Jika dilihat dari tahun kelahiran, saya termasuk golongan milenial awal. Artinya, saya sempat mengalami masa-masa mengerjakan tugas sekolah tanpa internet. Kalau tugasnya membuat kliping, saya harus mengubek-ubek tumpukan koran langganan ayah saya, sebelum keburu dijual ke tukang loak untuk dijadikan bungkus gorengan.Â
Kalau tugasnya bikin esai, saya harus bolak-balik menyambangi perpustakaan untuk mencari referensi. Dulu pernah juga ada tugas menggambar rambu-rambu lalu lintas, dan saya pun berkeliling naik mikrolet sambil membawa buku sketsa, duduk di depan, dan memohon-mohon supir agar jangan jalan dulu karena saya belum selesai menggambar rambunya.
Menjelang remaja, mulailah saya berkenalan dengan internet. Wow, rasanya ajaib sekali, dalam hitungan detik bisa mendapatkan informasi yang dicari! Dari situlah saya jadi menemukan banyak hobi baru. Belajar menggambar, memasak, main musik, semua bisa dilakukan berkat internet!
Setelah menikah dan jadi ibu, makin terasalah manfaat internet. Bingung pilih stoller? Browsing! Bayi mulai makan makanan padat? Cari resep! Minta digambarin mobil? Cari tutorial! Minta dibelikan mainan? Coba bikin sendiri! (Atau minta duit sama suami.)
Â
Contohnya, baru-baru ini, anak bungsu saya merengek ingin punya proton pack. Itu lho, alat berbentuk ransel yang ada di film Ghostbusters.
Pusinglah saya, beli di mana? Kalaupun ada, harganya berapa? Untunglah saya pelit dapat ide. Buka Youtube, cari tutorial, eh ternyata ada! Dengan berbekal kotak bekas DVD, toples nastar sisa Lebaran tahun lalu, dan beberapa mainan usang, ditempel-tempel lalu disemprot cat hitam, jadilah proton pack ala-ala!
Â
Esoknya, sebidang tanah di halaman rumah pun disulap menjadi kandang ayam. Tadinya lahan ini akan digunakan untuk parkir Alphard. Tapi karena saya terbangun dari mimpi dan ternyata saya tidak punya Alphard, ya sudah jadi kandang ayam saja.