Saya mendapati kabar dari sanak saudara dan kerabat yang bermukim di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tepatnya di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang bahwa di Pulau Timor bagian Barat yakni di Takari, Kabupaten Kupang, terjadi bencana longsoran tanah. Bencana itu terjadi sejak Jumat 17 Februari 2023 kemarin, pada malam hari. Bencana itu terjadi dengan sangat cepat.
Takari itu merupakan satu Kecamatan di Kabupaten Kupang, yang jalurnya sering dilalui kendaraan sebagai akses bepergian ke kabupaten tetangga seperti ke Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu dan Malaka. Juga dari Takari, bisa bepergian ke Kota Kupang, ibukota Provinsi NTT.
Mendapati kabar tersebut, saya membayangkan betapa sulitnya orang-orang di sana yang akan bepergian dari dan ke beberapa kabupaten di Pulau Timor bagian Barat itu, tentunya sangat sulit sekali. Termasuk bus-bus antar kabupaten sudah pasti terhambat arus perjalanannya. Juga mobil-mobil travel pun kena imbas. Jangan lupa lho, ojek-ojek di sana pun ikut terimbas gegara longsoran tanah di Takari.
Saya sungguh menikmati cerita yang disuguhkan oleh sanak saudara dan kerabat dari sana melalui telepon. Awal ceritanya membuat saya ikut terbawa suasana bahagia karena dulu sekali sewaktu masih kecil, jalur Takari yang menjadi akses antar kabupaten di sana, kembali beranak dalam pikiran dan masa lalu. Sontak, kami pun tertawa dengan riang gembira, mengenang masa-masa lalu yang dulunya kami bernostalgia ke sana ke mari dengan kendaraan.
Sehabis terbawa dengan suasana masa lalu yang penuh tawa-ria dalam suasana riang gembira itu, kami sempat tertegun sejenak memikirkan kondisi psikologis yang dialami penumpang-penumpang sejak terjadi bencana longsoran pada Jumat 17 Februari 2023 malam hari itu, pastinya mereka lelah, amarah sudah pasti memuncak.Â
Termasuk keringatan karena suhu udara di sana masih dalam radius panas seperti di api neraka. Lebih menyeramkan lagi, para penumpang bersama sopir bus dan kondektur (di sana disebut konjak, orang yang ikut membantu sopir mengangkat dan menurunkan barang bawaan penumpang) sudah pasti mereka bermalam di tengah hutan belantara yang jauh dari pemukiman warga. Tetapi, saya yakin dan percaya bahwa mereka tidak sendirian, sebab masih banyak penumpang dan bus-bus yang sudah mengantri sejak malam kejadian itu terjadi.
Kisah menyedihkan lainnya datang lagi tatkala ada beberapa kendaraan yang tertimbun longsoran. Semoga hanya kendaraannya saja yang tertimbun longsoran tanah bencana itu. Manusianya atau orangnya bisa lari untuk menyelamatkan diri, sebab dari tayangan video amatir yang beredar menyebutkan demikian. Sangat sinkron dengan cerita yang saya peroleh saat itu melalui sambungan telepon dari sanak saudara dan kerabat di sana.
Media massa baik cetak, online dan televise termasuk radio di sana, sangat gencar memberitakan bencana longsoran itu. Publik dalam dan luar negeri, langsung tahu kejadian saat itu. Sebab, dengan teknologi yang sudah canggih dan negeri ini sudah memasuki era 5.0, tidak ada lagi rahasia yang tertutupi. Tidak ada lagi rahasia yang dapat disembunyikan. Hanya rahasia Tuhan yang masih tersembunyi. Rahasia sebagai mantan pacar atau kekasih gelap, disaat era 5.0 ini, tidak dapat disembunyikan lagi, ha ha ha ha ha ha.
Pemberitaan yang masif dari media massa, membuat saya ikut mencari tahu penyebabnya apa. Saya googling depan laptop dan hape android dan menemukan bahwa ternyata manusia kurang ramah dengan alam.
Pikiran saya pun menari-nari karena memang di sana, kondisi masih snagat tandus, karena banyak sekali hutan dan pepohonan yang ditebang secara liar oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab secara etika dan moral.
Saya pun marah dengan ulah manusia-manusia yang tidak bisa menjaga alam dengan baik. Kenapa manusia-manusia di sana dengan tega dan egois, merusakkan alam?
Jikalau saja alam di sana diakrabi dengan baik dan ramah oleh manusia-manusia, sudah pasti Pulau Timor akan kembali harum dengan wewangian cendana. Dan hutan yang dulunya sangat ditakuti para penjajah karena dikejar oleh raja-raja bersama para prajuritnya ketika berperang mengusir para penjajah, masih perawan dan sangat kental eksotiknya seperti gadis Timor yang terkenal keriting dan cantik kulit, manis seperti tuak.
Saya pun kembali merindukan wangi cendana yang dulunya menghiasi dunia dan menarik bangsa penjajah untuk datang menjajah Pulau Timor dan Indonesia karena terkenal rempah-rempahnya. Juga saya merindukan hutan yang dulunya menghasilkan madu alamiah khas Timor.
Tapi, sekarang, tanaman cendana dan hutan sudah dimusnahkan manusia-manusia biadab yang tidak memiliki adab.
Selepas menerima telepon dari sanak saudara dan kerabat yang bermukim di Timor bagian Barat, saya pun teringat pesan bernas dari pencipta, penulis dan penyanyi kondang, Ebie G. Ade.
Lagu berjudul, "Untuk Kita Renungkan", sungguh menyayat hati, lantaran saudara-saudara saya di negeri ini, masih sering tertimpa bencana.
Untuk Kita Renungkan. Karya Ebiet G. Ade
Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat, ho-o
Singkirkan debu yang masih melekat
Dududu-dudu
Dududu-du, hooo
Ho-o, hooo, ho-oo
Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya, oh-oh
Adalah Dia di atas segalanya
Anak menjerit-jerit, asap panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah
Memang bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan, masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista, ho-o, ho-o
Tuhan pasti telah memperhitungkan
Amal dan dosa yang kita perbuat
Kemanakah lagi kita 'kan sembunyi
Hanya kepada-Nya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari hanya runduk sujud pada-Nya
Dudu-du, dudu
Du-dudu, du, ho-oo
Hoo, ho-oo, ho-oo
Dududu-dudu
Dududu-du, hooo
Hoo, ho-oo, ho-oo
Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum, ho-o
Berusahalah agar Dia tersenyum
Dudu-du, du-du
Dududu-du, ho-oo
Hoo, ho-oo, ho-oo
Dudu-du, du-du
Dudu-du, du, ho-oo ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H