Bisa sih hal-hal tradisional berkompetisi tapi harus banyak dukungannya dari berbagai pihak minimal dari para penikmatnya. Masalahnya para penikmat kuliner tradisional dan makanan yang tidak instagenic adalah para generasi terdahulu.
Hal ini karena generasi terdahulu amat sangat tidak ribet untuk masalah makan dan cita rasa, bahkan cukup dengan suhunya tersaji panas dan masih ngebul pada semangkuk soto kudus, itulah kenikmatan tiada tara. Hal ini juga karena usia pengguna instagram kebanyakan generasi muda.
Kopi dan minuman-minuman yang amat sangat estetik dan tidak peduli kualitasnya, kebanyakan memang membeli makanan atau minuman untuk kebutuhan fotografi bukan untuk kenikmatan gastro/perut/lambung.Â
Hal ini cukup membahayakan karena jika hal ini adalah gaya hidup, berapa pengeluaran makan dan minum untuk setiap menikmati makanan? Padahal ada banyak alternatif makanan dan minuman enak yang betul-betul dibutuhkan untuk fungsi pencernaan.Â
Makanan manis yang memang sayang disentuh, biasanya kue-kue dan kelompoknya, hal ini akan sangat fungsional untuk kepentingan pesta, karena akan mendukung tema acara, namun apabila dikonsumsi setiap saat dan menjadi ketagihan oleh generasi muda bahkan anak-anak?Â
Disitu ada komponen gula yang berlebihan dan memicu penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan gizi lain yang harga perawatan kesehatannya jauh lebih mahal daripada sakit biasa karena tata laksananya harus rutin, sedangkan tujuan makan bukan hanya untuk kenikmatan saja bukan?Â
Namun, untuk kesehatan juga agar fungsi tubuh maksimal sehingga manfaatnya terasa, misalnya memilih menikmati pisang ambon daripada pisang impor, khasiatnya jelas kalsium untuk fungsi tubuh dan menambah mood baik, memakmurkan petani lokal, dan bisa diolah menjadi sajian nikmat lainnya, memang tampilannya akan tidak instagramable atau bukan instagenic food. Namun manfaatnya memiliki nilai yang tidak sebanding dengan nilai tombol "like and share" pada media sosial.
Jadi, Ga Boleh Nih Posting Posting Makanan Estetik?Â
Tentu saja itu menjadi kebijakan pengguna Instagram, namun hidup itu tidak selalu berlandaskan standar media sosial dan realita hiduplah yang akan membawa keberkahan dan kenikmatan sebenarnya, apalagi jika kekuatan finansial belum mampu sampai dalam hal-hal estetika, dan mulailah memposting sesuatu bukan untuk estetika saja namun ada suatu nilai yang ditunjukkan bagi publik, jadi tidak terdapat ketimpangan lagi.Â