Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Masa Depan Minuman Lahang Racikan Orang Sunda

2 Juni 2023   00:05 Diperbarui: 2 Juni 2023   19:20 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah menyeruput minuman lahang jika berkunjung ke daerah pegunungan ? perbukitan ? kampung adat sunda ? atau bahkan di tempat wisata pemandian air hangat kaki gunung di daerah Jawa Barat ? Biasanya banyak para penjual minuman lahang yang menawarkan untuk melepas dahaga. Penjualnya akan menggunakan lodong (tempat lahang disimpan yang terbuat dari bambu) dan ditutupi oleh daun kararas (daun pisang kering) dan dijual dengan takaran per gelasnya sekitar 250 cc/ml. Di Tasikmalaya sendiri minuman lahang bisa ditemukan di Tempat Wisata Pemandian Air Panas Citiis Galunggung. 

Lahang adalah minuman tradisional yang terbuat dari getah aren kemudian dipanaskan sehingga menimbulkan rasa manis dan disimpan di tempat dari bambu untuk bisa didistribusikan. Melihat dari manfaat lahang, sering dikaitkan dengan minuman isotonik tradisional, namun perlu diteliti kembali karena minuman isotonik harus mengandung elektrolit yang menggantikan energi setelah berkegiatan fisik. Untuk lahang sendiri biasa dikenal sebagai minuman tradisional khas sunda saja itu lebih tepat dan memberikan fungsi pelepas dahaga yang menyegarkan karena kandungan sukrosa (gula alami yang bersumber dari tumbuhan). 

Masa depan lahang selalu dikaitkan dengan keberadaan tempat wisata karena ekologinya cocok untuk mendekati target market yaitu pengunjung wisata, sedangkan untuk keseharian keberadaan lahang adalah hal yang jarang karena masih sulit ditemukan aksesnya, adapun di pasar tradisional hanya hari-hari tertentu saja para penjual lahang mampir di pasar dan mereka akan terus berjalan berkeliling untuk menemukan konsumennya atau para penikmatnya. 

Kesulitan berinovasi lahang adalah pada kemasan yang pas, karena lahang akan meledak ketika kurang udara, misalnya pengalaman saya membawa lahang dari tempat wisata dengan menggunakan tempat minum plastik yang tertutup di tengah jalan meledak, triknya adalah gunakan botol minum dan biarkan terbuka saja dan ketika sampai dirumah lahang dimasukkan ke lemari es, sehingga suhunya akan dingin, tidak akan meledak dan menambah cita rasa menjadi jauh lebih manis, segar, dan dingin. Itu adalah trik dari penjual lahang ketika mendapatkan banyak protes ketika konsumen membungkus lahang untuk dibawa pulang. Berbeda dengan jamu yang sudah tersedia produk kemasan kaleng, untuk lahang masih perlu tantangan dari segi pengemasan dan mempertahankan rasa otentik lahangnya karena kemasan aslinya adalah bambu dari warisan turun temurun. 

Lahang akan tetap eksis, apabila banyak peminatnya memposisikan lahang sebagai minuman berkhasiat, jika hanya dijadikan minuman tradisional biasa, lahang akan selalu tergerus dengan minuman-minuman segar lainnya yang jauh lebih menggoda iklan dan cara promosinya, pendekatan budaya pun diperlukan karena lahang berkontribusi untuk melestarikan pohon aren serta mengakomodir para pemanjat pohon nira/penyadap lahang sebagai kontribusi potensi pedesaan yang termasuk keahlian lokal, tidak melulu keahlian digital yang dibutuhkan untuk pelestarian yang mengandalkan teknik fisik manajemen sumber daya alam yang memanfaatkan komoditas pangan seperti ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun