Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia, dimana bulan tersebut merupakan bulan yang dinanti-nanti oleh semua umat muslim di seluruh dunia, karena di dalam bulan tersebut umat muslim akan melaksanakan puasa satu bulan penuh (menahan diri dari makan, minum, dan juga nafsu dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari) dan di tutup dengan lebaran atau hari raya idul fitri.
Selain berpuasa, di bulan ramadhan umat islam juga berlomba-lomba memperbanyak amalan dan ibadah, karena bulan ini merupakan bulan yang penuh ampunan dan pahala juga akan dilipatgandakan. Tidak terasa tahun ini bulan ramadhan jatuh antara tanggal 2 atau 3 April 2022 (tergantung dari terlihatnya hilal yang nanti akan diputuskan oleh kementrian agama RI), yaa kalau dihitung tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan ramadhan tersebut.
Banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh umat muslim untuk menyambut bulan suci ramadhan. Dalam menyambut bulan suci ramadhan kegiatan yang dilakukan itu berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain tergantung tradisi masing-masing.
Di daerah saya sendiri tepatnya di Desa Banyubang, Kec. Solokuro, Kab. Lamongan terdapat beberapa tradisi budaya untuk menyambut bulan ramadhan. Seperti sebelum memasuki ramadhan ada yang namanya malam nisfu sya'ban, kemudian ada megengan, ziarah serta doa bersama di makam leluhur atau kerabat yang sudah meninggal, dan juga weweh.
Malam nisfu sya'ban biasanya diperingati setiap tanggal 15 di bulan sya'ban. Malam nisfu sya'ban di daerah saya biasanya dilaksanakan setelah sholat maghrib di masjid desa, biasanya masyarakat bersama-sama membaca yasin sebanyak 3 kali yang dipimpin oleh salah satu pemuka agama. Malam nisfu sya'ban merupakan tanda dimana setengah bulan lagi kita akan menyambut bulan ramadhan. Oleh karena itu sebaiknya dibulan sya'ban kita biasakan untuk latihan berpuasa (seperti puasa senin kamis) agar nanti saat puasa bulan ramadhan tubuh kita tidak kaget.
Kemudian ada tradisi yang paling identik yaitu megengan yang mengandung arti atau filosofi jawanya yaitu menahan atau ngempet. Di daerah saya megengan biasanya dilaksanakan sehari sebelum bulan ramadhan, lebih tepatnya setelah pengumuman siding isbad (sidang yang dilakukan kementrian agama RI untuk memutuskan apakah besok dilaksanakan puasa ramadhan atau tidak tergantung terlihat tidaknya hilal).
Jadi setelah maghrib atau sebelum melaksanakan shalat tarawih, masyarakat baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak berbondong-bondong ke musholah terdekat membawa ambeng dan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh salah satu orang agamis di sekitarnya. Setelah berdoa biasanya mereka saling tukar menukar ambeng tersebut kemudian dibawahnya pulang ke rumah, dan ini biasa dilakukan antar tetangga yang berdekatan.
Selain dibawa ke muhsolah biasanya juga ada yang bergantian datang ke rumah tetangga-tetangganya untuk berdoa dan mendapat bagian ambeng juga. Ambeng yang dimaksud berisi nasi putih, lauk pauk (seperti telur, ayam, tahu tempe, urap-urap, dll), jajanan tadisional khususnya apem, bahkan ada juga yang membawa ketan putih, roti-rotian dan tidak lupa ada wajibnya berupa uang baik 5 ribu, 10 ribu atau lebih dari itu.
Wajib berupa uang tersebut biasanya diberikan kepada orang yang memimpin doanya. Sedangkan apem dalam jawa memiliki filosofi permohonan maaf atas segala kesalahan, jadi apem berasal dari kata bahasa arab "afwan" yang berarti maaf, tetapi orang jawa menyederhanakannya menjadi apem. Jadi adanya apem yaitu diharapkan agar memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Sedangkan ketan berasal dari bahasa jawa "keraketan" yang memiliki makna merekatkan ikatan. Jadi adanya ketan bermaksud untuk mempererat tali ikatan persaudaraan antar sesama manusia.
Sehari sebelum memasuki bulan ramadhan, masyarakat di daerahku juga melakukan ziarah serta doa bersama di makam leluhur atau kerabat yang sudah meninggal. Tradisi ini biasanya dilaksanakan sore hari setelah sholat ashar, dan sebelum itu di pagi harinya masyarakat bergotong royong untuk membersihkan makam tersebut.
Doa bersama biasanya dipimpin oleh salah satu pemuka agama melalui pengeras suara masjid dikarenakan antara makam dan masjid di daerahku saling bersebelahan. Selain masyarakatnya membersihkan makam, para ta'mir masjid juga membersihkan masjid untuk persiapan shalat tarawih.
Selain tradisi-tradisi tersebut ada lagi satu tradisi yaitu weweh. Umumnya weweh biasanya dilaksanakan ketika sudah memasuki bulan ramadhan, tetapi ada juga masyarakat di daerahku yang melaksanakan weweh pada saat menyambut bulan ramadhan. Weweh yaitu memberikan bahan makanan pokok ataupun bahan makanan pokok yang sudah di masak kepada para kerabat yang lebih tua. Untuk bahan makanan pokok yang diberikan biasanya berupa beras, gula, minyak  goreng, ataupun telur.
Sedangakan jika memberikan bahan makanan pokok yang sudah di masak biasanya berupa nasi serantang beserta dengan lauknya, biasa identik dengan lauk ikan bandeng yang diolah dengan kuah santan atau diolah menjadi semur bandeng. Selain memberikan makanan-makanan tersebut biasanya juga ada yang disertai dengan jajanaan kemasan ataupun minuman kemasan seperti Fanta, sprite, dll. Ada juga yang biasanya weweh dengan bentuk parsel jajanan hari raya.
Biasanya saat kita mengantarkan weweh ada satu atau dua kerabat yang memberikan imbalan berupa sabun atau yang lainnya, tetapi menurut orang tua, kita tidak boleh menerima imbalan tersebut karena kita tidak boleh mengharap imbalan atas apa yang sudah kita beri dan kita harus bersyukur.
Dengan weweh ini kita dapat mempererat tali persaudaraan antar keluarga baik jauh maupun dekat, weweh juga merupakan sedekah kepada sesama saudara. Weweh sendiri ada aturannya, jadi jika seandainya nenek kita merupakan saudara yang paling tua diantara yang lain maka nenek kita tidak perluh melaksanakan weweh, melainkan nenek kita yang diberi weweh oleh saudar-saudaranya yang lebih muda. Jadi intinya weweh itu yang muda memberi yang tua.
Dengan adanya tradisi-tradisi budaya luhur di setiap daerah yang berbeda-beda yang masih berjalan, maka kita sebagai penerus generasi muda janganlah tinggalkan tradisi-tradisi tersebut. Tetap jalankan tradisi-tradisi tersebut asalkan tidak mengandung unsur kejelekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H