Menghormati Guru, Sebuah Refleksi dari Jepang
Di Jepang, tidak ada perayaan Hari Guru. Pertanyaan sederhana saya kepada seorang kolega Jepang, Guru Yamamoto, mengungkapkan fakta ini. Tentu saja, sebagai seseorang yang terbiasa dengan perayaan Hari Guru di banyak negara, jawaban itu mengejutkan. Mengapa sebuah negara dengan kemajuan ekonomi, sains, dan teknologi tidak memiliki hari khusus untuk menghormati guru?
Namun, pengalaman saya bersama Yamamoto mengubah perspektif saya. Suatu hari, dalam perjalanan ke rumahnya, kami menaiki kereta bawah tanah yang penuh sesak pada jam sibuk malam. Di tengah hiruk-pikuk itu, seorang pria tua menawarkan tempat duduknya kepada saya. Awalnya, saya menolak tawarannya, tetapi pria itu mendesak. Yamamoto kemudian menjelaskan alasannya: pria itu melihat lencana guru yang saya kenakan dan memandangnya sebagai simbol kehormatan.
Kisah lain semakin memperkuat pandangan saya tentang penghormatan mendalam masyarakat Jepang terhadap profesi guru. Ketika saya hendak membeli hadiah untuk Yamamoto, dia mengarahkan saya ke toko khusus yang memberikan diskon untuk para guru. Yamamoto menjelaskan bahwa para pengusaha Jepang merasa terhormat jika guru berbelanja di toko mereka. Tidak hanya itu, saya juga menyaksikan bagaimana guru memiliki kursi terpisah di kereta bawah tanah, akses ke toko khusus, dan bahkan hak istimewa untuk tidak mengantre di berbagai layanan transportasi.
Melihat semua ini, saya memahami bahwa di Jepang, penghormatan terhadap guru tidak memerlukan satu hari perayaan khusus. Setiap hari adalah penghormatan. Guru di sana tidak hanya dihormati sebagai individu, tetapi juga sebagai pilar pembentuk masa depan bangsa.
Kisah ini adalah cermin untuk kita semua. Bagaimana kita memandang guru di masyarakat kita? Apakah kita memberikan penghormatan yang pantas kepada mereka yang membangun dasar kehidupan kita?
Dalam konteks Indonesia, Hari Guru sering kali dirayakan dengan acara formal dan ucapan terima kasih. Namun, apakah penghormatan tersebut juga tercermin dalam tindakan sehari-hari? Apakah kita memberikan ruang bagi guru untuk mendapatkan penghormatan yang setara di luar perayaan tahunan?
Sebagai masyarakat, kita perlu belajar dari Jepang. Guru tidak hanya layak dihormati karena gelar mereka, tetapi karena pengabdian mereka dalam membentuk karakter, pikiran, dan masa depan generasi penerus. Menghormati guru bukanlah soal simbolisme sesaat, tetapi tindakan yang hidup dalam keseharian kita.
Guru, aku tunduk pada namamu. Biarkan rasa hormat ini menjadi napas kehidupan kita, karena penghormatan yang sesungguhnya adalah warisan bagi masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H