Pernyataan Ahok yang dituduh menista terkait Almaidah 51 adalah hal yang sangat disesalkan. Hal ini karena memang tidak ada niat menistakan dari Ahok. Saya percaya itu. Inilah dasarnya.
Pernyataan ahok di pulau seribu: "Jadi enggak usah pikirkan 'Ah nanti kalau Ahok enggak kepilih pasti programnya bubar'. Enggak, saya (memimpin Jakarta) sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa-red). Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja."
Karena pernyataan tersebut menimbulkan polemik begitu panjang. Pernyataah Ahok bahkan mendapat kajian khusus dari MUI. Dan ini hasil kajian MUI.
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Terlihat jelas bahwa MUI mendasarkan bahwa ayat Al-maidah 51 artinya adalah pemimpin! Ternyata bahwa arti kata pemimpin ini di Al-maidah terjemahan Indonesia sudah direvisi sejak tahun 2000 awal. Dan MUI masih mendasari peryataan Ahok dengan hasil terjemahan yang lama.
Apakah terjemahan yang lama salah? Kalau terjemahan lama tersebut benar, kenapa direvisi? Itu pertanyaan pentingnya. Kalau terjemahan lama benar, yaitu arti awliya adalah pemimpin, kenapa diseluruh dunia tidak ada yang menterjemahkan awliya sebagai pemimpin di masing masing negara?Â
Memahami ayat ini mestinya melihat azbabun nuzul. Semua riwayat turunnya ayat mengatakan terjadi saat masa perang. Apakah saat ini terjadi perang? Mari kita lihat Azbabun nuzulnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!