TIDUR PANJANG
oleh Renny Masmada Ketika kepercayaan diri kita sebagai anak bangsa ‘yang pernah besar’ terjerembab, jatuh, jauh di bawah lembah keniscayaan, 17.508 lebih pulau yang terhampar luas milik kita, menjadi percuma dan kehilangan makna. Kita seperti bermimpi dan tak mampu terjaga untuk memahami warisan berharga dari Tuhan Semesta Alam.
Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957 yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Wawasan Nusantara, jadi tak begitu berarti ketika tiba-tiba kita tersentak sadar bahwa sampai hari ini ‘nyaris’ seluruh anak bangsa tidak faham bahwa kekayaan sumber daya itu adalah milik kita, milik seluruh anak bangsa, apapun etnis, agama dan adat-istiadatnya.
Kita semakin gamang ketika sadar bahwa kekayaan itu sekarang hanya ‘dimiliki’ oleh segelintir parasit yang terus menggerogoti tidak saja sumber daya alam, tapi falsafah, ideologi kebangsaan yang sangat menghormati kebersamaan, kegotong-royongan, dan keperdulian pada sahabat, tetangga dan kerabat, pada siapa saja yang ada di sekitar kita.
Orang tua kita, adat istiadat kita, tidak pernah melarang kita beradaptasi dengan apa dan siapapun asalkan tetap pada koridor budaya dan peradaban yang selama ini telah menyatu di seluruh urat nadi dan nafas seluruh anak bangsa. Tapi, naif, apabila hari ini seluruh anak keturunan pewaris bangsa besar ini tercabik-cabik hanya karena begitu bernafsu menerima peradaban dan budaya  ‘luar’ yang menjanjikan sejuta kenikmatan dengan memaksakan budaya dan peradaban mereka yang terbukti hanya akan menghancurkan dan merampok kekayaan kita.
Pada 10 Desember 1982, dengan perjuangan diplomatik yang tak kenal lelah, konsep Wawasan Nusantara dapat diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 31 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS.
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia mulai kembali memiliki kepercayaan diri memiliki 3,9 juta km² luas lautan yang terbentang di antara 17.500 lebih pulau yang tercatat sebagai pulau terbanyak di dunia.
Apa kepercayaan diri saja cukup, apabila justru seluruh anak bangsa saat ini tambah resah dan gelisah ketika para ‘pemimpin bangsa’ setiap hari justru semakin rakus, bersama-sama para parasit dan tikus dapur berlomba mengeruk kekayaan bangsa tanpa sisa? Untuk itu, Disadari atau tidak, mereka tanpa malu telah menelanjangi dirinya dengan omong kosong politik, dan pembodohan karakter seluruh anak bangsa yang hari ini semakin bodoh karena tak lagi mampu bangun dari tidur panjang..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H