Bahan baku minyak juga fluktuatif karena adanya tanaman minyak global sedangkan persediaan terbatas, sehingga permintaan tinggi dan dipengaruhi kuliner atau hidangan dengan teknik penggorengan semakin diminati dan setiap negara pasti memiliki jenis olahan pangan yang digoreng.Â
Termasuk impor minyak kedelai dari China akan menghiasai rantai perdangangan pangan karena isu minyak nabati akan lebih populer bagi konsumen yang mengutamakan kesehatan dan sedang berada dalam diet.Â
Dalam antisipasi dan mengakali keberadaan minyak untuk menggoreng olahan pangan, Indonesia sedikit akan terganggu dan masih ketergantungan, karena camilan dan kudapan serta kuliner kekinian dan makanan oleh-oleh kebanyakan digoreng teknik pengolahannya, contohnya sesuatu yang dibuat keripik.Â
Belum berpikir pada teknik pembuatan kripik dengan cara divakum (tidak menggunakan minyak, namun terkendala biaya teknologi, peralatan dan lahan penyimpanan yang merogoh dana yang tidak akan terkejar oleh pedagang atau pengolah makanan skala mikro).Â
3. GulaÂ
Peranan gula ternyata sangat penting pada pangan global, walaupun gaya hidup sehat seperti penurunan konsumsi global terjadi di masa pandemi, namun adanya pembatasan distribusi gula menentukan pasokan ke konsumen yang melambat sehingga terjadi pergeseran harga yang cenderung akan selalu naik dan berhubungan dengan ongkos bahan bakar distribusi pangan tidak lagi murah.Â
Untuk Indonesia sendiri jika melihat dari hal paling kecil dan paling sering dijumpai adalah produk minuman manis yang marak menjadi bisnis yang menggiurkan dan rata-rata mengandung gula tinggi jika dikonsumsi.Â
Ketergantungan pada gula bisa mulai beralih pada pemanis lain misalnya saja bisa mulai melirik pada stevia, madu, gula batu, dan gula kundur sebagai pengganti gula dalam skala terkecil dan konsumsi harian.Â
Hal ini untuk membiasakan agar tidak selalu bergantung pada gula. Mulailah meminimalisir cita rasa manis pada makanan atau minuman, selain menghindari risiko diabetes, harga gula semakin mendekati harga protein hewani.Â