Kalau mau main pengandaian lagi, mungkin bisa diibaratkan kaya kita perang melawan penjajah.
Penjajah (virus Covid-19) sudah ada lama di negara kita. Nah, sebagai pejuang tentu kita sudah mulai bisa membaca strategi yang mereka pakai saat berperang. Karena sudah mulai bisa membaca strategi lawan, kita mulai bikin benteng pertahanan (sistem imun) sesuai dengan kebiasaan si lawan.
Mulai dari bangun benteng yang lebih tebal (vaksin), pasang kawat berduri (pakai masker), sampai meletakkan ranjau (social distancing).
Yah, karena yang namanya hidup nggak ada yang tahu dan penuh ketidakpastian, si penjajah ini tiba-tiba datang bawa alat invasi yang jauh lebih canggih (mutasi), jadi bisa masuk ke dalam wilayah kita tanpa terdeteksi.
Pertahanan kita mungkin saja tetap membantu mengulur waktu, tapi tetap bisa runtuh. Soalnya, pertahanan yang kita buat tidak didesain untuk menghadapi teknologi yang lebih canggih.
Ini juga yang mungkin terjadi di varian Delta yang disebut mudah banget menular. Virus Covid-19 varian Delta ini merupakan mutasi dari virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok (virus Covid-19 senior).
Nah, mutasi yang terjadi pada virus Covid-19 senior ini melahirkan varian baru bernama Delta, yang membuat spike protein jadi lebih canggih. Gimana canggihnya? Masuk ke dalam tubuh jadi lebih mudah.
Padahal, bisa jadi vaksin yang kita terima awalnya dikhususkan untuk si virus Covid-19 senior. Itu sebabnya, ketika si Delta yang dekat-dekat, kita tetap bisa terinfeksi.
(Hingga saat ini, berdasarkan penjelasan dr. Adam Prabata pada akun Instagramnya, vaksin AstraZeneca diketahui bisa mencegah varian Delta, sementara untuk Sinovac belum diketahui. Belum, ya. BELUM)
Yaudahlah, kalau nanti kena juga nggak parah palingan, itu banyak yang baik-baik aja!
Setiap orang punya imunitas yang berbeda-beda. Rumah yang sama-sama dibangun dari semen dengan merek sama saja, bisa punya daya tahan yang berbeda.