Mohon tunggu...
Renni Anggraeni
Renni Anggraeni Mohon Tunggu... Lainnya - Pembimbing Kemasyarakatan

Saya adalah orang yang ingin belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembinaan dalam Lembaga sebagai Salah Satu Rekomendasi Penelitian Kemasyarakatan Anak

9 September 2023   15:35 Diperbarui: 9 September 2023   16:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tindak pidana tidak terlepas dari kehidupan manusia. Begitu juga dengan pelaku tindak pidana yang kerap pula dilakukan oleh anak-anak. Penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak harus memperhatikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradailan Pidana Anak (UU SPPA). Yang dimaksud Anak dalam tulisan ini adalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH). Dalam Pasal 1 Angka 3 menyatakan bahwa Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Pemeriksaan dan penanganan terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum juga harus berdasarkan pada asas-asas sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU SPPA sebagai berikut:

a. Asas Perlindungan;

b. Asas Keadilan;

c. Asas Nondiskriminasi;

d. Asas Kepentingan Terbaik bagi Anak;

e. Penghargaan terhadap Pendapat Anak;

f. Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang Anak;

g. Pembinaan dan Pembimbingan Anak;

h. Proporsional;

i. Perampasan Kemerdekaan dan Pemidanaan sebagai Upaya Terakhir; dan

j. Penghindaran Pembalasan.

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai suatu jabatan fungsional yang mengemban amanat dari undang-undang untuk melakukan pendampingan dan pemberian rekomendasi terhadap ABH perlu memahami terlebih dahulu apakah suatu perkara ABH dapat diupayakan diversi atau pemeriksaan perkaranya lanjut ke sidang pengadilan. Anak yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana dapat diselesaikan melalui upaya Diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Untuk dapat terlaksananya Diversi, PK membuat laporan Peneltian Kemasyarakatan (Litmas) untuk Kepentingan Diversi. Adapun tujuan diupayakan diversi adalah sebagai berikut:

1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Sebaliknya, jika perkara ABH tidak memenuhi syarat-syarat untuk diversi maupun perkara yang dilakukan Diversi namun tidak mencapai kesepakatan maka perkara ABH akan diperiksa sampai ke tingkat pengadilan. Dalam hal ini, PK wajib membuat laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) untuk sidang pengadilan. Dalam Litmas ini, PK dapat menyusun rekomendasi, salah satunya adalah menyarankan bahwa ABH dapat diberikan sanksi pidana berupa Pembinaan Dalam Lembaga.

Pemberian rekomendasi Litmas ABH berupa Pembinaan Dalam Lembaga merupakan suatu upaya yang dilakukan PK agar ABH tidak menjalani pidana penjara. Mengingat bahwa paradigma pemidanaan saat ini bukan lagi bertujuan untuk mencapai keadilan retributif (balas dendam) akan tetapi sudah berorientasi untuk mencapai keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif. Oleh sebab itu, pemberian rekomendasi dalam Litmas harus dipertimbangkan secara hati-hati.

Pengaturan Pembinaan Dalam Lembaga ada dalam Pasal 80 UU SPPA sedangkan pedoman penyusunan rekomendasi dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: PAS-122.PK.01.05.02 TAHUN 2016 tentang Standar Penelitian Kemasyarakatan. Dalam buku pedoman tersebut, indikator pokok yang harus dipertimbangkan sebelum memberikan rekomendasi Litmas berupa Pembinaan Dalam Lembaga adalah:

1. Tindak pidana diancam hukuman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih;

2. Bukan perbuatan pengulangan tindak pidana;

3. Anak berjanji dan dinilai tidak akan mengulangi kembali tindak pidana;

4. Kondisi orang tua atau wali dinilai tidak mampu membina, membimbing dan mengawasi Anak atau keberadaan orang tua atau wali tidak jelas;

5. Adanya kesiapan dan kesediaan lembaga kompeten yang dituangkan dalam surat rekomendasi dari lembaga tersebut;

6. Anak berusia 15 tahun atau lebih.

Pengaturan lainnya yang berkenaan dengan Pembinaan Dalam Lembaga juga ada dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2022 tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak (PP No. 58 Tahun 2022). Dalam PP No. 58 Tahun 2022 ditegaskan bahwa Pembinaan Dalam Lembaga merupakan salah satu bentuk pidana pembatasan kebebasan Anak. Pidana Dalam Lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan sesuai dengan putusan pengadilan. Apakah Pembinaan Dalam Lembaga berarti pemberian pemidanaan terhadap ABH melalui pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)? Penjelasan Pasal 21 Ayat (2) PP No. 58 Tahun 2022 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "lembaga pembinaan" adalah lembaga pembinaan selain LPKA, misalnya pesantren atau panti sosial.

Pidana Pembinaan Dalam Lembaga dilakukan untuk jangka waktu palin singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun sesuai dengan putusan hakim. Penyelenggaraan Pidana Dalam Lembaga dilakukan oleh pemerintah atau lembaga swasta. Lembaga swasta haruslah lembaga yang terakreditasi oleh instansi yang berwenang yang dilakukan terhadap ketersediaan tempat tinggal yang memadai bagi ABH serta sarana pendidikan dan pelatihan kerja dengan memperhatikan aksesibilitas untuk ABH disabilitas. Dalam hal tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan belum memiliki sarana pendidikan maka Menteri dapat bekerja sama dengan: lembaga pendidikan; lembaga keagamaan; atau lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Peranan PK yang sangat penting juga tercermin dari pemberian rekomendasi yang tepat bagi perkara ABH. Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah individu penerus bangsa. Pola asuh, keadaan ekonomi, dan pengaruh pergaulan serta lingkungan menjadi pembentuk pola pikir dan perilaku ABH. Melalui rekomendasi Litmas yang tepat, diharapkan ABH dapat berubah menjadi anak yang melakukan kegiatan positif untuk kemajuan bangsa. Semoga perjuangan PK dalam menangani perkara Anak membuahkan hasil yang manis bukan saja di dunia akan tetapi semoga menjadi pahala tiada henti untuk bekal di akhirat kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun