Mohon tunggu...
Reno Maratur Munthe
Reno Maratur Munthe Mohon Tunggu... Penulis - Reno

Munthe Strategic and International Studies (MSIS)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kompetensi PTUN dalam Konteks UUAP 30/2014

18 November 2021   21:48 Diperbarui: 18 November 2021   22:58 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: www.rappler.com

Semenjak diberlakukannya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kewenangan absolut PTUN mengalami perluasan. Berdasarkan UU PTUN, kewenangan atau kompetensi absolut PTUN terbatas menangani sengketa yang obyeknya KTUN yang tertulis. Lebih detailnya, KTUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 adalah sebagai berikut : 

KTUN adalah suatu penetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Berlandaskan pada ketentuan tersebut, ditunjukkan bahwa kewenangan atau kompetensi absolut PTUN dibatasi pada KTUN yang tertulis dan bersifat individual, dengan demikian KTUN yang berlaku umum (tidak individual) dan tindakan nyata yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan bukan menjadi obyek sengketa yang menjadi kewenangan PTUN.  Setelah berlakunya UU No. 30 Tahun 2014, kewenangan absolut PTUN mengalami perluasan. Pernyataan ini disimpulkan dari pendapat Enrico Simanjuntak yang menyatakan, "Dalam UU Administrasi Pemerintahan diatur perluasan kewenangan Peradilan Administrasi".

Hal ini diperkuat lagi dengan pendapat Yodi Martono Wahyunadi yang mengatakan bahwa "Adanya perubahan konsep hukum yang diatur dalam UU Peratun, memperluas kompetensi PTUN".

Perluasan kewenangan tersebut adalah sebagai berikut: 

  1. Kewenangan yang obyek sengketanya adalah KTUN yang mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UUAP. Berdasarkan ketentuan tersebut, selain memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa yang obyeknya KTUN yang tertulis, PTUN juga berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan tindakan nyata yang dilakukan oleh pejabat TUN. Selain itu juga diberikan kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan keputusaan yang berlaku bagi masyarakat;
  2. Kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan gugatan tentang ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang;
  3. Kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan permohonan penerimaan keputusan fiktif positif.

Implikasi Perluasan kompetensi absolut pengadilan Berdasarkan UUAP Terhadap fungsi PTUN

Dengan bertambahnya perluasan kompetensi absolut pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan akan memperkuat atau memperlemah fungsi PTUN tergantung pada independensi pengadilan termasuk hakim-hakim maupun staf pengadilan yang lain. Independensi pengadilan penting untuk masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan jaminan akan memperoleh perlindungan yang adil dari lembaga peradilan.

Keberadaan pengadilan tanpa dilengkapi dengan independensi dari hakim dan pegawai pengadilan lainnya, maka keberadaan lembaga peradilan tidak ada gunanya dan hanya merupakan pemborosan uang negara. Harus ada standar indenpendensi hakim dan diimplementasikannya standar tersebut oleh para hakim dan staf pengadilan, sehingga menjadi acuan baik bagi hakim maupun staf pengadilan yang berada pada posisi tersebut di masa yang akan datang.

Perluasan kompetensi absolut PTUN akan menyebabkan jumlah kasus yang dimintakan penyelesaiannya oleh masyarakat ke PTUN juga semakin tinggi. Hal ini dapat menyebabkan tekanan, intervensi, pengaruh dari lembaga eksternal maupun dari para pihak juga semakin tinggi. Intervensi terhadap hakim yang mengadili dalam perkara yang obyeknya berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan dapat dilihat sebagai contoh ketika demi proses persidangan dapat berjalan dengan baik serta putusan berpihak pada keadilan harus dilakukan penyesuaian terlebih dahulu.

Pada proses peradilan yang pertama UU ini, yaitu yang melibatkan PT TUN Medan dan seorang pengacara kondang yang ternyata menimbulkan masalah. Hakim dan pengacara terlibat kasus suap. Hal ini menandakan rentannya UU ini terhadap penyalahgunaan jika tidak dibarengi dengan perbaikan sumber daya manusia. 

Pasal 21 UU No. 30 Tahun 2014 (UUAP )menyatakan:

  1. Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan;
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan;
  3. Pengadilan wajib memutus permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan;
  4. Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
  5. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara wajib memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan;
  6. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mengikat.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Peradilan TUN berwenang melakukan pengujian atas ada atau tidak adanya unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dalam menerbitkan Keputusan dan/atau melakukan suatu tindakan. Menindaklanjuti pasal ini, Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewewenang, dimana pemeriksaannya dilakukan secara sepihak (voluntair).

Kelaziman selama ini, kompetensi Peradilan TUN adalah pengujian atas tanggung jawab jabatan berkaitan dengan legalitas suatu tindak pemerintahan, yang meliputi wewenang, prosedur dan substansi. Dengan diberikannya kewenangan bagi Peradilan TUN untuk melakukan pengujian atas ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan, maka Peradilan TUN bukan hanya menguji mengenai legalitas, namun sudah melakukan pengujian atas tanggung jawab pribadi berkaitan dengan perilaku (maladministrasi) seorang pejabat.

Selanjutnya, mengingat dalam pengujian penilaian penyalahgunaan wewenang ini adalah berkaitan dengan perilaku si pejabat, maka asas pengujian ex-tunc yang selama ini lazim dalam pengujian legalitas tindak pemerintahan di Peradilan TUN saja tidak akan cukup dan harus ditambahi dengan pengujian ex-nunc, mengingat saat untuk menguji dan mengetahui ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang berupa maladministrasi (terlebih maladministrasi yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara) adalah sesudah diterbitkannya keputusan atau tindakan.

PTUN sebagai pemegang mandat tertinggi dalam penyelesaian sengketa administrasi negara, cukup memiliki wibawa dan peran yang sangat strategis dalam tugas dan kewenangan yang cukup meluas dan tinggi terkhusus dalam salah satu fungsinya yaitu memeriksa unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan. Sampai saat ini penulis belum mendapatkan info dan temuan-temuan baru terkait kendala-kendala di lapangan sehingga pembahasan terkait kendala akan ditambahkan pada revisi selanjutnya.

Dengan diberlakukannya UU No. 30 Tahun 2014, kompetensi absolut PTUN menjadi semakin luas. Hal ini menimbulkan implikasi memperlemah atau menguatkan fungsi PTUN. Dengan meluasnya kompetensi absolut PTUN maka tuntutan masyarakat akan perlindungan hukum kepada PTUN menjadi semakin tinggi. Fungsi PTUN menjadi lembaga pengawasan yang semakin kuat dalam PTUN mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat yang dirugikan oleh pejabat pemerintahan.

Seiring dengan semakin luasnya kompetensi absolut PTUN, fungsi PTUN akan menjadi semakin kuat apabila:

  1.  Fungsi PTUN ditunjang dengan pengaturan pelaksanaan (eksekusi) putusan yang lebih mempunyai daya paksa. Akan menjadi sia-sia ketika semakin banyak warga masyarakat yang memohon perlindungan hukum kepada PTUN akan tetapi sebaliknya putusan PTUN tidak dapat dipaksakan berlakunya;
  2. Independensi pengadilan dan hakim-hakimnya dapat dijaga sehingga PTUN mampu membentengi dirinya dari pengaruh, tekanan, campur tangan dari lembaga lainya maupun dari para pihak yang berperkara.

Kedepan, perlu dilakukannya penguatan fungsi PTUN sebagai lembaga pengawasan maupun lembaga peradilan seiring dengan meluasnya kompetensi PTUN berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan. Salah satu bentuknya yaitu, memperbaharui UU PTUN untuk menyesuaikan dengan UU Administrasi Pemerintahan. Perlu juga adanya peningkatan independensi hakim PTUN dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa atau permohonan. -RM. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun