Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Meneropong Agenda 2030 Komoditas Pangan Kunci

5 Januari 2023   13:48 Diperbarui: 8 Januari 2023   08:13 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan demi pertemuan sudah terlewati dan terselenggara dengan banyaknya laporan dengan visi misi yang memberikan pesan tentang masalah pembangunan berkelanjutan terlebih semua konsensus (kesepakatan bersama) yaitu tidak ada kelaparan sebagai dasar dari kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya. 

Namun, bagaimana hasil konsensus ini merumuskan dan menentukan komoditas pangan kunci untuk masa depan yang masih terlampau jauh jika proyeksinya di tahun 2030. 

Ya, itulah agenda pangan global yang targetnya jangka panjang karena melibatkan pertanian dalam arti luas memang tidak bisa dimonitoring secara cepat dan instan. 

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan disiapkan bersama-sama, artinya tidak harus petani, peternak, pemerintah yang bekerja di sektor pangan dan pertanian. 

Tapi setiap individu juga bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan dan ketersediaan pangannya dalam skala kecil. Karena situasi ekonomi memanglah fluktuatif terlebih selepas pandemi. 

Agenda 2030 Komoditas Pangan Kunci dimulai dari tujuan karena permintaan pertanian yang melambat di waktu mendatang karena lahan pertanian akan bersaing dengan lahan pemukiman yang terus bertambah serta jumlah penduduk yang semakin banyak. Sedangkan pangan itu ada pangan pokok dan ada pangan pilihan. 

Pangan pokok (pangan dengan konsumsi terbanyak dan biasanya mengenyangkan karena ada kandungan karbohidrat yang berfungsi untuk menambah tenaga)

Pangan pilihan (pangan alternatif atau tambahan yang dikonsumsi sesekali atau bukan yang utama, bahkan dijadikan pangan cadangan). 

Yang perlu disiapkan menurut agenda pangan global untuk proyeksi 2030 adalah pendapatan tambahan untuk membeli atau menukar pangan, karena preferensi budaya, diet, pilihan pangan lokal dan global akan bercampur disebabkan tingginya permintaan dan berubahnya kebiasaan aktivitas harian setiap individu. 

Lebih baik diakali dari sekarang untuk menyiapkan ketersediaan pangan pokok dan pilihan, minimal punya pegangan untuk panen singkat hanya untuk jangka pendek dan mulai memanfaatkan lahan minim untuk berkebun, beternak, atau memelihara dan budi daya berbagai jenis protein hewani dari rumah. 

Jika kerepotan dari rumah bisa mulai beregu saling gotong royong. Terdengar seperti merepotkan, namun itulah fakta yang harus diterima bahwa di masa depan lahan yang menghasilkan pangan akan berkurang. 

Semakin ketatnya perdagangan internasional akan sangat dinamis dalam pergerakan dan perubahan ketahanan pangan suatu daerah atau suatu negara, sedangkan impor pangan secara besar-besaran akan membunuh perlahan mata pencaharian pedesaan dan menghilangkan budaya berterimakasih pada alam, karena sering dikecewakan tengkulak dan mafia pangan. 

Hal-hal kritis yang perlu diwaspadai dalam perubahan ini adalah cuaca, penyakit dari hewan dan tumbuhan dan memberikan efek sakit pada manusianya, terlebih masuk kategori bahan pangan dan olahan pangan.

Konsumen pangan di negara-negara berpenghasilan menengah diproyeksikan untuk meningkatkan asupan makanan mereka secara signifikan, sementara pola makan di negara-negara berpenghasilan rendah sebagian besar tidak akan berubah (OECD-FAO). 

Sedangkan melihat komoditas pangan kunci yang masuk kategori pangan global terdiri dari: 

1. Sereal

Sumber: Unsplash.com
Sumber: Unsplash.com

Secara global sereal terdampak pandemi secara makro dan mengakibatkan harga gabah meningkat dan berdampak pada inflasi makanan di beberapa negara dan berpengaruh pada ekonomi dan akses pangan berkualitas. 

Namun, untuk Indonesia konsumsi sereal masih tinggi dan impor (FAO). Hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan makanan pokok dan pilihan yang harus sudah mulai beragam dan dibiasakan. 

Karena, seiring berjalannya waktu akan ada pergeseran kebutuhan makanan pokok, kecuali Indonesia memperkuat komoditas makanan pokok yang sudah lumrah seperti beras. Tidak hanya itu jika bertahan di beras, otomatis harus ada pendamping komoditas pangan lainnya yang berfungsi sebagai lauk-pauk. 

2. Biji yang menghasilkan minyak. 

Sumber: unsplash.com
Sumber: unsplash.com

Bahan baku minyak juga fluktuatif karena adanya tanaman minyak global sedangkan persediaan terbatas, sehingga permintaan tinggi dan dipengaruhi kuliner atau hidangan dengan teknik penggorengan semakin diminati dan setiap negara pasti memiliki jenis olahan pangan yang digoreng. 

Termasuk impor minyak kedelai dari China akan menghiasai rantai perdangangan pangan karena isu minyak nabati akan lebih populer bagi konsumen yang mengutamakan kesehatan dan sedang berada dalam diet. 

Dalam antisipasi dan mengakali keberadaan minyak untuk menggoreng olahan pangan, Indonesia sedikit akan terganggu dan masih ketergantungan, karena camilan dan kudapan serta kuliner kekinian dan makanan oleh-oleh kebanyakan digoreng teknik pengolahannya, contohnya sesuatu yang dibuat keripik. 

Belum berpikir pada teknik pembuatan kripik dengan cara divakum (tidak menggunakan minyak, namun terkendala biaya teknologi, peralatan dan lahan penyimpanan yang merogoh dana yang tidak akan terkejar oleh pedagang atau pengolah makanan skala mikro). 

3. Gula 

Sumber: unsplash.com
Sumber: unsplash.com

Peranan gula ternyata sangat penting pada pangan global, walaupun gaya hidup sehat seperti penurunan konsumsi global terjadi di masa pandemi, namun adanya pembatasan distribusi gula menentukan pasokan ke konsumen yang melambat sehingga terjadi pergeseran harga yang cenderung akan selalu naik dan berhubungan dengan ongkos bahan bakar distribusi pangan tidak lagi murah. 

Untuk Indonesia sendiri jika melihat dari hal paling kecil dan paling sering dijumpai adalah produk minuman manis yang marak menjadi bisnis yang menggiurkan dan rata-rata mengandung gula tinggi jika dikonsumsi. 

Ketergantungan pada gula bisa mulai beralih pada pemanis lain misalnya saja bisa mulai melirik pada stevia, madu, gula batu, dan gula kundur sebagai pengganti gula dalam skala terkecil dan konsumsi harian. 

Hal ini untuk membiasakan agar tidak selalu bergantung pada gula. Mulailah meminimalisir cita rasa manis pada makanan atau minuman, selain menghindari risiko diabetes, harga gula semakin mendekati harga protein hewani. 

Penampakan serbuk stevia di pasaran: 

Sumber: biggo.id/bubuk stevia
Sumber: biggo.id/bubuk stevia

Sumber: alodokter.com
Sumber: alodokter.com

Penampakan gula kundur: 

Sumber: tokopedia/xiao2shop
Sumber: tokopedia/xiao2shop

4. Daging dan Susu 

Sumber: unsplash.com
Sumber: unsplash.com

Pengimpor daging dan susu mendapatkan dampak dari pandemi karena daya beli masyarakat dunia berkurang pada daging sehingga produk daging yang beredar di pasaran harus berkompetisi dengan harga distribusi dan apabila tidak laku di pasaran pengusaha daging akan merugi. 

Dalam mensiasati produk daging yang berkurang dan akan menjadi mahal. 

Rasanya perlu kreativitas dalam membuat olahan daging dan susu agar masa simpannya panjang, dan disinilah sebagai seorang individu harus sudah memiliki keterampilan memasak dan mengolah, setidaknya punya kemampuan dapat menyimpan sumber protein hewani untuk melengkapi gizinya. 

Bisa menggunakan teknik pengolahan tradisional seperti pembuatan abon, rendang kering, atau dibuat pra-olah seperti makanan beku. 

5. Ikan 

Sumber: unsplash.com
Sumber: unsplash.com
Ikan menjadi alternatif protein hewani yang harganya di bawah daging bahkan ada yang memposisikannya sebagai protein hewani utama bagi beberapa penduduk yang tinggal di pesisir, pantai, pelabuhan, sungai. 

Hal ini dikarenakan ikan memiliki daya beli yang cukup tinggi di beberapa negara dan banyak budidaya ikan dengan cara tradisional. 

Untuk Indonesia sendiri jika berbicara pangan air, memang ragamnya banyak per provinsi pasti punya pangan air unggulan, yang menjadi masalahnya adalah ketersediaannya yang sudah menurun, sehingga budidaya pangan air rumahan akan sangat bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan pangan air ini. 

Misalkan setiap rumah berisi 4 orang memiliki akuarium cadangan pangan air akan mudah menikmati pangan air segar, karena ikan kolam biasanya untuk keperluan usaha. 

Yang masih memiliki kolam ikan secara tradisi adalah orang-orang lokal di perkampungan dan hal ini jika memiliki waktu yang fleksibel bisa menjadi alternatif aset kepemilikan kedepannya dan bisa memikirkan potensi pangan air ini terutama ikan air tawar yang masih banyak digemari karena kekuatan hidangan Indonesia dibantu oleh keberadaan warung nasi, warung tegal, dan rumah makan lokal. 

Itulah beberapa komoditas pangan kunci yang sedang disiapkan menuju tahun 2030, memang masih lama, namun tidak salahnya mempersiapkan ketersediaan pangan menjadi suatu kebiasaan, karena hal yang paling parah dari permasalahan pangan adalah kelaparan, imunitas rendah, dan kematian karena kerusakan biologis dan ekologis dari pencemaran. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun