Mohon tunggu...
Reni Vionita
Reni Vionita Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya adalah rebahan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi

29 Juli 2022   13:21 Diperbarui: 29 Juli 2022   13:29 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Responden dalam penelitian ini adalah 133 mahasiswa yang terdiri dari 38% laki-laki dan 62% perempuan. Responden adalah mahasiswa tahun kedua dan ketiga pada program ilmu sosial dan ilmu politik yang berusia 18-22 tahun dengan rata-rata usia 19,6 tahun (SD=2.6). Sebanyak 52% responden berasal dari program studi ilmu sosial dan 48% dari program studi ilmu politik. Rata-rata mahasiswa mencapai skor 10 untuk pengetahuan mengenai pelecehan seksual (SD=2.0) yang dikategorikan dalam rentang menengah ke atas (baik). Terdapat 5 (lima) bentuk perilaku pelecehan seksual yang umumnya diidentifikasi dengan tepat oleh responden mahasiswa sebagai pelecehan seksual yaitu upaya terus menerus memaksa seseorang membangun hubungan romantik/seksual (97%), mengirimi seseorang surat, pesan, atau gambar bersifat seksual yang tidak dikehendaki secara manual maupun elektronik (94,7%), menyuap bawahan (karyawan, murid) agar mau melakukan aktivitas seksual dengan imbalan yang berhubungan dengan pekerjaan atau studi (94,7%), mengelus atau meremas bagian tubuh seseorang (pantat, payudara, perut) tanpa ijin (93, 2%) serta mengarahkan pembicaraan cabul/bernuansa seksual yang tidak diinginkan kepada seseorang atau sekelompok orang (93,2%). Sementara itu terdapat 5 (lima) bentuk perilaku yang kurang dipahami oleh mahasiswa sebagai pelecehan seksual yaitu: bergurau dengan menggunakan istilah-istilah seksis yang membuat tidak nyaman (36%), memaksa seseorang menonton tayangan pornografi (21%), memberi komentar terhadap seseorang dengan istilah seksual yang merendahkan (19,5%), melakukan masturbasi di hadapan orang lain (17,3%), dan tatapan tidak diinginkan ke wilayah kelamin (selangkangan) pria (15,3%). Dengan kata lain, mayoritas mahasiswa umumnya tidak memahami ke-5 bentuk perilaku tersebut sebagai tindakan pelecehan seksual.

Terkait dengan pengalaman pelecehan seksual, mayoritas responden dalam penelitian ini melaporkan pernah mengalami tindak pelecehan seksual. Sebanyak 60% mahasiswa melaporkan pernah mengalami sedikitnya satu bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang tidak dikenal/asing dan sebanyak 65% melaporkan pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang dikenal dengan baik. Ini berarti pengalaman pelecehan seksual oleh pihak yang dikenal baik oleh korban agak lebih tinggi dibandingkan pengalaman pelecehan seksual oleh orang asing. Cross-tab analysis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam pengalaman pelecehan seksual. Artinya, dalam penelitian pengalaman pelecehan seksual tidak terkonsentrasi pada kelompok jenis kelamin tertentu karena baik responden laki-laki maupun perempuan pernah mengalami pelecehan seksual.

Namun demikian beberapa bentuk pelecehan seksual belum dipahami oleh sebagian mahasiswa sebagai tindak pelecehan seksual, termasuk tayangan menyaksikan pornografi, memberikan komentar seksual yang tidak diinginkan, atau melakukan masturbasi di hadapan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa masih perlu ditingkatkan agar kesadaran mereka terhadap pelecehan seksual semakin meningkat dan diharapkan dapat berimplikasi pada pencegahan pelecehan seksual terhadap diri sendiri maupun pihak lain.

