Suasana terasa dingin dan lembab karena bercampur dengan butir- butir embun pagi di udara. Sesekali angin dingin menerpa wajahku, membuatku menggigil.
   Aku masih berada di tempat itu untuk membersihkan jejak- jejak yang mungkin ku tinggalkan di kedua jasad berlumur darah itu.
   Berusaha membersihkan hal terkecil sekalipun yang mungkin bisa mengarah padaku. Lalu menambahkan satu bukti yang mungkin bisa membantu polisi saat menyelidiki kematian mereka.
   Aku meletakkan kembali ponsel David di saku celananya setelah mengelap ponsel itu dengan rapi.
   Selesai.
   Aku menggendong tas ransel itu di punggungku. Lalu berjalan pulang ke asrama. Melemparkan tas ransel ke dalam pagar asrama lebih dulu, kemudian melompati pagar belakang asrama dengan sekali loncat, mungkin David lupa bahwa aku selalu suka latihan parkour- olah raga loncat dinding, gedung, dan semacamnya itu. Lalu akhirnya aku masuk ke asrama dengan sedikit mengendap- endap.
   Satpam nya tersenyum padaku, aku membalas senyumnya, lalu menyelinap masuk ke dalam kamar.
   Aku menutup pintu kamar dengan hati- hati. Dinda dan Vini masih tertidur lelap. Aku segera membuka jaket, mengganti baju dengan baju tidur yang aku pakai sebelum aku keluar, lalu menaruh ranselnya di dalam lemari pakaian ku dan menutupinya dengan tumpukkan kain selimut.
   Kemudian aku berbaring di tempat tidur, sepelan mungkin agar tidak membangunkan mereka berdua, lalu memeluk tubuh Dinda dengan erat. Karena aku merasa benar- benar kedinginan.
 ------------------
 "Laura .... Laura, bangun. " seseorang mengguncang- guncang tubuhku. "Laura- ayo bangun !" guncangannya semakin mengeras.
   Aku membuka mataku yang terasa berat. Mataku menyipit karena cahaya matahari yang menyilaukan menerobos masuk lewat jendela kaca kamar.
 "Hmmm ..?" tanyaku setengah menggumam. Lalu mataku terpejam lagi.
 "Laura, dengar. David di temukan terbunuh di jaan sepi beberapa blok dari sini ... " Dinda memberitahuku.
   Mataku terbuka lebar.
   Dinda dan Vini menatapku dengan pandangan berbela sungkawa, bahkan Vini memelukku erat dan mulai menangis.
 "David di bunuh, La. Kamu yang sabar yah ... "
   Aku terdiam. Hanya merasakan air mata yang mulai mengalir deras di kedua pipiku.
 -------------
   Suasana asrama dan kampusku gempar oleh berita pembunuhan David. Beberapa orang di periksa sebagai saksi atas pembunuhan David, termasuk aku dan pak Satpam.
   Pak satpam memberitahu semua yang dia tau pada para Polisi itu. Bahwa terakhir kali dia bertemu David saat pemuda itu memberitahu ada seseorang yang mencurigakan berjalan kearah gudang belakang asrama. Sekitar jam 2 lewat 10 menit. Dan setelah itu pak Satpam tak melihatnya lagi.
   Lalu aku pun di periksa. Aku bilang malam itu aku kembali dari kampus bersamanya. Aku merasa sikap David sedikit berubah, dia seperti memikirkan sesuatu dan itu membuatnya bersikap dingin padaku. Aku terus memikirkn sikapnya dan tidak bisa tidur. Sekitar jam dua malam aku memergokinya berdiri di pintu kamarnya. Aku ingin bicara padanya tapi pada saat itu pak Satpam berjalan kearah kami, jadi David memberitahuku lewat bahasa isyarat untuk menemuinya di belakang gudang asrama, tempat biasa kami bertemu di malam hari jika ada sesuatu yang penting atau hanya sekedar ingin memandangi indahnya bulan dan bintang di malam hari.
   Sekitar jam 2 lewat aku pergi ke belakang gudang asrama seperti yang David minta. Tapi tenyata David tidak datang, dia malah membiarkan pak Satpam memergokiku di sana, agar dia bebas pergi keluar lewat pintu depan. Lalu aku kembali masuk ke dalam kamar dan tidur.
   Pagi hari nya mereka memberitahuku bahwa David telah tewas terbunuh. Polisi sempat memeriksa ponselku, dan mereka menemukan petunjuk baru di sana. Selama hubungan kami, David seringkali merasa cemburu dengan beberapa teman kami. Dia sering mengirimkan pesan tentang rasa cemburu nya padaku. Dan terakhir kali, tepat sekitar jam 3 lewat, dia mengirimkan pesan terakhir bahwa dia benar- benar cemburu pada sepupunya yang berusaha menggodaku beberapa waktu yang lalu. Dia menelfon sepupunya dan mereka bertengkar. David hanya berpesan padaku, apapun yang terjadi, itu karena dia mencintaiku. Karena dia sangat mencintaiku !
   Lalu petunjuk itu di perkuat dengan kesaksian teman sekamar David yang sempat mendengar pembicaraan David di telfon malam sebelum dia pergi. Dia mrndengar David berkata "Bunuh saja jika kau berani. " pada orang yang di telfonnya. Dan polisi menemukan bahwa telfon itu untuk Leo- saudara sepupu David.
   Lalu benar saja, pagi hari nya mereka di temukan saling membunuh. Leo berhasil menyilet pembuluh arteri David, dan David masih sempat menghantamkan batu besar ke kepala Leo.
   Aku cuma bisa menangisi kepergian David. Sebagian besar orang- orang di sana menatapku prihatin dan berkata, "Kasihan, gadis sepolos dia harus mengalami kejadian ini. Dia pasti merasa sangat bersalah karena kekasihnya mati saling membunuh demi rasa cemburu padanya. "
 ----------------
   Hari ini aku sakit. Jadi aku tidak pergi kuliah, hanya berbaring lemah di tempat tidur. Dinda dan Vini sempat tidak tega meninggalkanku sendiri di kamar, tapi aku bilang aku akan baik- baik saja. Akhirnya mereka pergi ke kampus setelah berpesan jika aku butuh sesuatu, aku bisa menelfon mereka.
   Aku tersenyum, aku hanya butuh sendirian.
   Setelah aku yakin kamarku benar- benar sepi, aku segera mengunci pintu kamar, lalu mengeluarkan tas ransel itu, dan mengeluarkan isinya.
   Mataku berbinar- binar bahagia saat melihat tumpukan uang berwarna merah di dalam tas ransel itu. Jika saty gepok berisi 10 juta dan ini ada ratusan gepok, lalu seberapa kaya aku saat ini ? Aku menutup mulutku, berusaha menahan tawa, karena memikirkan sesuaty yang bahkan tak pernah ku bayangkan. Sekelebat bayangan- bayangan tentang masa depanku bersama uang- uang ini. Oh- sungguh manis sekali !
   Aku mencium beberapa gepok uang di genggaman tanganku dengan gemas. Tapi kemudian segera ku sadari bedanya.
   Uang- uang ini terasa lebih licin dari uang kertas biasanya. Dahiku berkerut. Aku segera mengambil selembar uang seratus ribu dari dompetku dan segera membandingkannya.
   Nyaris sama. Tapi tetap terasa berbeda pada permukaannya. Uang- uang ini dibuat dari kertas yang berbeda. Sial- uang palsu !
   Aku membongkar semua isi ransel dan menyadari semuanya sama. Licin. Palsu. Aku merutuk dalam hati. Semua impianku lenyap entah kemana.
   Tok - tok ! tiba- tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
   Aku buru- buru memasukkan semua uang- uang itu kembali ke dalam ransel. Lalu memasukkan ransel itu ke dalam lemari pakaianku.
   Tok - tok ! Suara ketukan lagi.
   Aku bangkit berdiri. Mencoba bersikap setenang mungkin, menarik nafas panjang, kemudian membuka pintu kamar dengan wajah terlihat lemah.
   Pak satpam !
   Dia tersenyum padaku, penuh arti. Dan aku tau kenapa. Semalam aku menjanjikan padanya 5 gepok uang jika dia tak buka mulut tentang kepulanganku menjelang pagi itu.
   Aku tersenyum padanya. Ah - uang palsu itu sudah membuatku harus membunuh dua orang dalam semalam.
   Dan mungkin akan jadi tiga, di malam berikutnya ...
 .
              # End #
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H