Mohon tunggu...
Rena Widyawinata
Rena Widyawinata Mohon Tunggu... Editor - Health Tech SEO Editor | Novel Editor & Proofreader

Having special interests on health issues and willing to write a simple explanation about it. __________________________________________________________________________________________ Live what you love. But Love what you Live is the most important and hardest thing to learn and do. Visit my blog at: www.spicesofmind.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Indro Warkop: Kehilangan dan Disalahkan

25 Oktober 2018   13:57 Diperbarui: 29 November 2020   00:40 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setelah sekian lama, tulisan receh ini kembali bertandang ke timeline. Apa yang akan dibahas? Tentu sebuah penilaian amatir ala-ala.

Karena sudah di akhir bulan, maka mari kita flashback ke awal bulan Oktober ini. Awal bulan ini merupakan sebuah duka bagi salah satu komedian tanah air, Indro Warkop. Ia kehilangan istri tercinta karena kanker paru-paru yang terdiagnosis sejak tahun 2017 lalu. Siapa yang tak sedih ditinggal pergi selamanya istri tercinta? Kesedihannya tak terperi yang sedikit bisa diwakilkan dari caption akun Instagram Indro Warkop.

Apa yang ingin Anda dengar ketika baru saja mengalami kedukaan? Suntikan semangat, empati, motivasi, atau mungkin tempat untuk sekadar meluapkan kesedihan?

Apa reaksi Anda jika orang terdekat Anda, seperti sahabat yang mungkin baru saja kehilangan orangtua, mendapatkan pesan, "Lo sih waktu kemarin bandel, bokap lo jadi stres." Kalau saya, mungkin akan mengernyit terlebih dahulu, kemudian membatin, "Nggak cukupkah berempati sebentar buat saat ini?"

Kalau tidak ada yang baik untuk diucapkan, sebaiknya diam.

Lantas, apa hubungannya empati dengan masalah Indro Warkop yang kehilangan istrinya? Apa yang Anda pikirkan ketika melihat gambar utama tulisan ini?


Berpikir bahwa istri Indro meninggal karena Indro yang merokok? Atau, percuma nyesel sekarang, Ndro. Sudah terlambat. Begitukah?

Kanker paru-paru yang dialami istri Indro  Warkop memang, salah satunya, dipicu oleh kebiasaan  buruk merokok, baik itu aktif maupun pasif. Melihat foto Indro Warkop dengan tambahan teks "Kebodohan Terbesar yang Pernah Saya Lakukan adalah Merokok" bukan tidak mungkin membuat Anda langsung menghubungkannya dengan  kasus Indro Warkop secara khusus.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Tapi, tahukah Anda kapan penyesalan itu dilontarkan oleh Indro Warkop? Tahun 2008. Tepatnya sepuluh tahun lalu. Dalam sebuah berita yang dilansir kompas.com. 

Artikel itu muncul dari salah satu akun official sebuah instant messaging, yang rajin mengirimkan berita terkini, satu hari setelah Indro Warkop ditinggalkan oleh sang istri. Bagi saya, sungguh ini adalah sebuah framing yang dilakukan oleh media, entah mereka sengaja atau tidak. Suatu foto berita yang menciptakan suatu realitas baru. Siapa pun yang membaca jelas akan membuat kesan pertama, "Makanya jangan ngerokok. Istrinya jadi meninggal, kan." Mungkin. Setidaknya itu yang terlihat dari caption unggahan foto tadi dalam versi lengkap berikut.

Saya rasa tak ada yang tahu dengan pasti apa yang menyebabkan istri Indro Warkop memiliki kanker paru-paru. Bisa kebiasaan merokok Indro bisa juga hal lain. Kanker belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkannya. Sekalipun jika memang benar, pemicunya adalah asap rokok, apa perlu ditekankan lagi? 

Hubungan kekerabatan saya dengan Indro jelas, jauh. Hanya saja, ketika membaca isinya yang ternyata hanyalah kutipan 10 tahun lalu dan ditayangkan pada masa berkabung, bukanlah tindakan yang tepat. Entah siapa yang memulai, kurator si akun official atau media itu sendiri? 

Pernah membayangkan apa rasanya jadi Indro Warkop yang sedang hancur-hancurnya ditinggal orang tercinta kemudian membaca berita dengan headline seperti itu? Sudah cukup. Tak perlu lagi ditambahkan sakitnya. Apalagi kini banyak media yang menggunakan kutipan itu sebagai judul dan di-publish sebagai artikel baru.

Lho, judul kan memang dibuat untuk menarik perhatian?

Benar. Begitulah seharusnya. Namun, judul yang menarik perhatian tak seharusnya mengorbankan perasaan "narasumber"? Dulu, sewaktu kuliah saya diajarkan, reporter yang baik harus bertanya segala hal. Akan tetapi, jangan tanyakan "Bagaimana perasaan Anda?" kepada seseorang yang anggota keluarganya baru saja meninggal karena korban teror bom atau mengalami kemalangan lainnya. Saya rasa, harusnya ini berlaku bagi kasus Indro. Lagi pula, membuat judul yang tidak menggiring opini publik juga menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan dalam jurnalsime, setidaknya menurut saya.

Minat baca kita masih rendah, apalagi berusaha mencari kebenaran. Berapa banyak yang akan dengan teliti membaca berita ini dan menemukan fakta bahwa itu adalah ucapan seorang Indro Warkop pada tahun 2008? Bahkan jauh sebelum  sang istri divonis mengidap kanker paru-paru? Saya semakin patah hati saat seorang teman kuliah me-repost berita ini tanpa mengecek validitasnya dan menambahkan keterangan waktu pada unggahannya. Bukankah ilmu yang kita terima waktu kuliah sama? Ah, anak dari ibu yang sama saja bisa berbeda sifat.

Sedih rasanya melihat media, khususnya online, melakukan segala cara hanya demi sebuah klik, traffic, SEO tinggi, demi meraup keuntungan. Sah-sah saja memang selama buka berita bohong yang ditayangkan. Namun, tetap saja rasanya sedih saat melihat orang yang sedang berada di tengah kedukaan harus "dibuat dan dicap" sebagai penyebab kematian sang istri. Bahkan beberapa menyalahkan. Sekali lagi, tanpa melihat isi berita. Clickbait memang menyebalkan.

Tapi, saya memang punya kecenderungan mudah baper. Jadi, tulisan ini memang sekadar curahan kebaperan saja.

Mau mengiritik media massa terkenal karena melakukan framing? Ah, tentu bukan keahlian saya. Saya hanyalah seorang kritikus amatir yang muncul kalau lagi ada yang seru aja. Jangan-jangan, judul tulisan saya ini juga framing? Dasar penulis baper.

Berita lengkap (pertama kali tayang) mengenai Penyesalan Indro Warkop, bisa dilihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun