Saat ini di Indonesia sendiri kasus COVID-19 belum menghilang dan masih mempengaruhi berbagai lini dan bidang kehidupan masyarakat, baik itu politik, ekonomi, kesehatan, sampai bidang pendidikan. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat terdampak oleh pandemi ini. Dalam menangani penyebaran COVID-19 ini maka pemerintah Indonesia memberlakukan protokol kesehatan, khususnya di tempat umum.Â
Sampai saat ini sebagian besar pembelajaran masih dilakukan secara daring, hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan adanya transmisi penyebaran COVID-19 di sekolah. Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran daring, berbagai platform daring seperti Google Classroom, Zoom, WhatsApp, dan platform lainnya menjadi media belajar yang kerap kali digunakan. Menanggapi keadaan ini, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan berupa kurikulum darurat COVID-19.
Kurikulum memiliki berbagai pengertian yang semakin berkembang seiring dengan dinamika dan urgensinya dalam berjalannya pendidikan di pada sekolah. Menurut John Dewey kurikulum harus membangun rasa tertib dari dunia tempat tinggal anak-anak. Ia juga menjelaskan bahwa sudah seharusnya kurikulum menghasilkan peserta didik yang mampu beradaptasi dengan dunia modern.Â
Sedangkan, Harold Rugg (1927) mendefinisikan kurikulum sebagai suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimal bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi kehidupan. Selain itu, Tanner dan Tanner (1975) menjelaskan bahwa kurikulum adalah pengalaman belajar yang direncanakan dan dibimbing dan dimaksudkan sebagai hasil belajar, dirumuskan melalui rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang sistematis, yang dibimbing sekolah bagi kesinambungan perkembangan kompetensi sosial peserta didik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ahmad Munajim dkk mengenai "Pengembangan Kurikulum Pembelajaran di Masa Darurat", diketahui bahwa kurikulum darurat mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi dan lembaga yang bersangkutan memiliki keleluasaan dalam mengembangkan struktur kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan media pembelajaran. Selain itu, guru dapat memilih materi pelajaran mana yang merupakan prioritas bagi guru dalam pembelajaran dan materi pelajaran mana yang bisa dipelajari pserta didik secara mandiri.Â
Dalam pelaksanaannya kurikulum darurat dilakukan dengan mengedepankan e-learning atau kegiatan pembelajaran online. Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Darma (2020), diketahui bahwa penggunaan metode ini menjadi alternatif baik karena munculnya fitur-fitur yang mampu menggantikan proses pembelajaran secara langsung.
Teknologi sendiri merupakan faktor terpenting dalam pembelajaran daring, seperti smartphone, gawai, computer, laptop, dan lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan Abbas (2019), teknologi sebagai sumber informasi dan sumber belajar terbukti memiliki dampak positif pada masa pandemi seperti ini di mana sebagian besar kegunaannya terasa dalam proses pembelajaran daring.Â
Namun, kita perlu menyadari bahwa tidak semua peserta didik memiliki latar belakang financial yang bercekupan, masih banyak peserta didik yang berlatar belakang dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah dan tidak mempunyai media pendukung seperti laptop ataupun gawai. Tak hanya itu, ada pula peserta didik yang bertempat tinggal di mana akses atau daya jangkau jaringan internet belum memadai, serta tingkat pemahaman peserta didik yang masih rendah mengenai pengunaan aplikasi belajar daring.
Nyatanya, platform belajar daring sudah ada sebelum terjadinya pandemi. Namun, ketergantungan terhadap teknologi tersebut disebabkan salah satunya oleh pandemi ini. Tidak hanyak platform belajar daring yang tidak memungut biaya, namun platform belajar daring berbayar pun turut digunakan oleh guru ataupun peserta didik, seperti platform Zenius, Ruangguru, Quipper, dan lain sebagainya. Meski membantu berjalannya proses pembelajaran dan memiliki tarif harga lebih murah dibanding tempat kursus offline lainnya, namun banyak peserta didik yang tidak dapat mengakses karena kondisi ekonomi yang tidak berkecupan. Pada akhirnaya, hal ini hanya menunjukkan bagaimana kesenjangan sosial nyata terjadi bahkan dalam dunia pendidikan sekalipun.
Dalam hal ini, perspektif atau pandangan pedagogi kritis telah sering kali digunakan dalam menanggapi perubahan dalam sistem pendidikan.Â
Pedagogi kritis sendiri merupakan paradigm pendidikan serta kehidupan yang berfokus pada sikap kritis terhadap hubungan kekuasan yang membangun masyarakat. Menurut Henry A. Giroux, secara umum, konsep reformasi pendidikan kerap digaungkan untuk mengubah pendidikan menjadi kian tidak krtitis. Sehingga, pendidikan kian otoriter, menghilangkan kebebasan dan hak bertanya, dan melahirkan sikap tidak perduli kepada segala permasalahan yang terjadi. Di masa pandemi ini, kegagalan system pendidikan yang selama ini tertutupi nyatanya kini terekspos jelas.Â
Pendidikan kini bagai barang mewah dan pendidikan bermutu menjadi mahal dan akhirnya menyebabkan hanya sedikit orang saja yang   dapat menikmatinya. Giroux pun mengembangkan konsep pedagogi publik dalam menanggapi bagaimana kini pendidikan mengalami proses komodifikasi, yakni bagaimana pendidikan berubah menjadi barang dagangan dengan tujuan utama meraih keuntungan ekonomis dan tujuan sejati pendidik lainnya terpinggirkan. Hal ini tampak jelas di Indonesia, platform daring seperti Zenius atau Ruangguru nyatanya memperjualbelikan pendidikan karena tidak semua peserta didik mampu "membeli" pengetahuan yang mereka tawarkan. Kemudian yang terjadi adalah peserta didik yang berlatar belakang ekonomi kelas bawah menjadi tertinggal karena keadaan yang tidak menguntungkan mereka.
Bercermin dari keadaan Indonesia saat ini, pandangan Giroux mengenai pedagogi kritis nyatanya amat dibutuhkan karena dapat mengembangan demokrasi di Indonesia yang dapat melahirkan peserta didik yang berpikir kritis dan rasional untuk menanggapai berbagai permasalahan yang muncul di dalam hidup bersama. Kemudian implementasi konsep pedagogi publik dapat digunakan melalui menempatkan pedagogi dalam ranah budaya secara keseluruhkan. Kita dapat memulai dengan menyadari bahwa budaya popular yang kerap muncul di dalam media umum tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga alat pendidikan. Beragam informasi dan pengetahuan dibearluaskan kepada masyarakat dengan tujuan membantu hidup mereka. Lalu, segala kecenderungan yang merusak, seperti komodifikasi pendidikan dan budaya, direspon dengan kritis, serta dicari solusinya.
REFRENSI BACAAN
Al Hakim, M. F., & Azis, A. (2021). Peran Guru dan Orang Tua: Tantangan dan Solusi dalam Pembelajaran Daring pada Masa Pandemic COVID-19. Riwayat: Educational Journal of History and Humanities, 4(1).
Dyah Darma Andayani, Fathahillah Fathahillah, and Nurul Mukhlisah Abdal, "Penerapan ELearning Sebagai Alternatif Pembelajaran Di Masa Pandemi Covid-19," in Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat, 2020.
Freire, Paulo. 1972. Pedagogy of The Oppressed. Terjemahan Myra Bergman Ramos. Great Britain: Sheed and Ward.
Hadiana, M. E., & Nur'alimah, E. O. (2021). Pengembangan Kurikulum Darurat Covid-19 (model dan media pembelajaran pada masa pandemi covid-19). NATURALISTIC: Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 6(1), 1019-1028.
Hidayat, Rakhmat. 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Suprijono, A., & Efendy, R. 2020. Kesiapan Dunia Pendidikan Menghadapi Era New Normal. Parepare: IAN Parepare Nusantara Press.
Wattimena, R. A. (2018). Pedagogi Kritis. Universitas, 28(2), 180-199.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H