebijakan, investasi, dan logistik masih perlu diatasi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Di Filipina, implementasi Agrivoltaics menghadapi tantangan manajemen ekspektasi, risiko, dan kesiapan komunitas. 

Kesimpulannya, Agrivoltic mencerminkan konvergensi solusi holistik untuk tantangan keamanan pangan, energi, dan air. Keseimbangan antara kebijakan dan implementasi diperlukan dengan inklusivitas, inovasi, dan partisipasi komunitas sebagai kunci keberhasilan. Implementasi Agrivoltaics tidak hanya tentang teknologi, melainkan juga perubahan paradigma dalam kebijakan dan praktik pertanian berkelanjutan.

Studi-Studi Agrivoltaics (Suryatani)

Amerika Serikat 

Penelitian oleh Harshavardhan Dinesh dari Department of Electrical & Computer Engineering, Michigan Technological University, Amerika Serikat, menyoroti potensi sistem agrivoltaics. Agrivoltaics yang mengintegrasikan pembangkit listrik fotovoltaik surya dengan pertanian konvensional, menjadi solusi untuk persaingan lahan. Eksperimen dengan simulasi model menunjukkan peningkatan nilai ekonomi lebih dari 30% dibandingkan dengan pertanian konvensional. 

Kombinasi listrik surya dan tanaman toleran naungan mengurangi kerugian hasil tanaman serta menjaga stabilitas harga. Penerapan agrivoltaics secara luas di Amerika Serikat dapat meningkatkan daya listrik fotovoltaik surya hingga 70 Giga Watt. Studi ini menekankan perlunya dekarbonisasi energi (pengurangan emisi karbon untuk mengadopsi sumber daya energi bersih dan berkelanjutan, menggantikan bahan bakar fosil) sebagai respons terhadap penurunan sumber daya bahan bakar fosil. Agrivoltaics, dengan menggabungkan lahan untuk panel surya dan pertanian, diusulkan sebagai solusi untuk mengatasi persaingan lahan. Sistem agrivoltaics menjadi solusi krusial untuk menyatukan produksi pangan dan energi secara berkelanjutan.

sumber gambar : Foto oleh Werner Scolum via https://www.energy.gov/ 
sumber gambar : Foto oleh Werner Scolum via https://www.energy.gov/ 

Jerman 

Max Trommsdorff dkk dari Department of Photovoltaic Modules and Power Plants, Fraunhofer Institute for Solar Energy Systems ISE, Heidenhofstr. Freiburg, Germany meneliti tentang Gabungan Produksi Pangan dan Energi : Desain Sistem Agrivoltaics yang diterapkan pada Pertanian Tanaman Pangan dan Sayuran di Jerman.  Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem agrivoltaics di Jerman menjadi perwakilan inovatif untuk mengatasi tantangan persaingan lahan antara pertanian dan pembangkit listrik matahari. 

Dalam menghadapi perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, kelangkaan lahan yang semakin memburuk akibat perubahan penggunaan lahan untuk pertanian dan energi. Keberhasilan implementasi di Jerman, terutama di pusat penelitian Heggelbach, membuktikan peningkatan efisiensi penggunaan lahan dan produktivitas pertanian. Namun, tantangan global memerlukan lebih banyak penelitian dan dukungan kebijakan untuk memaksimalkan potensi agrivoltaik sebagai solusi efisien di era perubahan iklim dan kelangkaan lahan.

sumber gambar : https://www.baywa-re.de/en/solar/system-applications/agri-pv#our-expertise
sumber gambar : https://www.baywa-re.de/en/solar/system-applications/agri-pv#our-expertise

India

Prannay R. Malu dkk dari Department of Electrical & Computer Engineering, Michigan Technological University, MI, United States meneliti Potensi Agrivoltaics di Kebun Anggur di India, menginformasikan tentang kompleksitas agrivoltaics di India terlebih yang diterapkan pada kebun anggur diantaranya : para petani harus terbebas dari konflik penggunaan lahan karena India masih dalam kondisi ini, sehingga pertumbuhan dan perkembangan pembangkit listrik tenaga surya harus selalu berbasis lahan (tanpa konflik) untuk keberlanjutan pertanian terlebih pada produktivitas yang efisien dengan hasil yang maksimal, 

