Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Ngayogjazz 2023: Masyarakat, Budaya, Makanan, dan Musik Jazz dari Dusun

20 November 2023   09:13 Diperbarui: 20 November 2023   15:15 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: zoranealehurston.com

Ngayogjazz 2023 berlokasi di Jl. Gancahan 7, Area Sawah, Sidomulyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan acara musik jazz yang diadakan di dusun, desa, dan non-perkotaan, saking ingin mendefinisikan bahwa musik jazz itu bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Inikah yang disebut dengan inklusivitas seni musik? 

sumber gambar: zoranealehurston.com
sumber gambar: zoranealehurston.com

Zora Neale Hurston, seorang antropolog dan novelis keturunan Afrika-Amerika sering mengangkat isu-isu inklusivitas di mana definisi sederhananya mengarah pada konsep pelibatan semua orang dan golongan, tanpa diskriminasi (perlakuan tidak adil pada ras, gender, atau agama di mana ada hal penolakan atau segregasi berdasarkan alasan tertentu). 

Fenomenologi Personal Menghadiri Ngayogjazz 2023 

Dari Tasikmalaya menuju Gancahan, Yogyakarta dengan kunjungan panggung ke panggung penampil Petik Cantik Nusantara dengan lagu pembuka "Manuk Dadali", seperti memberikan sambutan pribadi sebagai orang sunda di Tanah Jawa.

"Mesat ngapung luhur jauh di awang-awang, meberkeun jangjangna bangun taya karingran." 

Makna personal: 

Pergi jauh ke manapun, pulang ke Tanah Sunda Sumber Kehidupan.

sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Masyarakat, Budaya, Makanan, dan Musik Jazz

Masyarakat, publik, khalayak ramai, dan sinonimnya yang menyatakan perayaan, selebrasi, dan kreativitas sosial dalam berkesenian meleburkan sekat-sekat sosial seperti kelas bawah, menengah, dan atas, bahkan antara yang inferior dan superior, yang sering dikategorisasikan secara sengaja dengan jenis fasilitasnya dalam lintasan teknik pemasaran. 

Sehingga untuk bernyanyi, berdendang bahkan berjoget bersama ada koridor pemisah kesenian dalam ruang bebas yang tadinya memang tanpa batas.

Ngayogjazz 2023 sedang mencoba membuktikan implementasi inklusivitas, bahkan panggung penampilnya pun berada di dusun, tempat di mana hal-hal kontras tentang fasilitas publik terlihat jelas bahkan bisa dirasakan sebagai pengalaman empiris. Jadi, jika obrolan urbanisme menggelegar di jagad maya, itu hanya untuk area seputarnya saja. 

Ketika ada suara sumbang yang mengatakan "Jazz bukan musik Indonesia". Memanglah bukan musik asli Indonesia jika ditelusuri dengan pendekatan etnomusikologi, perkembangan musik jazz di Indonesia melalui perjalanan yang tidak sebentar.

Diawali dari pengaruh kolonial Belanda yang membawa dan mencari peruntungan musik jazz dengan membawa musisi-musisi dari Eropa bahkan Amerika untuk diperkenalkan ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, hingga musik jazz berkembang, terpengaruh, adanya persilangan dan kombinasi dengan musik-musik tradisional karena alat musik tradisional Indonesia memiliki harmonisasi ketika digabungkan dengan musik jazz

Bahkan musik klasik jazz yang lawas dan acara-acara musik jazz sering diadakan di hotel-hotel Jakarta (dahulu Batavia) dampaknya masyarakat metropolis jauh mengenali jazz lebih dahulu dibanding masyarakat sub-urban bahkan pedesaan. 

Ngayogjazz 2023, ketika melihat debut pertamanya, karena di tahun 2023 ini merupakan acara ke-17 artinya sudah ada beberapa acara sebelumnya yang mengusung jazz di perkampungan.

Hal ini sangat brilian, karena hanya dengan berkesenian, menikmati pagelaran, bahkan hanya ingin menyimak saja musik jazz sudah dekat dengan masyarakat, selain itu dalam perkembangan perekonomian ketika pagelaran musik diadakan di kabupaten, dusun, atau pedesaan bahkan perkampungan hal ini akan memberikan dampak baik seperti: 

1. Warga dilibatkan dalam pagelaran berkesenian dan bercampur untuk kolaborasi karena saling memiliki, bahwa acara ini melibatkan banyak orang. 

2. Perekonomian masyarakat dusun bertambah bahkan meningkat, banyak masyarakat dan warga desa yang berjualan entah itu souvenir, jajanan, jenis-jenis kuliner, makanan tradisional, minuman tradisional, bahkan kuliner kekinian yang harganya tidak terlalu mahal yang diolah oleh warga desa. 

3. Tidak ada batasan kelas sosial ketika semua orang menikmati musik jazz di dusun, yang ada adalah saling menghargai dan apresiasi akan suatu tempat, budaya yang hadir di daerah, dan bertata krama. Hal yang jarang diperhatikan kembali tentang bagaimana menata bahasa, perilaku, sikap, dan menjadi humanis akhir-akhir ini. Suasana desa mengembalikan sejenak bagaimana menjadi warga masyarakat dan manusia sosial. 

Perihal musik jazz bukan musik asli Indonesia, hal ini menjadi pertanyaan umum tentang mengapa selalu ribut tentang asal-usul, sedangkan persilangan budaya bisa mendobrak berbagai potensi lokal untuk suatu perkembangan yang justru lebih relevan dan diminati karena berbeda zaman. 

sumber gambar: tedgioia.com
sumber gambar: tedgioia.com

Ted Gioia, kritikus musik jazz dan sejarawan musik dari Amerika dalam bukunya The Jazz Standards: The Guide of Repertoire menyederhanakan pengertian musik dan penikmatnya di mana musik dan penikmatnya harus memiliki harmonisasi bukan caci maki, itu hal selera dan tidak boleh ada justifikasi hanya karena musiknya berbeda, 

Musik Jazz sendiri terbuka untuk siapapun bahkan musik jenis apapun, bisa dibuat jazz bahkan dikombinasikan. 

sumber gambar: tedgioia.com
sumber gambar: tedgioia.com

Makanan dan musik jazz. 

Tidak ada standar tertentu dalam penyajian menu, semua tergantung sumber daya alamnya dan manusianya, dan terpenting akses mendapatkan dan bisa mengolahnya. 

Sangat sederhana konsepnya bahan pangan, bisa diolah, layak dicicipi, laris oleh pengunjung, perut kenyang, profit meningkat dan musik jazz memberikan dampak pendapatan tambahan bagi warga sekitar, masyarakat gembira, pengunjung bahagia dan penyelenggara bangga telah mengelolanya acaranya. 

Ketika melihat perkembangan festival musik, terlebih musik jazz makanan dan minuman menjadi hal yang tidak bisa terlewatkan, karena hubungan makanan dan musik jazz ada yang namanya Brunch Jazz, istilah ini populer di komunitas jazz di negara-negara seperti Amerika, Prancis, Kanada, dan Inggris yang mendefinisikan konsep menu sarapan dan makan siang yang digabungkan sembari menikmati acara musik jazz untuk waktu santai atau sesi rehat ketika jam kerja. 

Ketika menikmati Ngayogjazz 2023, banyak sekali warga yang berjualan dengan kreasinya, dan hal ini tentang keterbukaan serta penerimaan akan olahan yang disajikan, sebagai penikmat musik jazz yang datang tentu saja tidak ada hal tempramental untuk mengkritisi mengapa sajian kulinernya demikian, itu hal santai yang tidak perlu dipermasalahkan bahkan diperdebatkan atas nama budaya, musik jazz bisa dinikmati ketika memahami secara historis tentang kesetaraan. 

sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Cerita Personal Menuju Ngayogjazz 2023

sumber gambar: dokumentasi pribadi
sumber gambar: dokumentasi pribadi

Karena acaranya di suatu dusun, tidak banyak umbul-umbul atau baliho yang terpasang, hanya sedikit saja namun ada untuk petunjuk singkat, yang menarik adalah tentang petunjuk warga:

"Tertib yo...parkir di lapangan Sawa, Ada ojek pangkalan/bisa jalan kaki, Ada Gapura bambu tulisane " Ngayogjazz", Lurus aja, dengar bunyi-bunyian...Nah itu panggung...Masjid, WC umum, jajan-jajan seputarannya tersedia wes..."

Saya pun menjawab: 

Yo matur nuwun, nggeh...(Bermaksud berterima kasih atas petunjuknya) dan saatnya berangkat dan lurus. 

Karena terlalu asyik menikmati suasana pedesaan saya pun terbawa dialek Jawa 

Ke mana toh iki, kuburan sopo iki? Ternyata saya kesasar. 

sumber gambar: dokumentasi pribadi
sumber gambar: dokumentasi pribadi

sumber gambar: dokumentasi pribadi
sumber gambar: dokumentasi pribadi

Tidak lama kemudian, bunyi-bunyian itu hadir, namun yang ada adalah suara adzan dan semua pagelaran dihentikan sejenak, dilanjut dengan upacara sambutan dan penampil pembuka di salah satu panggung, karena panggungnya tidak satu jenis namun ada tersebar di beberapa lokasi lain di Dusun Gancahan ini. 

Semua terlibat dan dilibatkan, karena yang tersekat-sekat menandakan takutnya dalam hal adaptasi, kompetisi, dan resiliensi sebenarnya hingga untuk berbaur pun kagok pisan euy. 

"Tapi tidak untuk pertunjukan yang diperuntukkan untuk masyarakat" 

Tentu saja, Ngayogjazz 2023 bisa disimak di kanal Youtube-nya: Ngayogjazz


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun