Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlunya Pembaruan Visualisasi pada Buku Mustikarasa (Resep Masakan Indonesia Warisan Sukarno)

25 Oktober 2022   08:17 Diperbarui: 25 Oktober 2022   10:29 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak mengenal Presiden Pertama Indonesia dan orator unggul yang dimiliki negeri ini, beliau adalah Ir. Soekarno yang ternyata memiliki kedalaman cita rasa yang bisa membangkitkan kualitas masakan Indonesia dari pengalamannya menikmati suatu hidangan. 

Hal ini jarang diperhatikan kembali mengenai diplomasi pangan dan hidangan saat ini, dimana masakan Indonesia otentik sulit ditemukan dari jangkauan pasar global, bahkan jika ingin menikmati masakan yang ada dalam buku ini harus menyempatkan waktu untuk berkelana, bisa saja mengikuti resepnya, namun tidak terbayang contoh display hidangannya seperti apa. Seperti berimajinasi dan mencoba improvisasi dalam setiap resepnya. 

Buku ini dicetak pertama kali pada tahun 1967 oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia dan saat ini cetakan selanjutnya sudah banyak beredar dan masih mempertahankan isinya. 

Hal yang menjadi perhatian dan pengalaman mengikuti resep dari buku mustikarasa yaitu : 

Ejaan lawas 

Hal ini cukup menyulitkan pembaca dari generasi millenial dan Z, dimana tidak terbiasa membaca ejaan lawas sehingga bukannya merasa klasik dan otentik malah menambah malas melanjutkan membaca karena perlu menyesuaikan ejaan, apalagi jika ingin memasak ulang (recook) setiap resep yang ada di buku ini. 

Minim Gambar, Foto, atau Sketsa 

Rasanya kurang ciamik jika buku masakan apalagi buku resep tidak bergambar, karena tujuan orang membaca buku kumpulan resep adalah mendapatkan referensi dan bayangan masakan dengan membaca tutorial yang tercantum dalam catatan resep, seperti resep-resep yang tidak terbayang akan bahan-bahannya dan cara pembuatannya, sehingga perlu berimajinasi dan menebak seperti apa tampilan hidangannya.

Hal ini cukup membuat kesulitan. Harapan kedepannya pada cetakan selanjutnya, buku ini perlu bekerja sama dengan para ilustrator untuk menampilkan visualisasi yang pas. 

Komposisi Bahan dan Peralatan Masak yang Sudah Jarang Ditemukan 

Seperti yang tercantum pada halaman 34 dan 35  buku ini menyebutkan berbagai komposisi bahan tanpa contoh foto atau gambar seperti "petsai, prei, lontjang"  karena menyebutkan satu komoditas belum tentu persepsinya sama, misalkan orang sunda menyebut pisang itu cau, berbeda dengan orang jawa yang menyebut pisang itu gedang. Untuk orang sunda gedang itu pepaya. 

Hal seperti ini juga membuat pusing yang ingin mempraktikkan berbelanja dimana kejelasan komposisi bahan itu perlu rinci karena itu merupakan penentu kelengkapan cita rasa. 

Adapun komposisi yang sulit ditemukan bisa diganti yang menyerupai. Seperti jika tidak ada saosin, bisa diganti dengan pok coy. Seperti itulah realita belanja komposisi bahan-bahan yang akan diolah. 

Peralatan masak yang digunakan pun penyebutannya tidak populer, sehingga imajinasi pembaca selalu mengarah apakah resep ini tertuju pada kategori masakan tradisional yang tidak bisa menggunakan peralatan modern masa kini ? 

Hal, ini pun perlu kejelasan keterangan dengan alternatif peralatan masaknya, karena keadaan saat ini memasak adalah hal yang begitu fundamental dan berlomba dengan durasi waktu masak , dimana kebanyakan orang bekerja tidak begitu tertarik memasak ulang dengan resep-resep yang membuatnya repot yang harus menghabiskan waktu yang lama, karena masa kini jika memesan makanan cukup praktis. 

Contoh peralatan masak yang sulit dicari dalam buku mustikarasa adalah "Primus, Anglo, Pantji Ajaib" dimana hal hanya perlu didokumentasikan, namun diberikan alternatif peralatan kekinian yang mudah ditemukan. 

Namun, kembali pada eksplorasi masakan nusantara yang perlu dicoba karena selain menjadi kebanggaan, wisata cita rasa pun akan menambah kepekaan terhadap berbagai kemampuan organoleptik seseorang seperti mencium, mengendus, merasakan, mencicipui, menghirup untuk merasakan : tekstur, aroma, rasa, dan bentuk. 

Istilah Memasak yang Tidak Populer 

Pernahkah para pengolah makanan menjelaskan tata cara memasak dengan cara dibesta ? Difilir ? Digelasir ? Diongklok ? Diolah secara dipan ? Diposir ? Disembam ? Ditjentjam ? 

Nah, hal-hal demikian pun harus menyesuaikan dengan bahasa sesuai zamannya, mengingat buku mustikarasa ini sudah berberapa kali cetakan, harusnya ada pembaruan, boleh saja mempertahankan sesuatu yang klasik, namun jika tidak asyik untuk dibaca dan membingungkan, maka esensi buku ini pun cenderung diabaikan, karena fungsi buku resep masakan itu sebagai panduan memasak untuk menghidangkan makanan. 

Resep yang tidak selalu mewakili masakan Indonesia 

Ternyata, ada beberapa resep serapan dan modifikasi yang artinya jika ditelaah secara mendalam, resep warisan Soekarno ini bukan murni resep dari Indonesia secara keseluruhan, seperti yang ditemukan pada resep "Tortilla Guadalajara" , dari penamaan resepnya saja ini resep adopsi atau adaptasi.  

Namun, resep ini hanya mencantumkan bahan-bahan dan cara membuatnya, tentu saja tidak ada gambar/foto masakannya. Sebaiknya penambahan alasan dan ulasan pun perlu ditambahkan, entah sejarahnya mengapa Soekarno menyukai hidangan ini ? ada apa dengan resep ini ? dan kontribusi serta peran resep ini untuk apa ? 

Hal yang sudah bagus menambah informasi dalam resep ini adalah disebutkan asal daerah resep yang ada dalam buku sehingga bisa ditelusuri lebih lanjut. Seperti Resep Garang Asam diberikan keterangan Bali, artinya resep ini dari daerah Bali. 

Minim Informasi Sejarah 

Buku ini sering direkomendasikan sebagai buku saksi sejarah, namun kajian isinya tidak ada jejak atau muatan sejarah sama sekali, dimana perlu dikaji kembali, letak sejarahnya pada resep apa saja dan ada peristiwa apa yang diwakili sajian tersebut, bahkan jika diperlukan tercantum nama pembuat resepnya. Bukankah pengolah makanan pun adalah pelaku sejarah dalam perkembangan masakan ? 

Tentunya, buku mustikarasa ini adalah buku yang bisa mewaliki cita rasa Indonesia walau belum sempurna dan belum mewakili cita etnis secara holistik, semoga banyak orang lebih banyak peduli pada sejarah, terutama sejarah pangan dan masakan, karena walau bagaimanapun makanan akan selalu ada selama manusia itu hidup. 





Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun