Buku dan literasi merupakan dua hal yang tak terpisahkan, meskipun literasi bukan semata perkara buku. Tetapi gonjang-ganjing dalam dunia perbukuan mau tidak mau memaksa siapapun harus mengkaji kembali sepak terjang kegiatan literasi. Memang benar, tantangan di era modern bukan lagi sebatas buta aksara, melainkan membuka kembali pikiran jernih dan pemikiran dewasa terhadap kepedulian sosial yang seharusnya bukan berada pada koridor "melarang" akan tetapi "memahami". Pemahaman yang pas terhadap literatur dan komponen yang ada di dalam perpustakaan akan sampai kepada pemustaka yang pas. Kesesuaian tersebutlah yang akan membuat siapapun melihat dunia sesungguhnya di dalam perpustakaan.
Di era modern ini dengan banyaknya media sosial sebagai wadah komunikasi langsung, harusnya keberadaan sebuah perpustakaan dapat menempati posisi strategis dalam meningkatkan sumber daya manusia. Hal tersebut menunjukkan optimalisasi perpustakaan dapat diwujudkan dengan kesadaran akan pentingnya sebuah perpustakaan yang harus tertanam di dalam hati masyarakat. Karena pada hakikatnya, rumah pengetahuan sesungguhnya, yaitu perpustakaan. Gedung yang berisi kertas-kertas menyelinap di antara rak-rak yang saling bercengkrama untuk menciptakan pengetahuan dari tiap zamannya. Ribuan karya menuliskan dirinya untuk kemudian di simpan di perpustakaan. Aneka huruf dan bahasa yang dikenal manusia selama ribuan tahun silam hadir di dalam perpustakaan. Perpustakaan memberi kesan yang amat kuat tentang betapa tingginya peradaban manusia dibidang tulis-menulis dan pengetahuan. Dengan membuka pintu rumah tersebut, siapapun akan melihat dunia melalui punggung dan isi buku di perpustakaan. Tidak terkecuali bentuk komunikasi yang terjalin di dalamnya menunjukan betapa perpustakaan menjadi begitu substansial bagi suatu peradaban.Â
Renny Soelistiyowati, SV IPB University
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H