Malu pun melihat fokus sistem agrivoltaicsnya secara layak atau tidak untuk kebun anggur India, tujuan sistem yang digunakan adalah untuk mencapai potensi ekonomi yang dalam perhitungannya dengan sesama peneliti bahwa bercocok tanam anggur dengan sistem ini akan menghasilkan 15x lipat daripada metode tradisional dan konvensional tanpa menambah lahan dengan dua keuntungan yaitu atasnya menggunakan panel surya untuk keberlanjutan energi dan bisa digunakan untuk kegiatan pengairan ke kebun anggur dan digunakan juga untuk listrik keseharian dengan tenaga surya yang ditampung sebelumnya inilah yang Malu dkk sebut dalam penelitiannya dengan istilah : Dual Use of Land (Fungsi Lahan Ganda). 

Penelitian ini menciptakan pertumbuhan listrik dan pasokannya dari panel surya sehingga kebun anggur ini menjadi kebun/desa elektrifikasi karena daya yang dikeluarkan oleh sistem agrivoltaics menghasilkan 16.000 Gwh listrik dimana kebutuhan ini setara untuk kebutuhan energi untuk 15 juta orang. Hal lain yang menarik dari penelitian kebun anggurnya dengan sistem agrivoltaics ini adalah keberlanjutan pemanfaatan lahan yang sudah ada tanpa harus membeli lahan baru dan dukungan pemerintah India untuk panel surya pada sektor pertanian memiliki respon yang baik karena termasuk inovasi pertanian. 

Sebagai penjelasan tambahan bahwa : 16.000 GWh (gigawatt-hour) listrik mengacu pada total energi listrik yang dapat dihasilkan oleh sistem agrivoltaics. GWh adalah satuan untuk mengukur energi listrik dan setara dengan satu miliar watt-jam. Jadi, jika sistem agrivoltaics menghasilkan 16.000 GWh, itu berarti dalam suatu periode waktu tertentu (biasanya per tahun), sistem tersebut menghasilkan energi listrik sebanyak 16.000 miliar watt-jam. Jumlah ini mencerminkan potensi besar dari implementasi agrivoltaics dalam menyediakan energi terbarukan.

sumber gambar : https://reglobal.org/agrivoltaics-in-india/
sumber gambar : https://reglobal.org/agrivoltaics-in-india/

Penerapan Agrivoltaics (Suryatani) di Indonesia 

Sebenarnya ada beberapa studi dan penerapan di Indonesia seperti di wilayah Yogyakarta dan Palembang, namun yang selalu menjadi kendala di Indonesia tentang sistem pangan dan inovasinya adalah keberlanjutannya, karena jika hanya sebagai prototipe saja dan baru sampai produk uji coba atau hanya menjadi pajangan di laboratorium pusat penelitian dan pengembangan, rasanya akan kalah saing dengan industri dari luar negeri yang akan membombardir media agrivoltaicnya, apalagi jika ongkos kirim dan harga jualnya murah karena mereka produksinya skala makro, hal ini menjadikan Indonesia sebagai target pasar baru saja dalam hal tren pertanian regeneratif yang menggunakan panel surya. 

Pertanyaan mendasar dari para petani tentang keterbukaan agrivoltaics adalah biaya operasional dan perawatannya dan subsidi, karena kecenderungan menggunakan teknologi sebagai inovasi maka definisi bertani seperti ini adalah bertani secara mewah kesannya, kecuali semua logistik disediakan oleh kementerian tertentu yang fokus pada sistem pangan dan pertanian dalam program percepatan produktivitas, jika petani masih menggunakan modal sendiri untuk hasil makro yang maksimal, maka harapan agrivoltaics hanya keren sebagai wacana dan prototipe saja bukan aktivitas pertanian, dan agrivoltaics bukan masuk kategori inklusifitas seperti yang digembar-gemborkan agenda global dengan alasan kuat, tidak semua bisa membeli panel suryanya dalam jumlah besar. 

Apakah kompasianer sudah ada yang berhasil mendulang manisnya manfaat agrivoltaics dalam bertani dan hasil panennya ? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun