Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengglobalkan Makanan Lambat Orang Sunda di KTT Sistem Pangan

4 Juli 2023   08:29 Diperbarui: 4 Juli 2023   08:37 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : dokumentasi pribadi

30 November 2020 adalah momen yang patut saya kenang karena menyuarakan beberapa komoditas makanan lambat dari lokasi saya tinggal yaitu Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebagai kelompok yang tergolong pemuda/pemudi hal ini menjadi keunikan sendiri karena nama etnis sunda disebut pada laporan hasil KTT Sistem Pangan yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rekomendasi diet global bahwa ada komoditas pangan lambat dari etnis sunda di Indonesia sana. 

Hal ini akan menjadi penyemangat terutama untuk terus melestarikan komoditas pangan asli yang biasa dikonsumsi oleh-orang-orang sunda terutama komoditas karbohidrat seperti : Talas hutan yang bisa diolah menjadi berbagai jenis kudapan, permasalahannya hanyalah kekuatan kreativitas untuk tetap berinovasi dalam keterbatasan apabila suatu teknologi belum mumpuni, namun kenikmatan konsumsi bukanlah dari seberapa makanan itu tersaji sempurna, ada keterikatan kenyamanan pada makanan yang dikonsumsi oleh etnis aslinya karena komoditas tersebut menjadi komoditas yang menjadi kebutuhan primernya, dan hal ini sebagai fondasi agar tidak ketergantungan pada nasi yang berasal dari beras, maka dari itu jika ekosistem biodiversitas orang sunda tergantikan untuk diganti menjadi : perumahan cicilan, maka produktivitas akan terganggu karena ada banyak species yang membantu mengelola ekosistem ini untuk keberlanjutan sistem pangan dari komoditas hutan sebagai sumber tanaman pangan yang belum cocok dibuat monokultur untuk kepentingan industri. 

Maka dari itu kekuatan etnis sebagai pelestari memang benar adanya, karena hanya orang-orang yang masih bersinergi dengan alam yang mengerti bagaimana alam ini bisa diolah tanpa saling melukai, karena ada hubungan timbal balik dimana itulah yang perlu dijaga kalau bisa dilestarikan agar berbagai generasi merasakan betapa nikmatnya merasakan rasa asli dari pangan yang didapatkan dari ketersediaan kekayaan alam, sayangnya prinsip dan ideologi pada identitas pangan asli ini, hanya sekadar wacana saja dan hanya untuk selebrasi karena banyaknya faktor pemengaruh yang jauh lebih cepat menghimpun konsumen untuk mendulang rupiah walau ekologi rusak, dampaknya sama : ekologi rusak, lahan hilang, dan pangan mahal dampaknya justru semakin tidak seimbang, beda lagi jika kecukupan akses pangan sebagai kebutuhan primer bisa disediakan oleh lingkungan, maka kehidupan manusia sejatinya hanya terfokus pada pengembangan diri yang jauh lebih berkualitas, bahkan akan banyak waktu menjalin hubungan sosial karena sudah tidak memikirkan : besok makan apa ? 

Poster yang digunakan ketika KTT Sistem Pangan 

sumber gambar : dokumentasi pribadi
sumber gambar : dokumentasi pribadi

Tautan keikutsertaan pada KTT Sistem Pangan, Laporan Umpan Balik Aksi, Pembicara Pasca KTT Sistem Pangan di Bappenas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun