“Mau kemana?” tanyaku berusaha menyembunyikan rasa kaget dan malu ku.
“Mau nangkep orang yang diem diem ngikutin aku.” Sindirnya sambil tertawa.
Aku ikut tertawa dan kali ini benar benar merasa malu.
“Kamu dari mana?” Chrystal menatapku.
Aku teringat kotak cincin itu, tapi kemudian…. Aku tidak ingin memberikannya pada Chrystal. Aku menggandeng tangannya dan melangkah pergi menyusuri trotoar. Menikmati langit cerah dihari minggu. Dengan suasana jalan ditaman kota yang lumayan ramai. Kubiarkan dia bicara. Kubiarkan dia membuatku tertawa dengan lelucon konyolnya. Aku ingin menikmati ini dan tak ingin kehilangannya. Biar saja suasananya seperti ini jika ini tetap menjaganya ada disampingku. Mungkin ini akan lama, tapi setidaknya nanti waktu yang akan menjelaskan padanya.
Aku tersenyum, setidaknya aku tidak bernasib sama seperti idiot idiot yang kulihat tadi….
Chrystal berjalan selangkah didepanku, kemudian berbalik dan berjalan mundur hingga mata kami bertatapan. Lalu dia tersenyum dan berkata padaku.
“aku punya sebuah rasa tapi aku tau kata tak mungkin bisa menjelaskannya. Maka aku memberimu kanvas dan warna lalu membiarkanmu menggambarkannya…”
end
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H