Kalor penguapan (heat of vaporization) adalah jumlah energi atau kalor yang dibutuhkan untuk mengubah suatu zat cair menjadi uap pada suhu dan tekanan tertentu. Energi ini diperlukan untuk memutus ikatan antara molekul-molekul dalam zat cair sehingga dapat berubah menjadi uap.
Nilai kalor penguapan suatu zat bergantung pada jenis zat tersebut. Semakin kuat ikatan antar molekul dalam zat cair, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan tersebut dan mengubahnya menjadi uap. Oleh karena itu, kalor penguapan air misalnya lebih besar dibandingkan dengan kalor penguapan alkohol.
Energi pengaktifan (activation energy) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu sistem agar dapat bereaksi atau berubah ke keadaan lain. Dalam konteks penguapan, energi pengaktifan ini berkaitan dengan jumlah energi minimal yang dibutuhkan untuk memutus ikatan antar molekul dalam zat cair sehingga dapat berubah menjadi uap.
Pada suhu kamar, sebagian besar molekul-molekul pereaksi hanya bertumbukan dan terpental tanpa terjadi reaksi. Misalnya, dalam campuran hidrogen dan oksigen pada suhu kamar, molekul-molekul berulang kali bertabrakan satu sama lain dan terpental, tetapi tanpa terjadi perubahan. Dalam suatu sistem kimia, molekul-molekul tidak dapat bereaksi kecuali memiliki energi yang cukup untuk membentuk keadaan transisi.
Energi minimum yang harus dimiliki oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat membentuk kompleks teraktifkan atau keadaan transisi disebut energi pengaktifan (Ea). Selisih energi antara produk dan pereaksi dinyatakan sebagai perubahan energi reaksi (U reaksi). Untuk reaksi eksoterm, energi dibebaskan dan memiliki nilai negatif, sedangkan untuk reaksi endoterm, energi diserap dan memiliki nilai positif.
Ada tiga hal penting terkait energi pengaktifan:
1. Energi pengaktifan yang ditentukan secara eksperimen adalah untuk jumlah reaksi keseluruhan, bukan masing-masing tahap. Ea adalah selisih antara energi pereaksi dan energi tertinggi dari energi keadaan teraktifan.
2. Energi pengaktifan untuk setiap tahap reaksi selalu positif.
3. Jika suhu dinaikkan, laju reaksi akan meningkat karena semakin banyak tumbukan yang memiliki energi lebih besar dari Ea.
Teori tumbukan dapat digunakan untuk memperkirakan laju terjadinya suatu reaksi kimia. Teori ini memberikan asumsi dasar bahwa reaksi kimia terjadi karena molekul-molekul saling bertumbukan, dengan laju setiap langkah/tahap reaksi berbanding langsung dengan:
a. Jumlah tumbukan per satuan waktu.
b. Fraksi tumbukan yang efektif.
Semakin banyak jumlah tumbukan yang terjadi, maka semakin cepat reaksi berlangsung. Namun, hanya fraksi tumbukan yang efektif, yaitu yang memiliki energi lebih besar dari energi aktivasi, yang dapat menghasilkan reaksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H