Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Career Switch : Dari Ahli Gizi, Gastronomist, hingga Peneliti Independen Antropologi Pangan

9 Juli 2023   13:37 Diperbarui: 11 Juli 2023   23:12 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.metrotvnews.com/read/kWDCOgEY-sembarangan-gunakan-anggaran-penanganan-stunting

Pengalaman Menjadi Ahli Gizi 

Saya Repa Kustipia, mantan ahli gizi yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan masyarakat dari sektor konsumsi dan kesehatan holistik, selama 5 tahun saya bekerja sesuai ijazah kuliah saya, tentunya dengan lowongan pekerjaan yang tersedia pada saat itu. Setidaknya ijazah saya bisa digunakan untuk memberikan apresiasi pekerjaan di bidang gizi. 

Namun, bidang ini bagi saya tidak memberikan percepatan karir apapun dan menutup berbagai kesempatan untuk bertumbuh serta cenderung membuat hati saya lebih sering menolak fakta di lapangan, ada banyak hal yang saya jumpai ketika menjadi ahli gizi yang bekerja di ranah klinik. 

Panca indera saya mulai diperlihatkan dengan pasien-pasien yang terlantar karena kekurangan pelayanan darurat, fasilitas ruangan hingga makanan dan tidak layaknya menu-menu pasien kelas non-VIP (Very Important Person) ketika saya mengantarkan beberapa menu walaupun bukan job desk saya, namun perlu diakui kekurangan sumber daya manusia memanglah sesuai dengan kecilnya anggaran atau ada suatu hal yang menyebabkan aliran dana tersendat untuk kepentingan pelayanan makanan pasien ? 

Itu silakan dibongkar saja oleh netizen yang budiman terhadap kinerja tenaga kesehatan yang penuh tekanan, tidak hanya ahli gizi bahkan hampir seluruh tenaga kesehatan dituntut memiliki ekstra tenaga dan mental yang tangguh. 

Saya memantapkan berhenti dari sektor gizi klinik, dan beralih pada gizi masyarakat dimana hal ini berkolaborasi dengan instansi non-pemerintah untuk menjalankan program pengentasan permasalahan gizi, saya senang pada sektor gizi masyarakat ini karena tanggung jawab saya sebagai ahli gizi tidak sedarurat ketika di sektor gizi klinik yang setiap harinya melihat aktivitas yang harus dihadapi dengan mental yang kuat, pemandangan pasien kecelakaan, pasien meninggal tanpa keluarga, pasien tanpa keluarga yang menunggui dan bertanggung jawab, anak-anak yang diinfus dan keluar dari ruangan kemoterapi , lansia yang menunggu anak-anaknya berkumpul diakhir ajalnya, serta jenazah yang tidak diambil untuk dikebumikan menjadi pemandangan situasi yang tidak ingin saya lihat kembali, karena jiwa saya sering tergetar seakan tidak siap dengan kenyataan ini. 

Sektor gizi masyarakat, walaupun gaji dan upahnya tidak serutin di sektor klinik, namun suasana baru saya rasakan,puncak saya merasa jenuhnya adalah ketika suatu program gizi dikorupsi dan itu dinormalisasi serta sudah biasa dilakukan asal tidak ketahuan, silakan dibaca saja berita-berita terbaru dari kabar sektor gizi, hal itu sudah saya temukan ketika saya berkuliah gizi ketika saya masih magang dalam status mahasiswa gizi yang belum lulus. 

Ketika melihat berbagai laporan keuangan instansi ketika saya magang dengan laporannya, rasanya pemasukan dan pengeluaran selalu janggal, memang tidak semua, namun jika ingin ada transparansi ya harus ada keterlibatan publik sebagai pengawasnya yang memang adalah kelompok penerima manfaat dari programnya, saya merasa berkhianat apabila saya melanjutkan pekerjaan yang penuh dengan kebohongan publik padahal permasalahan gizi adalah permasalah yang serius karena ujung tombak pertumbuhan kualitas manusia dimulai dari mulut yang mengunyah makanan yang akan dicerna dan disitulah fungsi makanan bekerja untuk dilanjutkan pada aktivitas kecerdasan berpikir dan bertindak. 

Saya memutuskan berhenti menjadi ahli gizi namun saya keluar bukan berarti saya abai pada hal-hal vital masalah gizi, justru saya jauh lebih berani dan lebih lantang namun masih dalam takaran tidak membabi buta untuk memantau sektor yang pernah menguras masa muda saya dengan penuh dedikasi. Saya beralih ke gastronomi, dimana hal ini sudah saya lakukan sejak lama karena gastronomi adalah turunan mata kuliah gizi dari gizi kuliner sub-bab menu global. 

Saya mulai serius dengan mendirikan wirausaha sosial di bidang gastronomi dan sistem pangan dimana saya terjun langsung belajar bagaimana agar makanan pokok untuk saya sendiri tidak mahal dan jika berlebih itu hak yang lainnya dan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi. 

Tujuan saya selalu pangan murah, karena saya sudah melihat langsung fakta yang terjadi pada permasalahan gizi yang ada baik dari segi klinik maupun masyarakat, permasalahan gizi adalah tanggung jawab bersama, saya harus melibatkan diri pada hiruk pikuk kebutuhan publik, setidaknya generasi selanjutnya sudah menikmati pangan berkualitas dan memiliki derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Saya percaya publik yang kompak adalah satu-satunya harapan untuk menjadi pemantau masalah ini. 

Pesan saya kepada publik (ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang menyediakan makanan, bapak-bapak yang menafkahi tanggung jawabnya, kakak yang memiliki adik-adik yang dalam proses tumbuh kembang, remaja yang sedang berjuang mengejar cita-citanya, para pengantin baru yang berencana memiliki anak dan sudah dianugerahi anak, dan kelompok-kelompok masyarakat terlepas dari status sosial dan latar belakang profesi : Ada program pemerintah yang mendukung kelangsungan hidup yang dititipkan kepada tempat pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, mulailah menanyakan hak-haknya seperti : makanan tambahan, jatah sarapan anak sekolah, tablet fe/zat besi, dan jatah-jatah untuk mendukung derajat kesehatan bangsa ini. Mulailah berliterasi bapak-ibu semuanya, ada hak yang harus dirasakan dan tidak boleh dikorupsi. Saya yakin kekuatan masyarakat yang bersatu menagih haknya, lama-lama akan terbongkar karena pandangan paling objektif hanya dari pihak publik karena tidak ada relasi khusus yang serumpun profesi. 

sumber gambar : https://www.metrotvnews.com/read/kWDCOgEY-sembarangan-gunakan-anggaran-penanganan-stunting
sumber gambar : https://www.metrotvnews.com/read/kWDCOgEY-sembarangan-gunakan-anggaran-penanganan-stunting

3 Pemuda/Pemudi dari Tasikmalaya Bekerja Untuk Gastronomi dan Sistem Pangan Pedesaan

Saya memutuskan kembali ke rumah untuk melakukan tradisi orang-orang terdahulu, sebagai orang sunda, prinsip-prinsip hidup orang sunda sudah saya lupakan dan tinggalkan ketika menjadi ahli gizi, bahkan saya terheran sendiri, saya yang dulunya makan itu mudah, ketika menjadi ahli gizi saya harus melupakan adab makan dan waktu makan, karena terlalu memikirkan orang lain untuk suatu pelayanan yang jika tidak dilaksanakan berbuntut : teguran, peringatan, dan pemecatan tidak hormat karena tidak menuruti job desk tambahan. 

Hal ini menjadi refleksi saya agar menjadi lebih mandiri dan terus membangun keyakinan untuk membesarkan gastronomi, walau berawal dari desa, tapi saya yakin dengan kekuatan sistem pangan pedesaan dan kekayaan budaya suku saya yaitu sunda, inilah harapan anak muda, bahwa orang-orang beradablah yang akan lestari karena : peduli pada ekologi, tidak mau mengkhianati ibu pertiwi karena pengajaran budaya untuk mencintai sesama bahkan makhluk hidup menancap di sanubari, hal ini tidak diterapkan pada disiplin keilmuwan modern yang saya temukan pada bangku kuliah, justru saya temukan pada masyarakat sunda yang hidupnya tidak ribet bahkan penuh rasa syukur. 

Inilah kedamaian dan ketenangan yang memang mahal harganya jika dinominalkan, orang sunda di pedesaan bahkan pelosok yang saya temui ketika pulang ke kampung halaman, walau tidak bergelar akademis, adabnya bisa mencerminkan cara bersikap humanis, tindak-tanduknya yang ikhlas dan pantang menyerah terlihat dari bagaimana memperlakukan sawah yang akan dibajak, kebun yang dirawat, lingkungan yang dibersihkan karena ada kehidupan lain yang harus dijaga habitatnya, bahkan berehan (tindakan sosialis tanpa mengenal harga yang ditujukan sebagai hadiah atau ingin memberi dari ketulusan hati), jika komunitas seperti ini berkumpul maka persoalan sosial yang dimulai dari perut keroncongan akan reda dan perlahan berhenti, disinilah yang perlu saya tingkatkan : hal-hal sosialis, humanis, dinamis, namun futuris yang tujuannya kualitas diri manusia secara kompleks. 

Inilah saya dengan kedua kolega saya yang merawat gastronomi dari pedesaan, dan pada akhirnya diberikan kesempatan lewat berbagai acara yang kami coba, kami merasa bangga pernah diliput UNESCO dan tidak menyangka, dimana inilah penyemangat dan pembuka jalan untuk gastronomi selanjutnya, dimana gastronomi adalah tentang makanan dan budaya yang selalu berkembang dan tidak stagnan karena setiap manusia punya daya cipta dan kreativitas. 

Dari gastronomi saya melihat kehebatan-kehebatan orang Indonesia secara utuh, kehebatan orang sunda yang menciptakan masakan dadakan yang sehat, kehebatan orang jawa meracik minuman tradisional yang bernilai gizi tinggi namun bernuansa lokalitasnya masih terjaga, kehebatan orang-orang Sumatera yang dengan lihai mengolah olahan daging, kepiawaian orang-orang Indonesia Timur dalam potensi tradisionalnya yang mengembangkan pengetahuan dan keterampilan lokal dalam meramu suatu hidangan yang bisa dinikmati bersama, bahkan kelompok diaspora (orang Indonesia yang tinggal di Luar Negeri) masih bisa memasak masakan Indonesia dengan keterbatasan bahan-bahan pangan dari berbagai negara, itulah Indonesiaku yang beragam rasa dan beragam budaya. Mengapa banyak sekali problema yang dimulai dari kegiatan konsumsi yang rapuh bahkan porak-poranda ? 

sumber gambar : https://www.instagram.com/gastrotourism_academy/
sumber gambar : https://www.instagram.com/gastrotourism_academy/
sumber gambar : https://en.unesco.org/creativity/news/women-cultural-entrepreneurs-bring-color-indonesias-heritage
sumber gambar : https://en.unesco.org/creativity/news/women-cultural-entrepreneurs-bring-color-indonesias-heritage

Peneliti Independen Antropologi Pangan 

Semenjak kuliah gizi saya sudah banyak melakukan magang mandiri untuk menambah keuangan karena ingin belajar wirausaha dan saya merasakan gaji dari satu pekerjaan yang tidak memiliki harapan baik bagi saya perlu dicari alternatifnya, dikampus sering diajarkan untuk berpikir kreatif dan kritis, maka selepas bekerja menjadi ahli gizi, saya mengambil asistensi pada peneliti senior di bidang sosial dan saya masuk untuk divisi antropologi budaya dan pangan termasuk mengurusi isu-isu gastronomi, lambat laun karir saya mantap di bidang antropologi pangan dengan spesialisasi ethnofood anthropologist (antropolog etnopangan). Saya mendapat banyak kesempatan yang mendukung kreativitas dan pendapatan. 

Bahkan saya mulai mengukir kebanggaan atas berbagai pencapaian semata-mata ingin menyuarakan kondisi sistem pangan tidak baik-baik saja lewat rumpun disiplin ilmu yang berbeda. 

Hari ini saya mengurusi berbagai aktivitas diseminasi pengetahuan dan keberpihakan pada masyarakat marjinal, isu-isu kelaparan, ketidakadilan pangan, kerusakan ekologi pangan, dan menyuarakan hak-hak petani atas ketertindasan dari berbagai regulasi, saya sudah tidak memikirkan bayarannya berapa, dari perjalanan dan pengalaman berganti karir nurani saya selalu terketuk pada keadilan dan kesetaraan untuk seluruh umat manusia karena kekayaan alam ini harus dibagi rata. Namun kapan ? Apakah harus menunggu masa depan yang dipikirkan agenda global di tahun 2030 dan 2045 ? Masa depan dibangun dan dibenahi dari hari ini dan esok, bukan ? 

sumber gambar : dokumentasi pribadi
sumber gambar : dokumentasi pribadi

 sumber gambar : https://www.fao.org/fsnforum/index.php/member/repa-kustipia
 sumber gambar : https://www.fao.org/fsnforum/index.php/member/repa-kustipia

I'm an Ethnofood Anthropologist ! Saya adalah seorang antropolog etnopangan, inilah banting setir profesi saya (career switch).  

9 Juli 2023 

Repa Kustipia yang menikmati fenomenologi hari ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun