Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin (2002) mengemukakan bahwa Nusantara memiliki keunikan yang begitu menakjubkan, telah mempengaruhi iklim global, karena dari sinilah lahir El Nino, La Nina dan variasi-variasi iklim lain di daerah. Di samping itu kepulauan Nusantara mempunyai struktur pinggiran yang berpotensi mengandung sumber-sumber daya alam seperti mineral, air, uap alam, minyak dan gas alam.
Karena letaknya di daerah tropika, kepulauan Nusantara memiliki hutan tropika yang sangat subur dan dilengkapi dengan kehidupan flora dan fauna yang begitu beragam.
Dari sektor perikanan, dengan luas perairan Nusantara sekitar 5,8 juta km², menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin dalam bukunya EKONOMI MARITIM (2002), memberikan catatan adanya opportunity yang terabaikan sebesar 41% atau sekitar 2,6 juta ton per tahun dari potensi ikan sebanyak 6,7 ton per tahun.
Kalau kita bandingkan dengan Cina yang hanya memiliki perairan 503.209 km² (8,81 % dari luas perairan Indonesia) namun mampu menghasilkan 24 juta ton lebih ikan per tahun, memberikan indikasi betapa kita kurang mampu menciptakan peluang kekayaan potensi dan sumber daya kemaritiman yang kita miliki.
Belum lagi jika kita melihat data geologi dari Panitia Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim (1995), yang menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 60 cekungan yang berpotensi mengandung minyak dan gas bumi (hidrokarbon). Dari 60 cekungan itu, 15 di antaranya telah berproduksi; 23 cekungan sudah dibor dan 22 cekungan belum dilakukan pemboran. Diperkirakan 60 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel minyak mentah, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti; 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi dan sisanya sebesar 89,5 miliar barel belum terjamah.
Begitu juga di sektor Transportasi dan Perhubungan Laut, luas lautan dengan segala isinya yang kita miliki tidak sebanding dengan jumlah terbatas dari armada dan pelabuhan kita saat ini.
Data dari Ditjen Perhubungan Laut pada tahun 1999, mencatat jumlah armada pelayaran sebanyak 5.392 unit; armada non pelayaran sebanyak 1.066 unit; pelayaran rakyat (Pelra) 2.793 unit; perintis 37 unit dan Pelni 22 unit. Sedang pelabuhan yang tersedia hanya sekitar 3.247 unit.
Dari pangsa pasar muatan angkutan dalam negeri, pelayaran hanya mampu mengangkut muatan sebanyak 50,15%, sedang untuk pengangkutan luar negeri hanya 4,79% saja. Namun, pelayaran asing untuk mengangkut pangsa pasar angkutan ke luar negeri berhasil mengangkut sekitar 95,21%. Angka yang sangat memprihatinkan bagi pelayaran nasional kita.
Catatan Negara Indonesia sebagai negara dengan tingkat kecelakaan dan perampokan di laut yang cukup tinggi (high risk country) oleh International Maritime Organisastion (IMO) semakin memberikan gambaran yang sangat memprihatinkan dari peluang ekonomi di sektor kebaharian.
Gambaran singkat di atas memberikan makna yang sangat komprehensif menilai bahwa di satu sisi bangsa kita sesungguhnya bangsa yang memiliki kekayaan berlimpah atas anugerah Tuhan jauh sejak ribuan tahun lalu. Namun, di sisi lain tampak bahwa kita kurang cerdas memanfaatkan sumber daya yang ada untuk sebanyak-banyaknya bagi kepentingan rakyat di seluruh Nusantara ini.
Kalau kita kilas balik, terlihat jelas bahwa bangsa kita pernah menjadi bangsa besar yang tumbuh dan berkembang menciptakan kestabilan politik dan keamanan begitu luas. Sama kita ketahui, kestabilan hanya dapat dirasakan apabila sektor ekonomi, sosial dan budaya mampu menyentuh wilayah yang paling mendasar, yaitu masyarakat luas.