Pongelolaan Pertanian dan Sistem Pangan
Setiap negara diharuskan mengurusi permasalahan pengelolaan dan merespon dampak krisis iklim dengan inovatif dan tujuan kemakmuran bersama harus masuk dalam perencanaan jangka panjang yang dibenahi dari dimulainya COP 28. Apakah setiap negara sanggup melakukan tantangan ini? Semua tergantung dari fungsi-fungsi kementerian untuk kerjasama lintas sektoral jangka panjang.
Yang sudah terlihat pergerakannya adalah negara-negara di Afrika yang melakukan transformasi besar-besaran, sepertinya Afrika sedang melakukan perubahan radikal pada sistem pangan. Bagaimana dengan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara?
Hak atas Pangan dan Akses untuk Semua
Hal ini amat sangat rumit karena untuk mewujudkan konteks ketahanan pangan nasional, harus didahului oleh kedaulatan pangan terlebih dahulu, berdaulat atas tanahnya, berdaulat atas benih-benihnya, berdaulat untuk memberdayakan putra-putri terbaik sebagai pekerja dari industri pangan, dan berdaulat untuk para penikmatnya/konsumen.
Konsep sederhana bisa dimulai dari Pangan dan Makanan yang aman, cukup, bergizi, terjangkau (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah, dan ini ada neraca harga bahan pangannya, maka dari itu dokumentasi harga pangan harus selalu terbuka pada masyarakat agar bisa mengontrol pada ketersediaan pangan, terlebih bagi para pengolah makanan yang mendapatkan rezeki dari kegiatan ini), untuk komunitas tertentu pangan halal yang tidak mengarah pada bisnis tapi sesuaikan dengan visi misi agama sebagai perlindungan spiritual sehingga menghadirkan keberkahan pada setiap konsumsi yang dinikmati.Â
Peranan Fundamental Pertanian dan Sistem Pangan
Selama manusia dan makhluk hidup lain berkehidupan di dunia, maka semua butuh makan, kehidupan dan mata pencaharian para petani (petani kecil/gurem, petani keluarga, nelayan, produsen, dan pekerja lapangan lainnya) harus diberikan lowongan pekerjaan yang terjamin.
Saat ini di Indonesia belum ada lowongan pekerjaan yang digaji negara untuk kegiatan ini, para petani dominasinya menggunakan modal sendiri, sedangkan para pegawai administratif yang digaji negara belum bisa memaksimalkan produktivitas ketersediaan pangan secara makro, karena memang tidak menggarap lahan pertanian jika hanya bekerja dari dalam ruangan dan hanya mendiskusikan hasil statistik belaka.
Akankah Indonesia menghadirkan pekerjaan layak digaji negara untuk posisi petani yang gajian setiap bulan ditanggung negara layaknya abdi negara lainnya? Kita tunggu pengumuman baik ini. Indonesia harus berani membuka kesempatan ini, jika ingin kembali disebut dengan negara agraris dan negara dengan mega biodiversitasnya yang kaya.Â
Memilah Kerjasama Internasional dan Multipihak/Sektoral yang Sejalan dan Relevan