Untuk itu, lembaga pendidikan perlu melaksanakan berbagai strategi termasuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kelas maupun diskusi, kampanye atau seminar mengenai pelecehan seksual di wilayah kampus. Pemahaman dan kesadaran yang baik terhadap pelecehan seksual merupakan langkah yang penting yang dapat memfasilitasi pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, kampus, area publik dan sebagainya. Sebaliknya, ketidakmampuan mengidentifikasi pelecehan seksual yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran dapat menghambat seseorang untuk melakukan respon yang tepat dalam mencegah pelecahan seksual, termasuk melaporkan masalah tersebut agar mendapat perhatian dan penanggulangan yang tepat. Lonsway dll. (2007) menggarisbawahi bahwa rendahnya tindak pelaporan atas pelecahan seksual salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan korban bahwa mereka pada dasarnya telah mengalami pelecehan seksual. Edukasi mengenai kekerasan seksual akan memberi peluang kepada mahasiswa untuk mempelajari informasi yang akurat mengenai fakta pelecehan seksual sehingga mereka akan cenderung untuk menentang mitos-mitos yang tidak berdasar mengenai pelecehan seksual. Pembiaran terhadap perilaku-perilaku yang merendahkan dan tidak diinginkan tersebut akan menyebabkan pelecehan seksual dipandang sebagai sesuatu yang normal di kalangan masyarakat.

Penelitian ini telah menghasilkan informasi dan temuan awal terkait pengalaman dan pengetahuan mengenai pelecehan seksual di kalangan mahasiswa di Indonesia dan mengkonfirmasi berbagai hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan di berbagai wilayah yang berbeda. Namun demikian terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang perlu disempurnakan untuk penelitian selanjutnya. Teknik non-random sampling yang diterapkan membatasi generalisasi hasil penelitian terhadap mahasiswa perguruan tinggi pada umumnya. Selain itu, penelitian ini dilakukan di sebuah perguruan tinggi yang berada di wilayah perkotaan dengan melibatkan mahasiswa dari program studi yang terbatas. Di masa mendatang penelitian dengan teknik random sampling yang menyasar perguruan tinggi dari berbagai wilayah geografis yang berbeda serta melibatkan mahasiswa dari beragam program studi perlu dipertimbangkan. Selain itu, penelitian di masa mendatang perlu menggali lebih mendalam pengalaman pelecehan seksual yang khusus dialami mahasiswa serta mengakses bentuk respon maupun coping terhadap pelecehan seksual yang dialami dengan menggunakan instrumen-instrumen terstandar yang telah ada sehingga dapat memberikan informasi kepada pengelola pendidikan tinggi, termasuk program studi ilmu kesejahteraan sosial untuk merancang upaya pencegahan dan penanganan yang lebih efektif. Penelitian di masa mendatang juga perlu menguji variabel-variabel bebas lainnya yang dipandang memiliki pengaruh terhadap pemahaman mengenai pelecehan seksual seperti pengalaman mengikuti training tentang kekerasan seksual, pengalaman mengenal          korban pelecehan seksual, status sosial ekonomi, dan sebagainya.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa pelecehan seksual oleh pelaku asing umumnya merupakan perhatian seksual yang tidak diinginkan dan pelecehan gender sementara pelecehan seksual oleh pelaku yang dikenal mencakup seluruh bentuk pelecehan seksual termasuk pemaksaan seksual dan menegaskan peningkatan pemahaman mengenai bentuk- bentuk pelecehan seksual merupakan langkah awal yang penting dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi untuk membangun kesadaran kritis civitas akademika untuk mengidentifikasi dan mencegah pembiaran terhadap berbagai bentuk pelecehan seksual.

Temuan bahwa pelecehan seksual pernah dialami oleh sebagian responden mahasiswa, termasuk bentuk  pemaksaan hubungan seksual yang kemungkinan terjadi di wilayah akademik perlu direspon dengan tepat oleh lembaga pendidikan tinggi sehingga kampus benar-benar menjadi lingkungan yang aman bagi mahasiswa Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mengenai pelecehan seksual yang ditemukan dalam penelitian ini memperkuat temuan-temuan penelitian yang pernah dilakukan di berbagai negara dan dapat dijadikan basis dalam merancang pencegahan pelecehan seksual. Kampus harus dapat menjamin perlindungan keamanan dan kenyamanan bagi civitas akademica sehingga perlu mengambil peran yang lebih signifikan dalam pencegahan dan penanganan pelecehan seksual. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kesadaran kritis para civitas academica untuk mengidentifikasi dan melaporkan pelecehan seksual yang terjadi serta menerapkan aturan-aturan yang jelas dan tegas terhadap pelaku pelecehan seksual di wilayah kampus dan mengikat seluruh civitas academica.

DAFTAR PUSTAKA

Fairchild, K. & Rudman, L.A. (2008). Everyday stranger harassment and women's objectification. Soc Just Rest, 21, 338-357.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun