Mohon tunggu...
Reno Maratur Munthe
Reno Maratur Munthe Mohon Tunggu... Penulis - Reno

Munthe Strategic and International Studies (MSIS)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Pembentuk Undang-Undang Merespon Putusan Mahkamah Konstitusi

7 Maret 2022   02:07 Diperbarui: 7 Maret 2022   05:56 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara Foto/Puspa Perwitasari melalui nasional.kompas.com

Sebagai lembaga negara yang masing-masing memegang cabang kekuasaan negara, antara Mahkamah Konstitusi dengan pembentuk undang-undang memiliki kewenangan masing-masing yang diberikan langsung oleh Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.

Pembentuk undang-undang memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan undang-undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.

Pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 adalah dilakukan tersendiri oleh Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemegang cabang kekuasaan kehakiman. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi yang salah satunya melakukan pengujian undang-undang diharapkan dapat melaksanakan prinsip checks and balances seperti dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa mekanisme pengujian hukum ini diterimade sebagai cara negara hukum modern mengendalikan dan mengimbangi (checks and balances) kecenderungan kekuasaan yang ada di genggaman para pejabat pemerintahan untuk menjadi sewenang-wenang. Hans Kelsen menyebutnya sebagai, "recognized the need for an institution with power to control or regulate legislation."

Filosofi dibutuhkannya pengujian konstitusionalitas undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi diawali sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dimana kewenangan melakukan pengujian undang-undang ada pada pembentuk undang-undang sendiri. Bentuk pengujian tersebut dianggap tidak ada checks and balances antar pemegang cabang kekuasaan negara, sehingga pembentuk undang-undang rentan bertindak sewenang-wenang yang berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi.

Pandangan tersebut sejalan dengan pandangan Mahfud MD yang menyatakan bahwa salah satu kelemahan dari UUD 1945 sebelum amandemen adalah tidak adanya mekanisme checks and balances. Presiden menjadi pusat kekuasaan dengan berbagai hak prerogatif. Selain menguasai bidang eksekutif, Presiden memiliki setengah dari kekuasaan legislatif yang dalam prakteknya Presiden juga menjadi ketua legislatif. 

Presiden dalam kegentingan yang memaksa juga berhak mengeluarkan Perppu, tanpa kriteria yang jelas tentang apa yang dimaksud "kegentingan yang memaksa" tersebut. UUD 1945 juga tidak mengatur mekanisme judicial review, padahal seringkali lahir produk legislatif yang dipersoalkan konsistensinya dengan UUD karena lebih banyak didominasi oleh keinginan-keinginan politik dari pemerintah.

Prinsip checks and balances tidak dapat dipisahkan dari masalah pemisahan kekuasaan. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Robert Weissberg:

"A principle related to separation of powers is the doctrine of checks and balances. Whereas separation of powers devides governmental power among different officials, checks and balances gives each official some power over the others".

Oleh karena itu keberadaan Mahkamah Konstitusi ini, merupakan langkah nyata yang berfungsi sebagai checks and balances dan dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga pemegang cabang kekuasaan negara. Seperti dikemukakan oleh Mahfud MD bahwa pelembagaan judicial review diperlukan dengan alasan karena undang-undang itu merupakan produk politik yang sarat akan berbagai kepentingan politik dari para anggota lembaga yang membuatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun