Membicarakan rempah-rempah tentu saja dimulai dari obrolan sederhana yaitu bumbu dapur, namun perjalanan dan sejarahnya tidak sesederhana produknya sekarang yang mudah didapatkan dengan segala macam kemasan, olahannya dan klaim khasiatnya.Â
Sebenarnya, mengapa disebut dengan rempah-rempah ?Â
Rempah-rempah digambarkan berupa buah, biji, yang memiliki akar, berbalut oleh kayu, memiliki zat berkhasiat bagi pengobatan, dan bisa berfungsi menambah cita rasa masakan (yang kini dikenal sebagai istilah bumbu), dan memiliki warna pekat baik itu yang dikeluarkan oleh daunnya, bunganya, batangnya, atau bijinya.
Fungsi rempah-rempah pada awalnya digunakan sebagai pengobatan, perlengkapan ritual kepercayaan, komposisi inti dari bahan kosmetik dan pewangi tubuh dan ruangan (sekarang dikenal sebagai parfum) karena rempah-rempah dapat menghasilkan aroma wewangian yang membuat orang tertarik (J.Innes Miller, The Spice Trade of the Roman Empire).Â
Dalam transaksionalisme yang mengarah pada hubungan sosial dan sikap individu, komoditas bisa menjadi penukar sesuatu yang bernilai, tidak perlu terlalu jauh membahas kejayaan kerajaan karena hal ini jarang dipublikasikan.Â
Namun bisa dilihat dari harga rempah-rempah yang dijual dengan harga tinggi dan sebanding dengan harga komoditas daging. Hal ini ada kesenjangan dimana rempah-rempah yang berasal tumbuhan, harganya bisa melebihi daging yang pada saat itu memang cara mendapatkannya hanya dengan diburu dan beternak tradisional. Hal ini terjadi Eropa secara historis.
Komoditas rempah-rempah yang populer adalah : kayu manis, lada hitam,pala,ketumbar,kunyit, kayu manis,jinten, jahe, cengkeh, saffron, spikenard, lengkuas, dan kemukus, allspice, cabai, vanila, cokelat, adas, tanaman sesawi (moster), cabai rawit, cabai chimayo, cassia (kayu manis cina, yang digunakan kuncupnya), galangal, asafeotida (minyak oleoresin, digunakan untuk obat lambung, rasanya asam), adas, juniper, timi, ketumbar, mint,marjoram, siphion/laser/laserwort, oregano, sumac, dan daun kari.
Sedangkan 10 komoditas rempah-rempah unggulan dari India masih mengandalkan : Lada hitam, kapulaga, kayu manis, cengkeh, garcinia, jahe, pala, paprika, kunyit, dan vanila. Karena India merupakan penghasil rempah-rempah terbanyak (Konsil rempah-rempah India).Â
Bagaimana dengan imperialisme ?Â
Tidak perlu sulit untuk menyelidiki sederhana kaitannya komoditas rempah-rempah dengan imperialisme, sedangkan imperialisme secara sederhana mendefinisikan upaya pengendalian pemerintahan negara lain dengan tujuan menguasainya/berkuasa agar mendapat keuntungan dari negara yang dikuasainya atau dijajahnya.Â
Contoh pengaruh imperialisme yang tertarik pada komoditas rempah-rempah di Asia Tenggara salah satunya adalah Indonesia (Nusantara) dengan pulau incarannya adalah Pulau Maluku. Bahkan ada buku tersendiri yang menceritakan tentang eksotisme rempah-rempah sampai-sampai ingin ditukar dengan Manhattan (New York, Amerika Serikat) yang ditulis oleh jurnalis Inggris, Giles Milton. Komoditas menggiurkan itu adalah pala.Â
Sedangkan bahasan erotisme, dimulai dari dari bangsa-bangsa arab, The poetics of spice: romantic consumerism and the exotic secara singkat menjelaskan fungsi beberapa rempah-rempah di daerah tersebut digunakan untuk keperkasaan (bisa dibilang ramuan obat kuat) yang bertujuan sebagai daya pikat pada putri-putri sultan di Jazirah arab, sehingga rempah-rempah adalah komoditas premium.Â
Bahrt dalam bahasa arab berarti rempah-rempah yang mengacu pada kombinasi rempah-rempah dengan perpaduan dari lokasi penghasilnya dan saat ini baharat difungsikan bukan sebagai obat kuat saja namun sebagai bumbu masak yang dominasinya menggunakan komoditas : lada hitam, kapulaga, jinten, cengkeh, ketumbar, kayu manis, pala, dan paprika.
Bagaimana dengan rempah-rempah hari ini ? adakah fungsi lain yang berpengaruh menjadi suatu fenomena selain fenomena melonjaknya harga-harga komoditas ? Indonesia jika berdaulat dalam perdagangan tembakau bisa menjual narasi budaya dan kekuatan historisnya, namun kembali lagi, seberapa kuat pertanian rempah-rempah di Indonesia bisa bertahan ? Karena kompetitor yang memiliki Konsil riset rempah-rempah yang terus melakukan penelitian rempah-rempah adalah India.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H