Mohon tunggu...
Renovan Nache
Renovan Nache Mohon Tunggu... Hoteliers - Certified BNSP Trainer

Seorang pemimpi yang saat ini sedang mengambil Magister Pendidikan demi meneruskan cita-cita Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghukum dengan Pukulan atau Bentakan, Efektifkah?

18 November 2022   02:13 Diperbarui: 19 November 2022   00:52 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua menghukum dan membentak anak | Sumber vitapix via Kompas.com

Beberapa waktu lalu saya bersama rekan kerja pergi menikmati makanan di salah satu restoran sushi yang sedang promo semua menu sushinya dibanderol dengan harga Rp10.000. Ada fenomena menarik yang saya perhatikan kala itu, di meja sebelah saya, ada keluarga kecil yang terdiri dari ayah dan dua anaknya sedang makan bersama. 

Hanya saja, kedua anaknya tersebut menikmati makan siangnya sembari menatap layar gawai-nya. Ternyata, mereka berdua sedang mengikuti kelas online dari sekolahnya. Dan Ayahnya tidak berkeberatan sama sekali dengan keadaan seperti itu. Asumsi saya, mungkin itu adalah hadiah dari sang Ayah untuk anaknya karena berprestasi di sekolahnya

Andai saja nenek saya masih hidup, dan semisalnya dia melihat saya sedang menggunakan gawai sembari makan, pasti beliau akan marah besar.

Harus kita pahami bersama, bahwa kondisi belajar kita dahulu kala dengan kondisi belajar saat ini amat sangat berbeda. Tapi sebelum terlalu jauh membahasnya, mari kita kupas sedikit tentang teori belajar yang pernah dicetuskan oleh salah satu ahli psikologi Amerika yang bernama BF Skinner.

Dalam teori belajar yang berkutat pada perubahan perilaku yang dihasilkan melalui pembelajaran penghargaan dan hukuman yang dicetuskan 0leh Skinner, ada konsep ABC (Antecendent-Pemicu, Behaviour-Perilaku, Consequence-Konsekuensi). Konsekuensi disini bisa berupa dua hal: Reinforcement (penguatan) atau Punishment (hukuman). Alih-alih menggunakan stimulus ketika proses belajar, mencari pemicu yang tepat untuk bisa menghasilkan perilaku yang diharapkan sehingga akan menghasilkan penguatan adalah sebuah proses yang tidak gampang seperti yang terlihat di diagram di bawah ini:

dokpri
dokpri

Penguatan seharusnya diberikan langsung setelah respon tingkah laku pembelajar menunjukkan hal yang diharapkan guru. Pemberian penguatan ini bertujuan untuk meningkatkan perhatian pembelajar terhadap pelajaran, meningkatkan motivasi belajar, dan membina tingkah laku pembelajar yang lebih produktif. Dalam memberikan penguatan harus diperhatikan prinsip-prinsip antara lain: kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, hindari respon negatif, sasaran penguatan harus jelas, penguatan harus bervariasi.

Hukuman diberikan ketika ada perilaku yang tidak diharapkan ditunjukkan oleh pembelajar yang tidak memberikan respon ataupun menampilkan sebuah perilaku yang diharapkan, yang bisa menjadi alat motivasi jika diberikan secara bijak dan sesuai dengan prinsip-prinsip pemberian hukuman, yaitu: tunjukkan dan beritahu benar dan salah dengan kata-kata atau tindakan yang tenang, menetapkan batasan yang jelas dan konsisten, berikan konsekuensi, dengarkan, beri perhatian, tahu kapan harus tidak merespon, arahkan.

Ternyata, selama ini ada miskonsepsi dengan istilah Punishment. Seharusnya, berdasarkan teori ini, punishment mengurangi behavior yang tidak diinginkan, bukan membentuk behavior yang diinginkan. 

Misalnya, orangtua marah besar karena mendapati anaknya sedang makan sembari menggunakan gawai. Perilaku yang diinginkan orang tua adalah anak konsentrasi dengan makanannya, bukan dengan gawainya. 

Maka oleh karena itu, untuk mencapai tujuan orangtua tersebut (agar anak mau makan tanpa menggunakan gawai-nya), yang seharusnya pertama kali dilakukan ketika menemukan perilaku yang tidak diinginkan itu lakukanlah yang namanya "negative punishment", yaitu dengan cara menyingkirkan "pleasant stimulus" (baca: gawai) dari hadapan si anak, atau bisa juga dilakukan "positive punishment" dengan cara memberikan  "unpleasant stimulus" (baca: pukulan/membentak) apabila cara yang pertama belum berhasil.

Tetapi ternyata ada penelitian yang menyatakan bahwa membentak anak (khususnya yang sedang dalam masa pertumbuhan) bukanlah ide yang bagus. Karena 1 bentakan bisa merusak milyaran sel otak anak. 

Jadi, coba ditelaah kembali, menghukum itu tidak selalu harus dengan bentakan ataupun pukulan, bisa juga kok dengan menyingkirkan sesuatu yang menyenangkan yang mendorong perilaku yang tidak diinginkan tersebut timbul ke permukaan. Karena hukuman tidak akan pernah menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan tersebut, hanya mengurangi saja, dan bahkan kemungkinan terburuk akan memperkuat perilaku yang tidak diinginkan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun