Emosi adalah reaksi  tubuh  seseorang mengenai kejadian yang dialami atau sudah dialami. Orang yang emosi mudah terserang deperesi, hal itu tentu saja dapat membahayakan. Depresi merupakan gangguan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan, dan berperilaku) seseorang .
Orang yang depresi biasanya sulit untuk berikir  jernih sehingga berpotensi besar untuk melakukan hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Tidak jarang juga banyak terjadi kasus bunuh diri dikarenakan deperesi. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan seseorang di landa emosi baik itu dari faktor internal maupun faktor  eksternal.
Faktor internal bisa berasal dari permasalalahan pribadi orang tersebut yang dipendam sendiri, sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari  orang disekitarnya atau lingkungan. Kondisi emosi dapat terjadi saat seseorang merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya tidak mempunyai uang untuk membayar listrik.Â
Sudah menjadi hal yang biasa bahwa  uang menjadi komoditas utama yang di buru banyak orang. Uang digunakan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan.
Masalah akan timbul jika pemenuhan kebutuhan dalam hidup tidak dapat terlaksana dengan baik akibat keterbatasan biaya. Seperti untuk kebutuhan makan, kebutuhan berbelanja, kebutuhan kesehatan, kebutuhan jalan-jalan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seseorang akan mudah gelisah dan banyak berfikir jika  merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Friedmann dalam Mustamin (2015), menyatakan bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada): modal yang produktif atau asset, misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, dan lain-lain; sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi, dan lain-lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, dan lain-lain; dan pengetahuan atau keterampilan yang memadai, serta informasi yang berguna untuk memajukan kehidupannya.Â
Jadi kemiskinan adalah masalah dasar yang harus diprioritaskan untuk di dapatkan langkahkah-langkah penyelelesaian yang baik. Karena kemiskinan dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan baru seperti meningkatnya jumlah tindakan kriminalitas atas pencurian, perampokan, pembegalan dan pembunuhan. Maka dari  itu, pemerintah dituntut untuk dapat berupaya serius untuk melakukan langkah sistematis dan terencana dalam mengurangi dan mengatasi kemiskinan ini.Â
Kondisi kemiskinan yang tidak teratasi akan menyebabkan terganggunya kondisi mental. Berdasarkan penelitian, orang-orang yang berasal dari kondisi ekonomi yang tidak bagus akan merasa kurang bahagia dan bahkan mengalami gangguan mental yang serius seperti depresi dan gangguan kepribadian. Dimana mereka hidup terjebak di rantai kemiskinan.
Rendahnya penghasilan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat dan berimbas dengan hasil produksi, selain itu kemiskinan juga membuat banyak anak putus sekolah hal tersebut mempengaruhi bagaimana nantinya anak tersebut akan terjun di lingkungan kerja dan mereka harus dituntut untuk memiliki persyaratan pendidikan, bila tidak dapat memenuhi syarat pendidikan yang sesuai tentu saja berpengaruh dengan jenis pekerjaan dan pendapatannya.
Pendapatan yang rendah juga berimbas kepada produksi yang rendah. Himpitan ekonomi menjadi masalah besar dan menjadi momok menakutkan di masyarakat. Kemiskinan juga tidak dialami penduduk di desa namun juga di perkotaan, khusunya pinggir kota. Â
Berdasarkan  data di BPS (Badan Pusat Statistik) Nasional, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 6,89 persen, turun menjadi 6,69 persen pada Maret 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 13,10 persen, turun menjadi 12,85 persen pada Maret 2019. Dibanding September 2018, jumlah penduduk miskin Maret 2019 di daerah perkotaan turun sebanyak 136,5 ribu orang (dari 10,13 juta orang pada September 2018 menjadi 9,99 juta orang pada Maret 2019).
Sementara itu, daerah perdesaan turun sebanyak 393,4 ribu orang (dari 15,54 juta orang pada September 2018 menjadi 15,15 juta orang pada Maret 2019). Garis Kemiskinan pada Maret 2019 tercatat sebesar Rp425.250,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp313.232,- (73,66 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp112.018,- (26,34 persen). Pada Maret 2019, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,68 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp1.990.170,-/rumah tangga miskin/bulan.Â
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa presentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan mengalami penurunan. Pendududuk miskin di daerah perkotaan menalami penurunan sebesar 0,2 persen, sedangkan penduduk miskin di daerah desa mengalami penrunan sebesar 0,25 persen. Namun hal tersebut belum sebanding dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang harus diatasi.
Dalam hal ini pemerintah sudah mengusakan program-program untuk mengatasi kemiskinan seperti program penyaluran bantuan sosial, program beras sejahtera,bantuan uanng tunai, dan masih banyak lagi. Namun program tersebut dirasa belum mampu untuk dapaat memutuskan rantai kemiskinan.Â
Upaya yang dapat dilakukan untuk  mengangani  kemiskinan, yang pertama adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang kedua adalah meningkatkan pelayanan sosial bagi masyarakat tidak mampu, bisa dimulai dengan meningkatkan fasilitas dan utilitas di derah yang minim fasilitas. yang ketiga, peningkatan hasil domestik dan mengelola kegiatan impor. Ke empat, mengalokasikan anggaran subsisdi dengan tepat sasaran. Ke lima, kesadaran dari masyarakat untuk mengatasi ketimpangan yang ada dengan membuat lapangan pekerjaan sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemiskinan mempengaruhi bagaimana cara seseorang berfikir dan bertingkah laku, kemiskinan menjadi masalah dasar yang kompleks dan penting untuk diselesaikan. Seseorang yang tidak mampu memutar otak untuk mengatasi himpitan ekonomi akan mudah terserang depresi. Maka sangat diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H