- Mie lidi, ini jajanan juga dikemas begitu dikasih bumbu tabur berbagai varian.
- Mie godog sajian tempo dulu dari akulturasi: Jawa, Tionghoa, Sunda dengan bumbu tradisional dimasak di tungku jadul pakai arang, makanya kebanyakan konsumennya para pensiunan dimulai dari ABRI, Veteran, Guru, Dokter jadul, dan turun temurun makanya suka jadi tempat reuni lintas generasi.
- Mie yamin. Sajiannya cuma mie sama daging cincang, tapi kalau enak ya peminatnya banyak.
- Kwetiau goreng, mie juga cuma kami bilangnya mie besar. Suka salah sebut swetsiaw, sisiaw, huetiaw, kuehtiaw nah, kan emang ga biasa nyebutnya dasar orang Sunda.
Sekarang fungsi mie instan dari beberapa kelompok masyarakat itu untuk apa di pedesaan?Â
- Buat isi berkat mentah, jadi kalau ada hajatan/kondangan warga yang sedang merayakan pernikahan, khitanan, atau tahlilan itu dikasih bungkusan mentahan isinya: minyak goreng, mie instan 1--5 bungkus, sardine kaleng, beras 2 ons, kacang hijau 1 ons, santan, gula merah/gula pasir, teh celup/teh serbuk.
- Buat stok makanan yang ga terlalu penting dan bukan yang utama, jadi posisinya kaya camilan aja, contoh ga ada singkong goreng ya udah itu masak mie instan bisa goreng/rebus. Bahkan ga nyetok juga ya tinggal beli atau ke warkop udah pasti jual mie instan dan harganya ya ga lebih dari goceng.
Stok mie instan rumahan itu lebih ke mie macam pop mie atau mie gelas, karena konsumsinya ya ga harus banyak. Kenapa? Karena itu tadi makanan olahan mie yang bukan instan itu di wilayah saya banyak ragamnya dan harganya terjangkau. - Stok anak rantau, kalau main ke kost temen itu stoknya ya mie instan makanya sering disebut makanan anak kost ya begitu adanya di wilayah saya, jadi selagi ga ngekost, makanan rumahan mah banyak, orang-orangnya pada masak, warung nasi juga buka selalu, jajanan itu ya banyak ragamnya. Ditambah kebiasaan makan di rumah saudara/kerabat itu masih berlaku jadi jarang makan yang instan-instan. Sekalinya instan itu langsung ke kota jajan fast food.
Jadi, itulah mengapa mie instan tidak menjadi primadona di pedesaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HBeri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!