Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dari UU Pangan ke UU Cipta Kerja, Sekarang Jadi Perppu Cipta Kerja, Apa Kabar Konstitusi Pangan Indonesia?

6 Januari 2023   16:16 Diperbarui: 6 Januari 2023   16:25 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: peraturanbpk.go.id

Lantai dimana mitigasi atau penyelamatan dari carut marutnya kenaikan harga pangan ini dan kebijakan yang mana yang mengarah pada pemulihan atas ketimpangan dan permasalahan yang terjadi pada sektor pangan secara luas, sedangkan diakhir pada pasal 134 hanya menurunkan harga denda saja menjadi 2 Milyar itupun diberatkan pada pelaku pelanggaran produksi pangan olahan.

Pasal 134 : Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan, cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dan yang mengakibatkan timbulnya korban / kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Permasalahannya tetap kembali  : Uang darimana jika semuanya lalai dalam hal ini ? Memangnya keamanan pangan sudah begitu komprehensif dan teruji maksimal ? Sudahkah 0% kejadian keracunan pangan dan teratasi ?

Apakah tidak ada sosialisasi terlebih dahulu dan mencoba berbagai edukasi, itupun kalau ingin edukasi tidak semua masyarakat Indonesia bisa mengerti bahasa Indonesia, ada bahasa daerah, dimana untuk menyampaikan Undang-Undang yang dianggap sebagai bentuk konstitusi yang sah dibuat harus bisa merangkul semua pihak dan memberikan kesan yang betul-betul memberikan perlindungan atas arahan dan aturan yang berlaku. 

Bukan membuat seakan-akan seperti senjata mematikan yang akan menimbulkan konflik pemahaman, itu sudah keluar dari fungsi konstitusi jika melihat definisi dari Sir Kenneth Clinton Wheare dimana Konstitusi berfungsi untuk mengatur dan memberikan arahan, tentu saja untuk kebersamaan meraih kepuasan dari seluruh masyarakat Indonesia.

Masyarakat akan bangga sekali pada pemerintah yang berhasil membawa kesejahteraan dan berani menyampaikan urgensi yang transparan dan menerima kritik yang membangun. Pada akhirnya generasi selanjutnya yang akan merasakan perjuangan atas problema yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun