Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pastoralisme: Pengetahuan Lokal Pemeliharaan Ternak untuk Ketersediaan Pangan

13 Januari 2023   09:30 Diperbarui: 13 Januari 2023   12:18 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa harga daging sapi hari ini untuk 1 kg  ? Mau dimasak apa ? Semur ? Pindang ? Krecek ? Soto Daging ? Balado ? Atau berapa harga daging kambing hari ini yang sudah tinggal santap berupa sate kambing atau kambing guling ? gule kambing ? Apakah harga-harga kuliner daging masih dirasa berat untuk dijangkau oleh individu ? 

Akses dan ketersediaan pangan sumber protein hewani dan lemak ini, terkadang harus disiasati dari sistem peternakannya, karena berbicara olahan daging adalah berbicara sumbernya dimana untuk mendapatkan daging yang pas untuk olahan bahan pangan, tentunya bukan daging ternak yang masih brojol kan ? 

Disitu ada fase perkembangbiakan dan pertumbuhan,hingga siap potong. Ini makhluk hidup yang perlu diurusi agar memberikan manfaat yang bisa dirasakan oleh penikmat daging terlebih olahan daging dari Indonesia itu banyak sekali ragamnya, sampai-sampai bingung kan mau makan apalagi ? bahkan ada yang sampai pusing saking terlalu banyak konsumsi daging. 

Tapi, fenomena yang terjadi di pasar lokal dan swalayan, harga daging masih dirasa cukup mahal kalau mencapai ratusan ribu, coba hitung saja jika 1 keluarga hanya berpendapatan harian 300 ribu rupiah per harinya, dan langsung dibelikan daging 1 kg yang mencapai Rp. 130.000-170.000 itu sudah mengurangi jatah kebutuhan lainnya dalam rumah tangga. 

Memang harga daging di pasar global juga selalu naik, karena adanya penyempitan lahan untuk mengurusi peternakan, atas nama developmentalisme (Shohibul Umam, 2022) menyatakan bahwa : 

Developmentalisme merupakan wacana ekonomi dan politik yang tidak ada habisnya menjadi sebuah perdebatan di dalam lanskap pemikiran pembangunan di Indonesia. 

Developmentalisme yang terlihat adalah pembangunan infrastruktur yang digenjot habis-habisan namun kebanyakan tidak selesai dan diluar batas perencanaan bahkan ada yang tidak berguna sama-sekali karena tidak memikirkan akomodasi praktisnya sehingga tidak mudah dijangkau. 

Mengapa tidak membangun imunitas masyarakat lewat makanan saja, rasanya kekebalan dan daya tahan masyarakat lebih penting untuk menopang : kecerdasan, terbebas dari berbagai penyakit, kegembiraan, kebahagiaan, dan rasa kenyang. 

Masihkah percaya bahwa good food for good mood ? 

Jika masih memiliki harapan ini, menyediakan protein dan lemak yang nikmat adalah keharusan bagi warga negaranya, kenikmatan menyantap daging seakan-akan memanjakan yang menyenangkan, itu karena kandungan lemak dan protein bekerja sama dalam memberikan fungsi bagi tubuh manusia. 

Sebagai kilas balik sistem peternakan, ada yang namanya : Pastoralisme 

Andy Catley dalam bukunya Pastoralism and Development in Africa: Dynamic Change at the Margins, mendefinisikan bahwa pemeliharaan ternak ini secara tradisional, digembalakan, diberi makan dari padang rumput atau sabana, species ternak adalah lokal yang terbiasa beradaptasi dengan lingkungan. 

Hasilnya mengurangi kemiskinan karena setiap orang beternak dan secukupnya untuk kebutuhan. 

Pastoralisme meningkatkan produktivitas, keberlanjutan dan kesejahteraan hewan dan tidak terburu-buru memenuhi stok industri untuk makanan awetan dimana produksinya harus dalam jumlah besar bahkan memperlakukan hewan dengan cara paksa dimasukkan dalam mesin pengolah. Tidak ada kasih sayang dan tidak ada perawatan.

Pastoralisme dan Peternak Lokal di Jawa Barat 

Sumber gambar: dokumen pribadi 

Pastoralisme ini sering dijumpai di Jawa Barat dengan mengandalkan pesisir pantai, bukit, kebun, sawah, untuk menggembalakan hewan ternaknya dan untuk masalah pakan tambahan pabrikan tidak terlalu ketergantungan, artinya alam dan ekologi yang tepat sudah bisa menyediakan ketersediaan pakan ternak, lantas apakah fenomena ini harus tergerus oleh tergantikannya lahan-lahan subur untuk kepentingan bisnis yang tidak bisa seimbang dengan pertumbuhan penduduk ? 

25299328-10208189677977979-2665263133415347516-n-63c0c20608a8b54aed6029b3.jpg
25299328-10208189677977979-2665263133415347516-n-63c0c20608a8b54aed6029b3.jpg

sumber gambar: dokumen pribadi 

Pastoralisme dan Kontribusinya Bagi Ekologi 

1. Penyeimbang krisis iklim

Ekosistem yang terjaga karena ada aktivitas penggembalaan tradisional tidak akan begitu saja dijual murah untuk kepentingan industri dan masyarakat atau penduduk pun akan berkegiatan menggembala karena merasakan manfaatnya selain untuk ketersediaan pangan pribadi, bisa untuk menambah pemasukan apabila hasil ternaknya terjual dan beranak. 

2. Membuka Kesempatan Kerja Harian 

Semenjak pandemi, kemewahan yang bisa dirasakan adalah tetap berpenghasilan dan hidup terjamin, namun tidak bagi buruh harian yang mengandalkan majikan yang memberikan upah. Jika pastoralisme hadir kembali, maka pekerjaan penggembala harian akan diperhitungkan, karena tidak hanya mengurusi, hewan ternak perlu digembalakan dan jika upahnya sesuai maka ini akan menjadi pekerjaan alternatif, tidak melulu bekerja menghadap laptop diruangan yang sumpek kan ? Pekerjaan lapangan seperti ini ternyata punya potensi juga ? apalagi untuk pekerja yang memang menyukai dunia peternakan. 

3. Hemat Pengeluaran Pakan Ternak 

Alam sudah menyediakan semuanya dan manusia bertugas mengolahnya agar menjadi manfaat untuk semua makhluk, maka dari itu manusia diberikan kecerdasan, jika hal-hal organik selalu menjadi pasar yang menggiurkan maka hewan ternak dengan pastoralisme akan memiliki daya saing yang kompetitif, ini hanya tentang sosialisasi dan edukasi produk dan legalitas merk. Anggaran pakan ternak itu lebih mahal dari makanan manusia jika kualitasnya premium, namun pastoralisme hewan ternak makan dengan insting dan mencari pakan terbaik dari ekosistem. 

4. Melestarikan alam dan Meningkatkan Kesejahteraan Hewan 

Adanya kehadiran penggembala tradisional akan menghidupkan lagi biodiversitas hutan dan ekosistem lainnya karena menyambungkan kembali rantai makanan (food chain) secara alami, dan pembangunan akan ditunda karena ada kehidupan di dalam hutan yang jika dihilangkan secara paksa, maka akan terjadi konflik sosial tentang lahan. Mengenai kesejahteraan hewan, tentunya sebagai penggembala tradisional, hewan ternak mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik bahkan berkembang biak sesuai fasenya sehingga kualitas dagingnya pun berkualitas karena bukan dari ternak dalam keadaan stress yang dipotong paksa bahkan dilolah paksa. Seperti manusia saja yang ingin dimanusiakan, begitu juga hewan ternak ada hak-hak yang perlu diperhatikan, selain untuk kualitas produknya, namun sebagai timbal balik berterimakasih pada makhluk lainnya yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun