Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hai, Pemangku Kebijakan Pangan! Belajarlah dari Mafia Pangan

18 Februari 2023   07:05 Diperbarui: 18 Februari 2023   19:00 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara sederhana, mafia merupakan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Dan Pangan menurut UU Pangan No. 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Betapa ironis, area kekuasaan produksi dan distribusi diambil alih oleh para mafia pangan, yang tajir bukan pemerintah tapi segelintir kelompok dimana inilah kekuasaan roda perekonomian sektor pangan, akhirnya konsumen yang hanya berkepentingan pada kegiatan konsumsi dibebankan memikirkan hal-hal yang dalam bayangannya "kirain udah disortir dan dipilih yang terbaik". 

Belajarlah dari mafia pangan dalam mengatasi lonjakan harga pangan, pelajari kembali stabilitas harga, sesekali turun lapang diskusi dengan para petani dan buruh tani, simak suka dukanya dan berikan haknya, di Armenia sana (Silakan simak Global Food Security and Covid-19 Recovery) pemerintah itu mendampingi para petaninya dan memberikan dana macam-macam, karena armenia adalah pengekspor gandum, maka pemerintahnya mendampingi dan rela membantu dalam praktiknya. 

Mafia pangan menguasai peta distribusi pangan, bahkan memiliki data produksi produsen, dan mereka secara senyap mensortir kualitas komoditas terbaik untuk dilabeli kualitas ekspor dan negara lain yang menikmatinya, akibatnya komoditas di dalam negeri kualitasnya menengah dan biasa saja dengan harga tinggi, dan digempur komoditas impor yang disetujui karena kebijakan yang tidak relevan dengan keadaan, saking minim data empirik. 

Mafia pangan adalah pemodal ulung yang hartanya ga akan habis, karena bermain pada kartel (sekelompok perusahaan besar dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu), dananya mampu memberikan harga tutup mulut para birokrat yang oleng oleh setitik kenikmatan sesaat, tapi meninggalkan dampak sosio-ekonomi berjilid bagi setiap generasi. Bahkan melacak nama-nama mafianya pun "yo ndak mampu".

Mafia pangan punya tim solid dari kelompok kuli angkut sampai kelompok tertinggi, jangan heran jika informasi kecil, spele, dan nyeleneh siap tanggap, dan lihatlah hasil dari informasi arus utama itu, meledak di pasaran. 

Contohnya saja ketika komoditas semangka tanpa biji, tentu saja mafia pangan sudah mengetahui terlebih dahulu informasi ini bahwa ada semangka tanpa biji (partenokarpi) yang harganya lebih kompetitif, akhirnya diambil alih perusahaan pertanian untuk menentukan harga pasok dan membombardir semangka biasa dengan biji banyak yang memang tidak diminati, masalah biji semangka saja menjadi lahan bisnis. Apalagi komoditas pangan yang terpola ? 

Pesan dari orang awam sebagai konsumen kepada para birokrat, saingilah mafia pangan dan turun lapang agar mengetahui kondisi pasar sebenarnya, sesekali menginaplah 1 minggu di rumah orang miskin yang kesulitan cari makan, agar mengetahui dan mengevaluasi kebijakan yang dibuat itu demikian faktanya. 

Indonesia masih punya waktu berbenah, tinggal keseriusannya saja dan jadikan rakyat sebagai kolaborator program pemerintah, bukan memusuhi rakyat. Indonesia masih negara gotong royongkah untuk berbagai kedaulatan ? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun