Salah satu adik mahasiswa, dampingan saya adalah seseorang yang beda dari lainnya. Selain pribadinya yang selalu ceria dan senang bercanda, kalau teman lain berkutat dengan perkuliahan semata, sejak awal kuliah dia lebih tertarik untuk membantu dan memperhatikan sesama.
Mungkin awalnya bentuk komunal yang melibatkan banyak orang dan seringkali hanya menunjukkan eksistensi pribadi saja, misalnya demonstrasi. Entah apa pun nanti hasilnya bagaimana. Lama-lama ia mulai melepaskan hal itu. Dalam perjalanan hidup, ia mencoba mencari passion-nya di beberapa bidang. Kami sering mengadakan kegiatan bersama yang berhubungan.
Ternyata, perhatiannya pada sesama kian kuat. Ia kemudian memilih karya nyata dengan menolong sesama secara jelas.
Maka ia pun ikut dalam sebuah grup kemanusiaan yang juga dikenal di dunia, yaitu Caritas. Namun, di Indonesia disebut dengan Carina singkatan dari Caritas Indonesia. Kelompok yang mengedepankan misi kemanusiaan dan lingkungan hidup ini memang mengedepankan bantuan kemanusiaan terutama jika ada masalah bencana alam. Tidak aneh, jika ada bencana alam di Indonesia kelompok ini biasanya akan memback-up bantuan.
Dan, adik saya satu ini adalah salah satu yang siap sedia membantu sesama yang tengah dilanda musibah bencana ini. Dengan segala tenaga dan pikirannya, dia bisa berhari-hari di sana daerah rawan bencana bahkan tidak mempedulikan dirinya sendiri.
Kepeduliannya kepada sesama menjadikannya seringkali harus memilih antara kepentingan pribadi dan pilihan pekerjaannya ini. Rupanya komitmennya yang tinggi kepada sesama menjadikannya seringkali harus merelakan kepentingannya pribadinya bahkan yang paling dalam. Mungkin ada kesedihan dan keterpurukan tersendiri. Namun, itu tak lama. Buktinya ia akan kembali bersemangat dan selalu siap jika dibutuhkan meringankan beban sesama.
Kecintaannya terhadap sesama ini pun ia coba tularkan kepada adik-adiknya yang lain. Tak jarang di saat banjir melanda daerah Bandung Selatan dengan gaya cerianya, dia bisa mengajak sekian orang muda untuk membantu masyarakat yang sedang mengalami banjir itu.
Tidak ada janji hal duniawi dalam pilihan pekerjaan ini. Mungkin, Tuhan saja yang berkenan memberi reward atas apa yang telah diberikan. Bahkan, seringkali jauh dari fasilitas atau dana, pernah sekaliwaktu relawan yang bersamanya diberi seragam berwarna hijau dengan tulisan "daag jamur" yang merupakan materi promosi sebuah obat kulit. Antara ngenes dan lucu saja ketika mengenakan seragam itu. Tapi, karena dipakai demi sebuah kegiatan mulia, pengalaman ini menjadi cerita indah tersendiri.
Untuk berbagi ilmu tentang bencana alam dan sejenisnya, selain ia terus mencoba menambah ilmunya dengan menghadiri seminar nasional serta internasional. Setelahnya, ia tidak akan pelit membagikannya kembali kepada teman-temannya khususnya orang muda yang punya minat sama sepertinya.
Kepada saya pribadi, meski bukan saudara kandung, dia tetap memperlakukan saya seperti kakaknya sendiri. Maka, dia tidak akan sungkan mengajak saya melakukan hal yang dianggapnya baik. "Mbak, jangan mikir hari ini saja. Kita harus memikirkan masa depan. Termasuk bumi dan lingkungan sekitar kita ini."
Dia Salomo.
Salomo Marbun lengkapnya. Kini memiliki dua anak dan satu istri.
Baginya kemanusiaan adalah di atas kepentingan pribadi dan komunitas. (anj 19)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H