Kamis, 16 Februari 2023 adalah hari Antropologi Sedunia, sebagai kiprah peneliti independen yang afiliasinya masih direndahkan sesama kerabat (kerabat adalah panggilan sesama antropolog).Â
Karena bukan dari keilmuan antropologi, memberanikan diri mengadakan dialog sistem pangan dengan platform dari PBB bernama UN Food Systems.Â
Dialog sistem pangan ini berjudul Perspektif Antropologi Pangan: Etnopangan dan Etnobotani dengan konvenor atau penyelenggara dari Pusat Studi Independen Antropologi Pangan yang bersekretariat di pedesaan, Jawa Barat.Â
Pusat Studi Independen Antropologi ini terbentuk karena ketidakpuasan mata kuliah antropologi gizi dan pangan yang tidak mendalam, dan mata kuliah antropologi selalu mampir pada program studi apapun baik pada rumpun sosial atau bukan, jadi ketika antropologi lain bermunculan, harusnya diberikan apresiasi dan bukan dikritisi tubuh afiliasinya, namun sejauh mana kiprahnya dan keinginannya dalam mengembangkan antropologi yang diminatinya. Terlebih antropologi pangan.Â
Terlalu jauh apabila masyarakat Indonesia ingin belajar antropologi pangan harus ke Inggris, Amerika, Australia, Selandia Baru, dengan paradigma Khas Barat, namun ketika kembali ke Indonesia dinamika sosialnya sudah berbeda. Mengapa tidak antropolog pangan dari medan mengkaji pangan di Bali ? Antropolog pangan dari Papua mengkaji pangan di Jawa Barat ? Itulah silang budaya jika ingin berbicara Indonesia dalam perbedaan.Â
Karena menilik antropologi pangan di Amerika bahasannya akan sangat liberal seperti : sarapan para lesbian, snack favorit LGBT+, Petani transgender, apakah hal demikian yang perlu diterapkan di Indonesia dalam perspektif pangan dan gender? Dimana ketersediaan pilihan agama di Indonesia saja masih ada 6: Islam, Protestan, Katolik, Buddha, Hindu dan Konghucu.Â
Hal tersebut masih amat sangat sensitif menjadi dialog masa kini karena kontradiktif dengan kebiasaan masyarakatnya yang tidak biasa memandang perbedaan pendapat dari satu individu dan kelompok.Â
Antropologi pangan dari Inggris, membahas hal-hal kerajaan monarki, memangnya Indonesia tidak punya? Akan sangat menjadi potensial apabila menu-menu kerajaan dari Indonesia disajikan kembali dengan transformasinya, tidak hanya cerita budaya bahwa makanan ini sajian para raja, hari ini sudah tahun 2023 sajian apapun ketika dibuat komersil itu bisa dinikmati oleh pembelinya.Â
Antropologi pangan dari Australia, selalu memperlihatkan hasil teknologi pertaniannya dan kecanggihan industri pangannya, tentunya dengan harga yang tidak terjangkau bagi pendapatan orang-orang Asia, apalagi UMR beberapa daerah di Indonesia, hal ini akan selalu bertentangan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Karena begitu banyak ketimpangan dari masalah nominal dan kepemilikan.Â