Mohon tunggu...
Rennata Heriatna
Rennata Heriatna Mohon Tunggu... blogger -

Seorang Blogger yang baru belajar menulis. Lihat tulisan saya yang lainnya di www.Rennata62.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Ini Pengalaman Saya Bermotor di Jalan Non Tol Casablanca

25 Juli 2017   22:43 Diperbarui: 26 Juli 2017   09:46 7626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini media diramaikan lagi oleh pemberitaan tentang ojek online. Tadi siang, selasa (25/7), ojek online di kota Kasablanka menutup jalan dan menjadikan jalan tersebut macet. Pasalnya, beberapa diantara mereka tidak terima karena ditilang polisi lantaran mengendarai motor di jalan layang non tol Kasablanka.

Daerah Kasablanka memang daerah yang tidak lepas dari image 'kawasan macet ibu kota'. Selain berada di salah satu pusat bisnis di Jakarta Selatan, Kasablanka juga merupakan daerah strategis untuk menuju pusat kota Jakarta lainnya seperti Sudirman dan Thamrin.

Namun belakangan, semenjak jalan layang non tol dibangun, kemacetan didaerah tersebut mulai teratasi. Karena tidak hanya mobil yang memasuki jalan layang itu. Motor, meskipun dilarang, juga melewatinya.

Saya pernah sekali memasuki jalan layang non tol itu. Hanya sekali dan tidak ingin lagi. Bukan karena takut polisi yang menjaga di ujung jalan sana, tapi karena keadaan diatas sana yang sangat mengerikan bagi saya.

Jujur, walaupun saya tinggal tidak jauh dari Jakarta, sampai saat ini banyak daerah-daerah Jakarta yang saya tidak tahu. Bahkan jalan ke Plaza Indonesia dari Depok saja saya bingung lewat mana!! Dan karena ketidaktahuan itulah kemudian, tempo hari, saya memasuki jalan layang non tol kasablanka.

Awalnya saya kira jalan layang non tol Kasablanka tidak beda jauh dengan flyover Ps.Rebo di Jakarta Timur sana. Nyatanya, sangat jauh berbeda. Jalan layang non tol Kasablanka lebih panjang, lebih lebar, lebih tinggi, lebih kencang anginnya, dan lebih mengerikan.

Mengerikan? Bagaimana tidak. Setelah berada di atas, saya yang saat itu mengendarai motor matic, tidak kuasa menahan terpaan angin. Wajar, karena di atas sana angin bergerak dengan bebas tanpa ada penghalang. Berbeda dengan angin yang berada di bawah jalan layang non tol ini. Di atas sana, tidak ada apapun yang menghalangi pergerakan angin. Bagus saja saat itu cuaca sedang cerah. Tidak tahu bagaimana keadaan di atas sana saat mendung atau hujan deras.

Selain angin, kecepatan kendaraan lain juga sangat menakutkan bagi saya. Tidak ada kendaraan yang lambat. Semua kendaraan, baik mobil ataupun motor, memacu kecepatan kendaraan mereka sejadi-jadinya. Bagi saya yang hanya mengendarai motor 'setengah tua' sedalam apapun saya memutar handle gas, terasa berjalan seperti keong. Tidak ada apa-apanya di atas sana. Herannya, banyak pengemudi motor yang menyalip saya dengan kecepatan yang lebih tinggi. Mereka seperti tidak mengkhawatirkan mobil yang sedang ngebut di belakangnya!

Di atas sana, tidak ada apa-apa selain angin, aspal, dan kendaraan yang ngebut. Tidak ada trotoar atau halte untuk berhenti. Tapi meskipun begitu, tetap saja ada yang nekat berhenti untuk sekedar selfie. Nyawa mereka ada berapa sih?

Ketakutan saya yang lain saat berada di atas sana adalah mogok. Saya takut motor saya mogok. Bayangkan, motor mogok saat kendaraan lain di belakang sana sedang ngebut menyusul kita. Meskipun tidak tertabrak, setidaknya sangat tersiksa mendorong motor dari atas sana sampai ke ujung jalan. Dan sekali lagi, itu sangat berbahaya.

Tapi walaupun seperti itu keadaannya, tetap saja ada pengendara sepeda motor yang nekat naik. Berkali-kali. Dan saya memaklumi jika ternyata di ujung sebelah sana ada polisi yang menilang setiap pengendara motor yang lewat jalan layang non tol Kasablanka itu. Tapi masalahnya, tidak berakhir sampai di sana.

Kasus hari ini contohnya, beberapa media mengatakan bahwa banyak pengendara sepeda motor yang justeru melawan arah saat mengetahui ada polisi di ujung jalan agar tidak ditilang. Bayangkan, motor masuk jalan layang non tol, yang semua kendaraannya ngebut, sambil ngelawan arus. Nyawanya berapa coba itu pengendara?

Sialnya, mereka yang ditilang, merasa benar dan menolak untuk ditilang. Seperti hari ini. Driver ojek online yang ditilang tidak terima dan teman-temannya yang lain membelanya agar tidak ditilang. Apakah itu bentuk lain dari solidaritas? Apakah pelanggaran hukum dan membahayakan diri dan orang lain mendapatkan pengecualian hukum jika mengatasnamakan solidaritas?

Walaupun tulisan saya 'eyd' serta 'jenis' tulisannya tidak jelas. Setidaknya saya tahu satu hal, Indonesia tidak akan menjadi lebih baik seperti yang selalu kita inginkan jika masing-masing dari kita tidak menjadi lebih baik. Termasuk di antaranya mematuhi aturan dan hukum yang ada. Kita harus berhenti menyalahkan orang lain di saat kita sendiri tidak patuh pada hukum yang ada.

Ini adalah pengalaman saya saat masuk jalan layang non tol Kasablanka dan saya tidak akan mengulanginya lagi. Bukan karena takut ditilang. Tapi karena nyawa saya cuma ada satu dan saya harap kalian juga mengerti apa maksud tulisan saya ini. Mari berkaca diri.

Salam,
Rennata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun