Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rempah-Rempah: Transaksionalisme, Imperialisme, dan Erotisme

9 Januari 2023   06:52 Diperbarui: 9 Januari 2023   07:24 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membicarakan rempah-rempah tentu saja dimulai dari obrolan sederhana yaitu bumbu dapur, namun perjalanan dan sejarahnya tidak sesederhana produknya sekarang yang mudah didapatkan dengan segala macam kemasan, olahannya dan klaim khasiatnya. 

Sebenarnya, mengapa disebut dengan rempah-rempah ? 

Rempah-rempah digambarkan berupa buah, biji, yang memiliki akar, berbalut oleh kayu, memiliki zat berkhasiat bagi pengobatan, dan bisa berfungsi menambah cita rasa masakan (yang kini dikenal sebagai istilah bumbu), dan memiliki warna pekat baik itu yang dikeluarkan oleh daunnya, bunganya, batangnya, atau bijinya.

Fungsi rempah-rempah pada awalnya digunakan sebagai pengobatan, perlengkapan ritual kepercayaan, komposisi inti dari bahan kosmetik dan pewangi tubuh dan ruangan (sekarang dikenal sebagai parfum) karena rempah-rempah dapat menghasilkan aroma wewangian yang membuat orang tertarik (J.Innes Miller, The Spice Trade of the Roman Empire). 

Dalam transaksionalisme yang mengarah pada hubungan sosial dan sikap individu, komoditas bisa menjadi penukar sesuatu yang bernilai, tidak perlu terlalu jauh membahas kejayaan kerajaan karena hal ini jarang dipublikasikan. 

Namun bisa dilihat dari harga rempah-rempah yang dijual dengan harga tinggi dan sebanding dengan harga komoditas daging. Hal ini ada kesenjangan dimana rempah-rempah yang berasal tumbuhan, harganya bisa melebihi daging yang pada saat itu memang cara mendapatkannya hanya dengan diburu dan beternak tradisional. Hal ini terjadi Eropa secara historis.

Komoditas rempah-rempah yang populer adalah : kayu manis, lada hitam,pala,ketumbar,kunyit, kayu manis,jinten, jahe, cengkeh, saffron, spikenard, lengkuas, dan kemukus, allspice, cabai, vanila, cokelat, adas, tanaman sesawi (moster), cabai rawit, cabai chimayo, cassia (kayu manis cina, yang digunakan kuncupnya), galangal, asafeotida (minyak oleoresin, digunakan untuk obat lambung, rasanya asam), adas, juniper, timi, ketumbar, mint,marjoram, siphion/laser/laserwort, oregano, sumac, dan daun kari.

Sedangkan 10 komoditas rempah-rempah unggulan dari India masih mengandalkan : Lada hitam, kapulaga, kayu manis, cengkeh, garcinia, jahe, pala, paprika, kunyit, dan vanila. Karena India merupakan penghasil rempah-rempah terbanyak (Konsil rempah-rempah India). 

Bagaimana dengan imperialisme ? 

Sumber gambar: google books 
Sumber gambar: google books 

Tidak perlu sulit untuk menyelidiki sederhana kaitannya komoditas rempah-rempah dengan imperialisme, sedangkan imperialisme secara sederhana mendefinisikan upaya pengendalian pemerintahan negara lain dengan tujuan menguasainya/berkuasa agar mendapat keuntungan dari negara yang dikuasainya atau dijajahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun